MAGELANG (SUARABARU.ID) – Perajin tahu memiliki stragtegi menghadapi langkanya kedelai di pasaran yang menyebabkan harganya naik. Yaitu dengan memperkecil ukuran dan menaikkan harga jual.
Langkah itu ditempuh supaya produksi bisa tetap berjalan dan masih meraih untung. Karena tahu-tempe menjadi kebutuhan pokok yang banyak dicari masyarakat.
Riyono, salah satu perajin tahu-tempe di Kampung Trunan menerangkan, naiknya harga kedelai sebenarnya sudah terjadi sejak Covid-19. Pada bulan Agustus-Desember 2020 harga Rp 7.000/kg, kemudian di awal tahun 2021 melonjak menjadi Rp 9.000/kg.
‘’Naiknya harga kedelai jelas berpengaruh pada usaha kami. Maka strategi saya menaikkan harganya, dan mengecilkan ukurannya agar usaha tetap berjalan,” ujarnya kemarin.
Dia menjelaskan, naik dan turunnya harga kedelai impor sangat berpengaruh pada produksi tahu dan tempe. Dengan harga seperti sekarang perajin kecil terpaksa menghentikan produksinya, karena tak mampu mengimbangi ongkos produksi dengan kenaikan harga bahan baku. Banyak perajin kecil yang berhenti produksi menunggu hargab kembali normal,’’ tuturnya.
Perajin lainnya, Bari, mengatakan, meski harga kedelai impor berpengaruh besar pada usahanya, namun kondisi ini tidak membuat usahanya berhenti.
‘’Saya tetap produksi. Karena setahu saya masyarakat tidak bisa sehari-hari makan tanpa tempe dan tahu. Solusi saya harganya dinaikkan. Pelanggan juga paham kok, sehingga tetap saja produk kami laku di pasaran,’’ ujarnya.
Dihubungi terpisah, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Magelang, Eddy Sutrisno mengemukakan, kenaikan harga di awal tahun 2021 karena kedelai yang harusnya ke Indonesia diborong oleh Cina.
Di sisi lain dia mengemukakan, kenaikan harga kedelai impor ini jadi momentum bagi pemerintah untuk meningkatkan produksi kedelai lokal. Meskipun memang produsen tahu dan tempe lebih suka kedelai impor.
‘’Harusnya pemerintah menangkap momentum ini untuk meningkatkan produksi lokalnya. Termasuk meningkatkan kualitasnya, sehingga perajin tahu tempe mau memakai kedelai lokal,’’ terangnya.
Dalam kondisi saat ini, lanjutnya, pemerintah daerah wajib turun tangan menanganinya, tidak hanya bergantung pada pemerintah pusat. Pemerintah daerah bisa mengeluarkan kebijakan membantu para produsen tahu dan tempe.
‘’Pemda bisa memberi subsidi ke produsen, sehingga dapat meringankan beban mereka. Bisa pula pemda mengadakan operasi pasar, yakni membeli dari Bulog atau dari mana kemudian dijual ke produsen tahu tempe dengan harga lebih murah sampai harga di pasaran kembali normal,’’ ungkapnya.
Penulis : prokompim/kotamgl
Editor : Doddy Ardjono