KEBUMEN (SUARABARU.ID) – HUJAN lebat selama dua hari di wilayah Kebumen menyebabkan bencana banjir dan tanah longsor di sejumlah wilayah. Paling parah tanggul Kali Telomoyo dI Kebumen selatan jebol selebar 50 meter.
Hal itu menyebabkan sekitar 1.200 warga Desa Madureja dan Sidobunder, Kecamatan Puring, diungsikan, demikian bunyi berita yang dikeluarkan Suara Baru pada 26 Oktober 2020 (https://suarabaru.id/2020/10/26/banjir-dan-longsor-di-kebumen-1-200-warga-puring-diungsikan)
Berdasarkan catatan tertulis, banjir bukan sebuah problem masyarakat masa kini saja. Di wilayah Kebumen era kolonial tercatat sejumlah peristiwa banjir yang cukup mengerikan dan memakan korban.
Sebuah berita dengan judul, Bandjir Eischt Drie Menschenlevens (Banjir Memakan Korban Tiga Orang) yang dilaporkan oleh harian Nieuws Van Den Het Daag Voor Nederlandscg Indie (1 Desember 1937) melaporkan hanyut dan tewasnya tiga orang akibat hujan lebat dan banjir di sejumlah wilayah Kebumen.
Sembilan tahun sebelumnya yaitu 1928 dilaporkan peristiwa banjir parah di Kebumen oleh harian De Indsiche Courant (14 Desember 1928) sbb:
…hujan lebat yang terus-menerus menyebabkan (sungai) Loekolo jatuh dari tepiannya dan membanjiri bagian barat kota hingga ketinggian 2 meter. Banyak rumah yang runtuh dan terseret, termasuk sejumlah perabotan. Banyak ternak kecil hilang dan 2000 balok pasar desa terhanyut
Sebuah penggalan berita dengan judul, Ban’djirs en Aardschuivingen in Kedoe (Banjir dan Tanah Longsor di Kedu) yang dimuat koran Soerabaiasch Handelsblaad (2 Desember 1904) menyebutkan kawasan utara Kebumen dilanda banjir dahsyat dan menjadi sebuah peringatan mengenai adanya “pola historis kebencanaan” yang bisa terulang kembali.
Kejadian yang lebih awal lagi terdeteksi menurut berita Bataviaasch Nieuwsblad (20 April 1895) yang melaporkan peristiwa banjir di seluruh Jawa pada tanggal 27-28 Maret termasuk di wilayah Karesidenan Bagelen di mana Kabupaten Kebumen berada di dalamnya.
Dilaporkan bahwa sungai Luk Ulo dan Kedungbener meluap, akibatnya mengakibatkan jalan utama menuju Kaligending menuju onderdistrik (kecamatan) Sadang maupun desa Bunting dan Seboro mengalami kerusakan amat hebat. Akibat kuatnya arus di bekas sungai, sejumlah batu di bendungan Kaligending, dan batu Kaliwadas Sampih serta Kemangguan terbawa arus sepanjang 60 dan 30 meter.
Dengan mempelajari pola historis kebencanaan melalui pemberitaan di masa silam berupa tanah longsor serta banjir yang pernah terjadi di wilayah Kebumen, setidaknya kebijakan pembangunan di wilayah ini harus bersifat antisipatif terhadap bencana alam yang bisa terjadi di kemudian hari.
Sekalipun kekuatan alam tidak mudah untuk diprediksi dan ditanggulangi, setidaknya dengan membaca pola historis kebencanaan dan mempelajari perilaku alam di sejumlah wilayah, menjadikan para pemangku kepentingan dan masyarakat semestinya bisa mengambil kebijakan yang bersifat antisipatif tinimbang reaktif.
Teguh Hindarto, SSos MTh, Peminat Kajian Sosial dan Sejarah tingal di Kebumen.