JEPARA(SUARABARU.ID) – Kamis (6/8/2020), sidang sengketa lahan di proyek PLTU Tanjung Jati B 5-6, kembali digelar di Pengadilan Negeri Jepara. Pada sidang kali ini hakim memberi kesempatan kepada para penggugat dan tergugat untuk menyampaikan bukti-bukti tambahan yang dimilikinya.
Pihak tergugat 1 akhirnya menyampaikan satu bukti terkait dengan lahan yang disengketakan. Sementara penggugat tidak mengajukan bukti tambahan.
Sidang di PN Jepara sendiri kemarin berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Majelis Hakim PN Jepara yang terdiri dari Yuli Purnomosidi, SJ, MH. (Hakim Ketua), Veni Mustikowati, SH,MH (Anggota) dan Dami Hardiyantoro SH, MH (anggota), hanya memberi kesempatan penggugat dan tergugat untuk menyampaikan bukti saja. Selanjutnya, persidangan dinyatakan ditunda sampai 19 Agustus 2020.
“Kalau memang sudah disampaikan bukti-bukti tambahan yang disampaikan cukup, maka sidang kami tunda sampai 19 Agustus 2020. Kami, Majelis Hakim PN Jepara akan berdiskusi untuk membuat kesimpulan lebih dulu. Hasilnya kami sampaikan pada sidang berikutnya,” ujar Yuli Purnomosidi, Kamis (6/8/2020).
Pada sidang tersebut, pihak tergugat melalui kuasa hukumnya menyampaikan tambahan alat bukti kepada Majelis Hakim PN Jepara. Alat bukti tersebut berupa gambar peta bidang tanah yang disengketakan. Lembaran itu disebut-sebut sebagai dokumen Letter C bernomor C 2885 / Ipeda atas nama Tabri bin Karso yang diterbitkan 25 Januari 2018.
Usai sidang, Kuasa Hukum dari para tergugat sayangnya tidak mau memberikan pernyataan apapun. Seperti sidang-sidang sebelumnya mereka menyatakan tidak mau memberikan peryataan apapun, karena proses persidangan masih berjalan.
Menurut penggugat, melalui kuasa hukumnya, Mulyanto SH., alat bukti yang disampaikan oleh para tergugat sepengetahuannya biasa disebut Ipeda atau Iuran Pembangunan Daerah). Dokumen ini bahkan tidak bisa disebut sebagai sebuah dikumen tanah Leter C. Dokumen yang disampaikan sendiri diketahui diterbitkan pada 25 Januari 2018 atas nama Tabri bin Karsa.
Sedangkan bukti tersebut jika dilihat dari tanggal penerbitannya, sudah menunjukan kelemahan atas klaim tanah yang disampaikan mereka. Sebab proses jual beli lahan yang melibatkan para tergugat terjadi pada tahun 2011. Sehingga dalam hal ini jelas sekali adanya ketidak sesuaian bukti dan klaim yang mereka sampaikan. Sedangkan penggugat memiliki bukti sertifikat hak milih tanah yang disengtakan.
“Selain itu, yang menjadikan kami bertanya-tanya, mengapa bisa muncul alat bukti tersebut. Padahal klien kami sudah memiliki Setifikat Hak Milik atas lahan yang disengketakan itu. Ya jelas menjadi sebuah kejanggalan tentunya. Selanjutnya kami menunggu keputusan Majelis Hakim pada sidang selanjutnya,” ujar Suhardi, SH., usai persidangan, Kamis (6/8/2020).
Sidang tersebut bermula dari penjualan tanah hak miliki Suri Jemadin oleh Tasri dan Tabri kepada PT Central Java Power seluas 1.370 m2. Penjualan tanah hak miliki tersebut kemudian didgugat oleh kedua ahli waris Suri Jemadin, Susiati dan Suliyat.
Rdks / ua