KEBUMEN (SUARABARU.D) – Sungguh terlalu ulah RY (20), residivis asal Desa Karangsari, Kecamatan Kebumen. Lantaran mabuk, ia tega memukul temannya dengan botol minuman keras (miras) hingga korban terluka parah dan dijahit 103 jahitan.
Akibat penganiayaan tersebut tersangka harus kembali berurusan dengana polisi. Kini pemuda itu telah diamankan di Polsek Kebumen Kota. Padahal, korban tak lain N (25), yang juga tetangga dan teman main tersangka.
Kapolres Kebumen AKBP Piter Yanottama melalui Kapolsek Kebumen AKP Tarjono Sapto Nugroho dan Kasubbag Humas Polres Iptu Sugiyanto saat konferensi pers Rabu (6/1) menjelaskan, penganiayaan diawali dari aksi minum-minuman keras (miras).
Pemuda berusia 20 tahun itu, diduga melakukan penganiayaan kepada temannya AN (25) yang juga tetangganya, pada hari Kamis (31/12) sekitar Pukul 22.00 di Dukuh Keposan, Kelurahan/Kecamatan Kebumen.
Saat tersangka dalam keadaan mabuk karena pengaruh miras, ia mengejek seorang teman perempuannya dengan kata-kata tak pantas. Setelah kejadian itu, korban menegur tersangka karena perkataan yang tak senonoh.
Namun, bukan mengakui kesalahannya, justru tersangka naik pitam memukul korban dengan botol Anggur sebanyak 4 kali.
“Saat pertama dipukul, botol tepat mengenai pelipis korban hingga botol itu pecah. Teman-temannya yang berada di situ sempat melerai tersangka,”jelas AKP Tarjono didampingi Kanit Reskrim Ipda Fuad Inaya.
Tersangka semakin kesetanan begitu melihat korban mencoba melarikan diri. Botol yang sudah pecah kembali dipukulkan ke tersangka hingga mengakibatkan luka menganga di bagian kepala dan leher. Akibat peristiwa itu, korban harus dilarikan ke RSUD Kebumen dan dijahit sebanyak 103 jahitan.
Sedangkan tersangka ditangkap polisi pada hari Sabtu (2/1/2021) di kawasan Alun-alun Kebumen tanpa perlawanan. Kepada polisi tersangka telah mengakui perbuatannya melakukan penganiayaan kepada korban.
“Tersangka kami jerat dengan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dengan ancaman hukuman lima tahun penjara,”jelas Kapolsek Kebumen.
Sebelumnya tersangka yang tangan dan kakinya penuh tato itu pernah berurusan dengan hukum dari kasus yang sama, sekitar tahun 2015 di Bandarlampung, Sumatera.
Komper Wardopo