TEMANGGUNG (SUARABARU.ID) -Di wilayah Kabupaten Temanggung banyak ditemukan benda-benda yang mempunyai nilai sejarah tinggi, baik berupa candi maupun benda peninggalan purbakala lainnya. Seperti yang ada di Dusun Purwosari, Desa Gondosuli, Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung.
Di dusun yang letaknya sekitar 2 km dari Candi Gondosuli tersebut, terdapat satu bongkahan batu berukuran besar yang mempunyai keunikan tersendiri. Pada batu tersebut terdapat gambar atau relief berbagai macam bentuk wayang yang mirip dengan wayang kulit.
Karena, di batu tersebut terdapat pahatan relief wayang, maka masyarakat setempat menyebut batu berukuran panjang sekitar 2 meter dan lebar 50 cm tersebut dengan sebutan Watu Wayang.
Di Watu Wayang yang berada ada di tengah lahan persawahan milik penduduk tersebut, bisa dilihat berbagai macam bentuk relief wayang seperti Janaka, Puntadewa, Werkudara. Selain itu, di batu tersebut juga ada relief seekor sapi bertanduk.
“Pahatan wayang di dalam batu tersebut cukup rapi. Kemungkinan pahatan itu hanya menggunakan dengan tangan, mengingat tidak ada secuilpun hasil pahatan itu melenceng,” kata juru kunci Watu Wayang, Dahro Mahfud Afsani.
Dahro mengatakna, keberadaan Watu Wayang tersebut diperkirakan sudah berumur ratusan tahun. Dan dirinya tidak mengetahui secara pasti siapa yang mengukir batu andesit tersebut dengan gambar aneka macam wayang tersebut. Karena, di batu tersebut tidak ada penanggalan maupun prasasti tentang pembuatan relief tersebut.
Menurutnya, berdasarkan dari cerita dari para leluhur yang ada di Desa Gondosuli, keberadaan relief wayang yang ada di atas permukaan batu tersebut memahatnya menggunakan kuku dari salah satu tangan dari wali yang pernah bersemadi di dusun tersebut.
Gamelan Malam Kliwon
Ia menambahkan, pada malam-malam tersebut di Dusun Purwosari yang terletak sekitar 200 meter dari batu tersebut sering terdengar sayup-sayup alunan musik gamelan seperti sedang mengiringi pertunjukan wayang kulit.
“Biasanya penduduk di sini (Dusun Purwosari, red) sering mendengar sayup-sayup gamelan pada malam Selasa Kliwon dan malam Jumat Kliwon,” ujar mantan Pamong Desa Gondosuli itu.
Untuk dapat menyaksikan bentuk relief wayang yang ada di batu tersebut lebih jelas, Dahro sering menaburi Watu Wayang tersebut dengan tepung dan kemudian membersihkannya dengan dedaunan yang ada di sawah tersebut.
Dahro menjelaskan, semula Watu Wayang tersebut tertutup gundukan tanah yang menimbun lahan persawahan. Tanah yang menimbun batu tersebut baru dibuka.
Saat itu kakeknya yang bernama Tijtro Prawiro dalam tidurnya bermimpi dan dibisiki agar tanah yang menimbun Watu Wayang tersebut dibuka. Dan setelah dibuka di dalam timbunan tanah tersebut terdapat batu yang bergambar aneka macam wayang.
“Selain itu, dibukanya tanah yang menimbun batu itu juga untuk memudahkan petani yang membajak areal persawahan tersebut,”imbuhnya.
Setelah dibuka, hingga kini Watu Wayang tersebut sering dikunjungi oleh sejumlah wisatawan dari luar kota dan juga para pelajar. Selain Watu Wayang yang sering dikunjungi pengunjung dari luar kota, sekitar 50 meter dari lokasi tersebut juga sumber mata air yang sering dikunjungi orang untuk mandi setelah semadi di batu itu.
Air yang keluar dari mata air Sendang Sideng tersebut sangat jernih airnnya dan hanya mempunyai lebar dengan diameter sekitar 2 meter dengan kedalaman sekitar 3 meter.
Mata air dari Sendang Sideng tersebut tidak pernah surut, meskipun musim kemarau tiba. Di Desa Selain Watu Wayang, di Desa Gondosuli juga banyak ditemukan berbagai macam benda-benda purbakala, yakni Watu Kenteng dan Watu Lumpang. Juga tidak jauh dari Watu Wayang tersebut terdapat puing-puing batu bangunan Candi Gondosuli .
Di dekat puing-puing bangunan candi tersebut ada batu besar berukuran sekitar 50 cm x117 cm tersebut merupakan prasasti Gondosuli yang bertuliskan huruf Jawa Kuna dan menggunakan Bahasa Melayu Kuna.
Tulisan yang ada di batu tersebut sebanyak 14 baris menyebutkan, nama tokoh Rakai Rakaryan Patapan Pu Palar sebagai raja di Mataram Hindu (Mataram Kuna, bangunan Suci Sang Hyang Wintang (Candi Gondosuli).
Di Prasasti tersebut juga tertulis Sengkalan di atas Partapan yakni7543 Caka atau 824 Masehi . Isi dari prasasti Gondosuli ini juga dapat dijumpai dalam Prasasti Karang Tengah yaitu ditulis pada tahun 824 Masehi.
Yon-trs