Oleh Dr KH Muchotob HamzahbMM
I. Milenium Satu Hijriyah
Pada milenium satu ini, ditandai dengan peradaban Islam yang membanjiri rahmah bagi dunia Timur dan Barat. Para ulama dari salafus-salih kalangan sahabat, mujtahidin khususnya imam yang empat (Hanafi, Maliki, Syafii dan Hanbali).
Kemudian para mufassir seperti Imam At-Thabari, Hujjatul Islam Ibnu Katsir yang pernah berguru kepada Ibnu Taimiyah meskipun berbeda mazhab.
Lalu ahli hadits bergelar akademik “khalifah” yang hafal 600.000 hadits dan perankat ilmunya seperti Imam Bukhari atau gelar “Al-Hafidz” yang hafal 300.000 hadits lengkap dengan perangkatnya seperti Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dan seterusnya.
Tidak ketinggalan para saintis dan teknolog seperti Ibnu Al-Fathir (Astronom), Al-Mawardi (pemikir politik), Jabir al-Hayyan (biolog dan kimiawan), Hujatul Islam Imam Al-Ghazali (teolog, filosof dan sufis) dan seterusnya.
Abu Yunus al-Misri (astronom dan astrolaber), Al-Idrisi (penemu kompas), Al-Khawaritsmi (penemu angka nol), Abbas bin Firnas (penemu pesawat terbang), Fathulah Khan (penemu bahan peledak), dan lain-lain.
Tak lupa juga sultan dan ahli strategi militer yang menaklukkan Konstantinopel, Muhammad al-Fatih (20 Jumadil Ula, 857 H/ 1453 M), yang jadi timbangan hancurnya Baghdad oleh koalisi Hulogu Khan dan Hepton, 9 Safar 565 H/14 Februari 1258 M). Berarti ada tenggang waktu 300 tahunan antara jatuhnya Bagdad dan Konstantinopel, pada milenium yang sama.
Perbedaannnya, Al-Fatih tetap menyelamatkan penduduk dan peradabannya, sementara Hulogu dan Hepton membantai 800.000 penduduk dan membakar 70 buah perpustakaannya.
Seorang filosof Perancis Jean Leureux menulis, andaikata perpustakaan Bagdad tidak dibakar, menurut prediksinya, manusia bumi dapat mencapai bulan pada tahun 1669, bukan tahun 1969 M yang dicapai oleh Neil Amstrong dkk.
Peradaban pada milenium satu ini bertumpu pada dua fondasi yaitu naqli dan aqli selain Ibnu Taimiyah. Beliau adalah penglawan tentara salib dan perintis pemahaman skriptualistik.
Milenium 2 H
Perlu dicatat bahwa keseimbangan (mizan) antara keduanya bersifat fluktuatif, tetapi tidak beranjak dari dua fondasi tersebut. Hasilnya, peradaban Islam dapat menebar kesejahteraan dunia.
Umat Islam waktu itu: pertama, memiliki kepercayaan diri yang kuat sehigga tidak gampang curiga pada orang lain. Kedua, menguasai ilmu qauliyah dan sebagian mereka menguasai ilmu kauniyah.
Ketiga, memegang teguh akhlaq islami (sufisme). Keempat, militan sekaligus tolerans. Kelima, membangkikan kreatifitas dan penjelajahan.
II. Milenium dua hijriyah
Awal milenium dua ditandai dengan perang salib dan lahirnya ulama fenomenal Muhammad Ibnu Abdul Wahab (1115-1296 H/1701-1793 M). Ajarannya disebut Wahabi, sebuah penamaan yang ditentang oleh sebagian pengikutnya, meskipun diakui oleh pentholan mereka, Syekh Abdul Aziz bin Baz.
Ajarannya fundamentalistik dan sangat politis sembari untuk mendirikan negara Saudi Arabia dan melepaskan diri dari Turki Utsmani.
Berbeda dengan milenium satu yang mampu bangun, jatuh dan bangun, setengah jalan dari milenium dua ini lebih banyak jatuhnya. Pasca perang salib negeri muslim dijajah Barat.
Kelahiran sekte Wahabi tidak membawa pencerahan dalam sainteks, tetapi sebaliknya. Contoh, Syekh Bin Baz justru menjadi pembela pendapat bumi datar yang ditolak oleh saintis dan teknolog.
Ajarannya mempengaruhi revivalis Jamaludin al-Afghani yang disudutkan oleh Wahabi mutakhir sebagai Syiah ghulah. Juga mempengaruhi sekte Salafi Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha yang pro kemajuan Barat.
Tetapi juga lebih banyak mempengaruhi kejumudan Jamaah takfir wal Hijrah, A-Qaeda, ISIS dan lain-lain.
Memang Wahabi Al-Qaeda, ISIS dimusuhi Barat, berbeda dengan Wahabi Saudi yang dimanja barat khususnya menghadapi Iran. Rasanya betul juga ungkapan bahwa Wahabi adalah proxywar barat menghadapi Islam
mainstream dan Syiah. Wallaahu A’lam bis-Shawaab!
Penulis Dr KH Muchotob Hamzah MM, Rektor Unsiq Jateng di Wonosobo