JAKARTA (SUARABARU.ID)– Tokoh intelijen Indonesia Jenderal TNI (Purn) AM Hendropriyono memperkirakan, aksi anarki akan meningkat di tanah air sepanjang 2021.
“Mengapa itu semua bisa menyala?lantaran ada bara,” kata Kepala Badan Intelijen Negara 2001-2004, ini di Jakarta, Senin lalu.
Tahun ini, ia sebut tahun tantangan karena merebaknya ancaman, gangguan dan hambatan.
Nah ini namanya tahun tantangan. Yang ancaman ada yang menurun memang. Yang gangguan naik jadi ancaman, terus yang hambatan jadi gangguan.
“Kan gradasinya gitu. Yang paling berbahaya ancaman, habis itu gangguan dan hambatan,” ujarnya.
Menurut Hendropriyono, yang pertama akan merebak di dalam negeri adalah anarki.
Menurut dia, penangkapan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab barulah sebuah awalan.
Pria kelahiran Yogyakarta 7 Mei 1945 itu menyebut provokator hingga demagog lain pendukung Rizieq akan ditangkap.
“Itu menurun. Anarki jadi hambatan. Tapi yang kita perlu waspadai adalah orang-orang barisan sakit hati. BSH ini yang nggak dapat tempat,” ujarnya.
Mereka ngoceh, pada ngumpul dan pada bikin macam-macam acara seperti ada yang lewat podcast, Youtube, Instagram, dan lain-lain.
“Maklum, sekarang kan zaman siber jadi lewat situ, pakai medsos semua,” ujar Hendro.
Hendropriyono mencontohkan dua masa, yaitu pada 1970 dan 1993. Ketika 1970, ada gerakan yang disebut Anarko Punk.
Aktivitas mereka tidak jelas, semisal mencoret-coret mobil, pagar, hingga tembok dengan kata-kata kasar.
Kemudian pada 1993, tatkala menjabat ia sebagai Pangdam Jaya, banyak demonstrasi. Anarko Punk kembali lahir dan bermarkas di Cipayung.
“Itu markas Kodam Siliwangi. Dulu kalau di Kodam Jaya, saya habisi, dia di sana. Itulah bara yang terpendam dan bisa dimanfaatkan oleh orang-orang anarki,” kata Hendropriyono.
Lalu, apa isu yang dimainkan? eks Anggota Komando Pasukan Sandi Yudha ini menjawab tegas. Oligarki. Sebab, isu oligarki lekat dengan pemerintahan demokrasi.
“Jadi kok lu lagi lu lagi yang dapat? Di pemerintahan cuma lu aja nih berapa orang. Oligarki kan. Nah ini yang diusung oleh kaum barisan sakit hati itu oligarki ini,” ujarnya.
Negara demokrasi, katanya, selalu begitu. Yang paling menonjol di negeri demokrasi, political syndrome-nya adalah oligarki dan organized crime.
“Itu hukumnya. Nah ini kita lihat bahwa barisan sakit hati akan menggunakan isu antioligarki,” kata Hendropriyono.
Selain itu, kata dia, adalah kriminalitas yang terorganisasi. Motifnya adalah ideologi yang berujung kepada teror.
Ia mencontohkan FPI yang bermimikri dari Front Pembela Islam menjadi Front Persatuan Islam.
Langkah itu, menurut Hendropriyono, terpaksa mereka ambil lantaran status organisasi massa terlarang memiliki konsekuensi pada aset hingga rekening.
Sebagai contoh, Masyumi dulu. Begitu pula PKI. Organisasi terlarang kan dibekukan.
Ia meramalkan, mereka bermimikri ini seperti menantang. Yang ditantang kan gondok, habis ini dibekukan, dan dia akan lihat referensinya.
“Namanya organisasi terlarang, apa ya mestinya supaya dia jangan lari-lari? Paling, nanti dibekukan asetnya, dibekukan rekeningnya, bakalan ke situ. Itu ramalan saya,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, ideologi bisa menuju ke arah terorisme karena sifat intoleran yang digunakan.
Gejala itu, kata Hendeo, bisa jadi ancaman kalau dia bermimikri apalagi nanti bermetamorfosa masuk ke partai. Dari organisasi massa dia jadi partai, itu bahaya.
“Nasibnya bisa kayak Ikhwanul Muslimin di Mesir, akhirnya dikudeta oleh tentara. Mudah-mudahan kita nggak sampai ke situ,” ujarnya, seperti dilansir suarabaru.id grup Siberindo.co.
Ancaman lain, menurut Hendro, adalah kriminalitas yang terorganisir. Selain melakukan teror juga melakukan pembangkangan sipil, seperti tidak mau bayar pajak.
Claudia SB