KUDUS (SUARABARU.ID) – Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2020 Badan Pusat Statistik Nasional menunjukan jumlah penduduk miskin di tahun 2020 menjadi 64,24 ribu atau setara dengan 7,31 persen. Jumlah penduduk miskin tersebut meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 58 ribu jiwa (6,68 persen).
Berdasarkan berita resmi statistik yang diterbitkan BPS Kudus, selain tingkat kemiskinan, Garis Kemiskinan penduduk Kabupaten Kudus juga mengalami kenaikan. Dari Rp 406.470 pada tahun 2019 menjadi Rp 429.666 di tahun 2020.
Kepala Badan Statistik (BPS) Kabupaten Kudus, Rahmadi Agus Santosa (55) mengungkapkan, pada periode tahun 2019 hingga tahun 2020, baik Indeks Kedalaman Kemiskinan maupun Indeks Keparahan Kemiskinan di Kudus mengalami kenaikan.
“Tetapi jika dilihat se eks Karesidenan Pati, Kudus menjadi kabupaten yang memiliki jumlah penduduk miskin terendah ke dua di bawah Jepara,” katanya.
Untuk mengukur tingkat kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan penduduk dari sisi ekonomi.
Berdasarkan kemampuan memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan, diukur dari sisi pengeluaran.
“Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang merupakan penjumlahan dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM),” terangnya.
Ia melanjutkan, jika penghitungan GK dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan di masing-masing provinsi. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita dalam satu bulan di bawah Garis Kemiskinan.
GKM merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kalori per kapita dalam sehari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi. Yang mewakili sub kelompok pengeluaran padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur, susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak.
Sementara GKBM adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.
“Indeks Kedalaman Kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, berarti semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk miskin dari garis kemiskinan,” jelas pria yang akrab disapa Agus itu.
Indeks Keparahan Kemiskinan memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.
Tm-Ab