JEPARA (SUARABARU.ID) – Jika bantuan pangan non tunai dilakukan oleh semua E-Warung di Jepara dengan jenis komoditas yang sama, paketan dan pengadaan dilakukan oleh agen E-Warung dilakukan pada badan usaha yang sama maka rawan terjadi penyimpangan. Sebab dengan model itu dimungkinkan terjadi intervensi dan monopoli dalam pengadaan bantuan non tunai.
Hal tersebut diungkapkan oleh Latifun, Ketua Fraksi DKBH (Demokrat, PKS, Berkarya,Hanura) DPRD Jepara menanggapi pelaksanaan bantuan pangan non tunai di wilayah Kabupaten Jepara.
Menurut Latifun berdasarkan data yang ada, bantuan dari pemerintah pusat melalui Kemensos nilai nominalnya sebesar Rp. 200 ribu tiap Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Sedangkan jumlah warga yang mendapatkan bantuan pada Desember ini sebanyak 140.986 PKM.
Bantuan tersebut disalurkan oleh Bank BTN kepada penerima bantuan melalui belanja bahan pokok sembako di E-Warung yang telah ditunjuk oleh Bank BTN dengan nilai Rp. 200.000,- rupiah. Jumlah E Warung di Jepara sekitar 189 buah. Untuk menjalankan program ini diangkat pendamping sosial.
Menurut Latifun, jika pengadaan dilakukan dengan model monopoli, ditunjuk dan diarahkan pada badan usaha tertentu maka potensi terjadi penyimpangan karena berpeluang ada fee dan juga keuntungan dari pemasok barang. “Akibatnya jumlah bahan pangan yang diterima oleh PKM tidak ada Rp. 200 ribu,”ujar Ketua Partai Demokrat Jepara..
Karena itu Latifun mengusulkan untuk menghindari penyimpangan dalam pemberian bantuan pangan tersebut sebaiknya dalam bentuk tunai. “Tugas pendamping sosial, desa, kecamatan dan kabupaten adalah mengedukasi penerima bantuan agar uang bantuan tersebut memang diperuntukkan untuk menambah gizi keluarga. Bukan untuk keperluan lain,” terang Latifun.
Dengan bantuan tunai juga dapat menghidupkan warung-warung kecil termasuk bakul blanjan yang ada diberbagai pelosok desa. Bukan hanya disentral di E-Warung yang pada umumnya memiliki modal kuat.
Hadepe