JEPARA (SUARABARU.ID)- Pro kontra terkait pemulasaran jenazah yang terpapar Covid- 19 dengan menggunakan Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020 sepertinya belum usai, karena masih menjadi perdebatan di kalangan kelompok masyarakat.
Banyaknya kasus penolakan dari keluarga pasien Covid- 19 yang didukung oleh beberapa tokoh agama menjadi keprihatinan pihak medis, nakes, maupun petugas pemakaman.
Kasus meningkatnya pasien Covid- 19 di Kabupaten Jepara yang meninggal di bulan Desember 2020 yang mencapai 20 jenazah (Sumber: Data Bimbingan Pelayanan RSI Sultan Hadlirin) sepertinya tidak akan berhenti jika edukasi tentang tata cara pemakaman jenazah pengidap covid-19 tidak disampaikan secara jelas, serta mendapat dukungan penuh dari tokoh agama dan tokoh masyarakat kepada pihak medis dan nakes.
Seperti yang telah diberitakan oleh suarabaru.id sebelumnya, bahwa tata cara pemulasaran jenazah muslim yang terpapar Covid- 19 sudah diatur melalui Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengurusan Jenazah Tajhiz Al-Janai’iz Muslim Yang Terinfeksi Covid- 19.
Ketika kami menghubungi pihak RSI Sultan Hadlirin, Ketua Komite Syari’ah RSI Ahmad Fajar Inhadl. Lc. menjelaskan bahwa pihaknya telah menjalankan prosedur pemulasaran jenazah Covid- 19 sesuai syari’at Islam dengan mengacu pada Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020.
“Alasan penolakan yang paling sering terjadi adalah anggapan bahwa jenazah yang diprotokol covid-19 diperlakukan tidak sesuai dengan panduan syariat Islam dalam proses pemulasaraannya,” kata Fajar dengan prihatin.
“Dalam praktiknya, untuk proses memandikan jenazah dengan air mengalir, digantikan dengan tayamum kami sudah menjalankan sesuai fatwa tersebut. Hal ini dilakukan karena saran ahli yang berkompeten. Dalam konteks Rumah Sakit, saran ini diberikan oleh Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi” ujar Fajar.
“Sejatinya keluarga dari pasien tidak perlu khawatir tentang pemulasaran Covid- 19. Meskipun sudah meninggal, jenazah tetaplah seorang manusia, makhluk terbaik yang diciptakan Allah di muka bumi. Hak-haknya sebagai manusia harus dipenuhi secara utuh. Dan diperlakukan secara manusiawi,” ungkap Fajar yang juga pernah mengenyam pendidikan S1 dan S2 jurusan Studi Agama Islam di salah satu Universitas di Suriah.
“Meningkatnya kasus covid- 19 di Kabupaten Jepara seharusnya sebagai bahan muhasabah bagi kita semua. Harapan akan selalu ada jika kita bersama-sama sekuat tenaga menanggulangi pandemi ini. Tentu kita tidak ingin harapan kita semakin menjauh manakala melihat angka kasus baru covid- 19 yang semakin hari semakin menanjak dan tidak terkendali”, tutup Fajar.
Hadepe / ua