TANJUNG REDEB,KALTIM (SUARABARU.ID)– Pulau tak berpenghuni, Blambangan dan pulau kecil lain sekitarnya di wilayah Kalimantan Timur setiap tahun didatangi sampah “impor”. Pulau kecil penghasil telur penyu di Berau ini selama puluhan tahun menjadi persinggahan dan hunian sampah dari Malaysia, Filipina, Tiongkok, Taiwan, Jepang dan tentu saja sampah produk dalam negeri.
Bahkan sampah yang ada di pulau ini bisa menutupi pantai hingga kedalaman lebih dari 1 meter. Sampah plastik limbah rumah tangga dan produk kemasan plastik ini menutupi 80 persen pantai pulau dengan luas 9,3 hektare tersebut.
Sampah plastik ditemukan merupakan produk dari 3 negara tetangga yakni Cina, malaysia dan Filipina. Dikhawatirkan sampah ini akan mengganggu penyu dan bahkan bisa membunuh secara perlahan.
Menurut Bayu Sandi, Koordinator Yayasan Penyu Indonesia (YPI), sampah kiriman ini merupakan siklus musiman setiap tahun.
“Biasanya saat musim angin utara, sampai pada bulan Maret itu sampah-sampah dari utara kebetulan negara-negara itu berada pada posisi itu membuat sampah-sampah dari sana terdampar di pantai dan Blambangan berada di wilayah Utara Berau,” ungkapnya.
Bahayanya, sampah plastik dan botol kaca bisa menyebabkan kematian bagi penyu.
“Anak penyu baru menetas atau yang naik bertelur, bisa tersangkut plastik, bertahun-tahun dan menyebabkan cacat. Juga induk yang menggali pasir untuk bertelur bisa terluka terkena beling pecahan botol,” katanya lagi.
Bermacam-macam produk berbahan plastik ditemukan, mulai dari sandal, sepatu, rangka televisi, kemasan makanan dan minuman dan banyak produk plastik lainnya, hingga alat tangkap ikan, juga rumpon.
Kondisi ini terjadi setiap tahun. Ironisnya, karena Pulau tak berpenghuni, sampah tersebut tidak ada yang membersihkan sehingga tetap terdampar di pantai sebagian besar.
Pihak YPI bersama beberapa anggotanya yang baru saja mendapat mandat menjaga pulau, melakukan pembersihan. Selama tiga hari terakhir dilakukan pembersihan sampah di pantai namun tidak kunjung selesai.
“Kendala terberat ya karena sampahnya datang terus terbawa arus setiap hari ke sini,” ujarnya. Saat usai dibersihkan, Bayu mengatakan pantai dengan pasir putih itu akan terlihat bagus, namun tidak sebagaimana yang terjadi di bawah permukaan pasir.
Jika digali hingga kedalaman 90 centimeter, masih ditemukan tumpukan sampah plastik, akumulasi sampah kiriman dari beberapa tahun sebelumnya. Tumpukan sampah di pantai tentunya sangat mengganggu penyu yang mendarat untuk bertelur.
Tidak saja menyusahkan, tetapi bisa jura menjerat leher atau kaki penyu dan sering ditemukan menjadi penyebab matinya penyu-penyu yang berada di perairan Berau.
Selama 2018 saja ditemukan beberapa laporan dan temuan penyu yang mati karena terjerat sampah plastik. Bahkan ada juga penyu yang mati karena menelan sampah plastik.
“Jadi sementara ini kami kumpulkan dan kami bakar saja, sebab tidak ada solusi pengolahan sampah plastik di pulau ini,” ujarnya seperti dilansir suarabaru.id grup siberindo.co
Kata dia, ini solusi terakhir daripada mengganggu penyu bertelur dan bisa juga menyebabkan kematian penyu secara perlahan.
Berkah