JAKARTA (SUARABARU.ID)– Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Pusat, Firdaus menyatakan, pihaknya menyesalkan adanya berbagai kalangan dalam mencapai tujuan dengan menghalalkan berbagai cara. Termasuk menggunakan influencer dan buzzer, sehingga pada masa tertentu masyarakat akan terus terbelah.
Hal itu juga yang menurut dia, memunculkan banyak informasi salah di masyarakat. Hingga sebelum dan setelah Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang, pada Senin (5/10/2020), pro kontra pun semakin menajam.
Ditambahkan Firdaus, pembelokan informasi paling masif terjadi pada klaster ketenagakerjaan, yang disinyalir motifnya beragam. Padahal semangat dari UU Cipta Kerja adalah memberikan perlindungan secara komprehensif terhadap pekerja.
BACA JUGA : Doni: 17 Persen Masyarakat Yakin Tidak Akan Terinfeksi Covid-19
”Media menyajikan kritik konstruktif itu merupakan sebuah kewajaran. Tujuannya sebagai penyeimbang. Karena pers bagian dari pilar demokrasi bangsa. Namun melihat realitas di lapangan, khususnya di seluruh Tanah Air, muncul disinformasi. Tanpa check and balance,” ujar Firdaus dalam keterangannya, Rabu (7/10/2020).
Di tengah pandemi ini, lanjut dia, SMSI berharap seluruh pengurus dan anggota SMSI, agar dapat mengonsolidasikan informasi yang didapat. ”Khususnya kepada karyawan, jurnalis di lapangan. Untuk meluruskan informasi yang didapat. Ini sebagai upaya mendukung dan menciptakan kondusivitas,” tuturnya.
SMSI pun berharap kepada seluruh anggota dan pengurus, untuk tetap dalam satu alur hierarki. ”Jaga sikap kita, tetap pada jalur yang benar. Tidak mengambil kebijakan sendiri-sendiri, yang akan membuat semakin lemahnya citra dan tatanan dalam berbangsa dan bernegara,” urai Firdaus.
SMSI juga meminta seluruh pengurus dan anggota, mampu membina karyawan khususnya jajaran manajemen dan redaksi, untuk tetap produktif di tengah keterbatasan yang dihadapi. Ini pun sebagai upaya dalam menjaga keseimbangan informasi, sehingga bangsa kita tidak tenggelam dalam kegelapan.
”Saatnya kita berperan, mendorong iklim investasi, khususnya situasi dan kondisi saat ini yang serba tidak menentu. Tunjukan bahwa perusahaan media siber anggota SMSI memiliki arah dalam membangun bangsa dan negara. Paling tidak seluruh perusahaan anggota SMSI konsisten menjaga keseimbangan informasi,” jelasnya.
Poin Pokok
Ditegaskan dia, SMSI memastikan UU Cipta Kerja memberikan perlindungan yang komprehensif bagi tenaga kerja. Bahkan untuk pekerja kontrak pun diberikan kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). ”Kita sudah cek, dan kami pastikan UU Cipta Kerja membuat para tenaga kerja akan banyak terbantu,” ungkap Firdaus.
Dia pun kemudian memberikan contoh yang muncul dalam informasi yang beredar. ”Tidak benar, bahwa tidak ada status karyawan tetap dan perusahaan bisa melakukan PHK kapan pun. Ketentuan dalam Pasal 151 Bab IV Undang-Undang Cipta Kerja, memberikan mandat yang jelas, bahwa pemerintah, pengusaha dan serikat pekerja mengupayakan tidak terjadi PHK,” jelasnya.
Dan bila akan melakukan PHK, ketentuannya diatur dengan tahap yang jelas. Harus melalui pemberitahuan ke pekerja, perlu ada perundingan bipartit, dan mekanisme penyelesaian hubungan industrial. ”Jadi tidak serta merta langsung bisa PHK. Itu poin pokoknya,” tukas Firdaus.
Dipaparkan dia, Pasal 153 Bab IV UU Cipta Kerja juga mengatur pelarangan PHK, dikarenakan beberapa hal. Misalnya berhalangan kerja karena sakit berturut turut selama satu tahun, menjalankan ibadah karena diperintahkan agamanya, menikah, hamil, keguguran kandungan dan menyusui.
Selanjutnya, memiliki pertalian darah dengan pekerja lainnya di satu perusahaan, menjadi anggota serikat pekerja, mengadukan pengusaha kepada polisi karena yang bersangkutan melakukan tindak kejahatan, berbeda agama, jenis kelamin, suku, aliran politik, kondisi fisik, maupun keadaaan cacat karena sakit atau akibat kecelakaan.
Pasal 154 Bab IV UU Cipta Kerja juga mengatur PHK hanya boleh karena penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan, perusahaan melakukan efisiensi, perusahaan tutup karena kerugian, perusahaan tutup karena force majeur.
Beri Cuti
Termasuk penundaan kewajiban pembayaran utang, perusahaan pailit, perusahaan merugikan pekerja, pekerja melanggar ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, pekerja ditahan oleh pihak berwajib, pekerja sakit berkepanjangan lebih dari satu tahun.
Firdaus pun mempertegas, tidak benar karyawan alih daya atau outsourching bisa diganti dengan kontrak seumur hidup. Pasal 66 UU Cipta Kerja menjelaskan, hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja atau buruh yang dipekerjakannya, didasarkan pada perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis, baik perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
Bahkan UU Cipta Kerja mengatur perjanjian kerja itu harus memberikan perlindungan kesejahteraan pekerja, serta kemungkinan perselisihan yang timbul harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Kemudian dia juga menuturkan, tidak benar bahwa hak cuti karyawan dihilangkan. Pasal 79 UU Cipta Kerja mengatur pengusaha wajib memberikan cuti. Cuti yang dimaksud antara lain cuti tahunan, paling sedikit 12 hari kerja, setelah pekerja atau buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan secara terus menerus.
Selain itu dia juga menyebutkan, tidak benar bahwa jaminan sosial dan kesejahteraan lainnya hilang. Pada Pasal 82 UU Cipta Kerja, memberikan jaminan sosial tenaga kerja, bahkan ditambahkan. Jaminan sosial meliputi kesehatan, kecelakaan kerja, hari tua, pensiun, kematian dan kehilangan pekerjaan.
”SMSI sebagai organisasi perusahaan media yang didalamnya berhimpun para pengusaha media siber, berharap perusahaan media tetap menyajikan informasi yang benar, akurat dan berimbang. Kami berharap ini dapat dipahami secara utuh oleh publik, sehingga tercipta ikilm bisnis yang baik,” tandas dia.
Riyan