SEMARANG (SUARABARU.ID)– Berdasarkan rilis data inflasi dari Badan Pusat Statistik pada Agustus 2020, Jawa Tengah kembali mencatat deflasi sebesar -0,03 (mtm), melanjutkan pelemahan laju inflasi bulan Juli -0,09% (mtm).
Realisasi itu juga lebih rendah dibandingkan rata-rata dalam lima tahun terakhir 0,01% (mtm). Dengan realisasi itu, secara tahunan inflasi Jateng sebesar 1,28% (yoy) juga lebih rendah dari Nasional yang sebesar 1,32% (yoy).
”Deflasi yang terjadi pada Agustus 2020 bersumber dari penurunan harga kelompok barang dan jasa, makanan, minuman, dan tembakau. Kelompok barang dan jasa memberikan kontribusi terbesar pada deflasi, dengan mencatatkan penurunan indeks harga -0,96% (mtm),” kata Direktur Kepala Grup Kanwil Bank Indonesia Jateng, Iss Savitri Hafid, Selasa (15/9/2020).
BACA JUGA : BI Perkenalkan Uang Pecahan Baru Rp 75.000 ke Bupati Kebumen
Realisasi itu lebih dalam dari deflasi bulan lalu -0,66% (mtm). Lebih lanjut, deflasi juga turut didorong oleh perlambatan laju inflasi pada kelompok barang dan jasa kesehatan (0,21%;mtm) dan kelompok barang dan jasa penyediaan makanan dan minuman (0,14%;mtm).
Iss menambahkan, deflasi pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau terutama bersumber dari sub-kelompok makanan. Deflasi pada sub-kelompok ini tercatat sebesar -1,21% (mtm), semakin dalam dari deflasi bulan lalu sebesar -0,92% (mtm).
Penurunan harga pada sejumlah komoditas utama seperti bawang merah, cabai rawit, daging ayam ras, dan cabai merah, merupakan sumber terjadinya deflasi. Indeks harga bawang merah tercatat turun sebesar -16,52% (mtm), melanjutkan penurunan pada bulan Juli sebesar -23,69% (mtm).
Pasokan bawang merah yang terus meningkat seiring dengan masa panen yang masih berlangsung di daerah sentra produksi, yaitu Kabupaten Brebes, Pati, dan Demak menjadi penyebab penurunan harga itu.
Demikian halnya dengan penurunan harga daging ayam ras yang tercatat sebesar -8,67% (mtm), semakin dalam dibandingkan bulan sebelumnya sebesar -3,12% (mtm).
Penurunan harga komoditas daging ayam ras yang terus berlanjut seiring dengan peningkatan pasokan dari peternak mandiri itu, terjadi ketika tingkat permintaan masih rendah.
Faktor daya beli masyarakat yang belum pulih dan belum optimalnya operasional sektor usaha (restoran dan katering) yang mengolah komoditas itu, sebagai penyebab permintaan masih rendah.
Indeks harga cabai rawit dan cabai merah juga masih melanjutkan tren penurunan yang telah berlangsung sejak Maret lalu, seiring dengan surplus pasokan kedua komoditas itu.
”Penurunan laju tekanan inflasi pada kelompok kesehatan bersumber dari sub-kelompok obat-obatan dan produk kesehatan. Indeks harga pada sub-kelompok ini melambat dari 0,92% (mtm) pada bulan lalu menjadi 0,58% (mtm) pada Agustus 2020,” imbuh Iss.
Perlambatan tekanan inflasi pada sub-kelompok itu utamanya bersumber dari penurunan harga vitamin. Komoditas itu mengalami penurunan indeks harga tertinggi di antara komoditas lain, dari 4,54% (mtm) pada bulan lalu menjadi 0,57% (mtm) pada Agustus 2020.
Peningkatan harga vitamin mengalami perlambatan seiring dengan pasokan yang telah kembali normal. Pada periode awal pandemi, pasokan yang tersedia tidak mampu mencukupi lonjakan permintaan, sehingga harga mengalami peningkatan.
Perlambatan tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok barang dan jasa penyediaan makanan dan minuman, yang bersumber dari sub-kelompok jasa pelayanan makanan dan minuman. Indeks harga sub-kelompok itu tercatat 0,14% (mtm) lebih rendah dari bulan lalu sebesar 0,30% (mtm).
Akan Meningkat
”Komoditas yang berkontribusi terhadap perlambatan tekanan inflasi adalah beberapa makanan olahan, seperti ayam bakar, gudeg, gulai, ketupat/lontong sayur, dan beberapa makanan olahan lainnya,” papar dia lagi.
Tiga kota pantauan inflasi pada Agustus 2020 mengalami deflasi dan tiga kota lain mengalami inflasi dengan intensitas yang beragam. Deflasi tertinggi terjadi di Kota Purwokerto (-0,12%), kemudian Cilacap (-0,09%) dan Semarang (-0,06%). Sedangkan inflasi terjadi di Kota Surakarta (0,12%), Tegal (0,09%), dan Kudus (0,05%).
Ke depan, tekanan Inflasi bulanan Jateng diperkirakan akan melambat. Perlambatan laju inflasi diperkirakan masih bersumber dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau. Sementara risiko inflasi diperkirakan bersumber dari kelompok barang dan jasa perawatan pribadi dan jasa lainnya.
Faktor utama penahan laju inflasi kelompok barang dan jasa ini adalah komoditas bawang merah, yang tengah memasuki musim panen. Diperkirakan pada Bulan Juli hingga September merupakan puncak musim panen di Provinsi Jateng, sehingga pasokan diperkirakan akan meningkat.
Safe Heaven
Lebih lanjut, komoditas lain yang diperkirakan akan menahan laju inflasi adalah daging ayam ras dan telur ayam ras, seiring dengan produksi yang kembali meningkat dan cenderung over supply, di tengah keterbatasan daya beli masyarakat akibat pendapatan masyarakat yang menurun.
Sementara itu, faktor risiko yang berpotensi mendorong tekanan inflasi diperkirakan bersumber dari kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya.
Komoditas yang diperkirakan menjadi sumber peningkatan laju inflasi adalah emas perhiasan, seiring dengan tren peningkatan harga emas global akibat ketidakpastian pasar keuangan, sehingga mendorong investor mengalihkan asetnya ke instrumen safe heaven, yaitu emas.
Menyikapi hal itu, Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPD) akan terus melakukan empat kunci pengendalian inflasi, yaitu ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi, dan komunikasi yang efektif.
”Upaya itu diharapkan dapat menjaga inflasi Jateng pada tahun 2020 tetap berada pada kisaran sasaran inflasi 3,0%±1%,” pungkasnya.
Hery Priyono-Riyan