blank
Ketua DPRD Kudus Masan bersama anggota usai mengunjungi TPA Tanjungrejo. foto:Suarabaru.id

KUDUS (SUARABARU.ID) – DPRD Kabupaten Kudus akan berupaya memperluas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Tanjungrejo. Upaya tersebut dilakukan lantaran kondisi TPA Tanjungrejo saat ini sudah overload.

Hal tersebut disampaikan Ketua DPRD Kudus Masan saat meninjau lokasi TPA Tanjungrejo, Minggu (26/7). Kunjungan tersebut dilakukan Masan di sela-sela kegiatan bhakti sosial yang dilakukan bersama rombongan DPRD Kudus.

“Dari pantauan kami, memang TPA ini sudah overload dan membutuhkan perluasan,”kata Masan.

Lebih lanjut, dikatakan Masan, perluasan lahan tersebut bisa dilakukan dengan membeli lahan warga yang ada di sekitar TPA. Apalagi, saat ini warga pemilik lahan sekitar TPA juga mengeluh karena tanahnya tercemari cairan limbah yang muncul dari TPA.

Ditambahkan Masan, perluasan TPA Tanjungrejo tersebut rencananya akan diusulkan pada pembahasan APBD Perubahan 2020 ini. Namun tidak menutup kemungkinan, pembahasan akan dilanjutkan di APBD 2021 dengan melihat kemampuan keuangan daerah yang ada.

“Kami akan upayakan pengalokasian anggaran di APBD Perubahan 2020 ini,”tukasnya.

Disinggung berapa besar kebutuhan anggaran yang perlu dialokasikan, kata Masan tentu harus berdasarkan kajian. Jika untuk kebutuhan pembelian lahan, tentu harganya harus disesuaikan dengan apraisal dari lembaga yang memiliki kompetensi.

Dan juga, kata Masan, alokasi anggaran tersebut nantinya tak hanya untuk pengadaan lahan saja. Tapi yang lebih penting adalah untuk melengkapi sarpras pengelolaan sampah yang ada.

“Yang terpenting adalah sarpras pengelolaan sampah. Jadi, di TPA ini nantinya sampah tak hanya ditimbun, tapi bisa didayagunakan untuk kepentingan lain seperti pembuatan pupuk, atau daur ulang lainnya,”tandasnya.

Cemari Tanah Warga

Sementara, Wartono salah satu pemilik lahan di sekitar TPA, menyambut baik upaya DPRD Kudus untuk memperluan lahan TPA. Pasalnya, selama ini lahan miliknya banyak dicemari oleh zat-zat kimia yang berasal dari sampah TPA.

“Pembangunan pagar TPA tidak pernah berkoordinasi dengan warga.Pagar dibangun persis di batas lahan TPA dan lahan warga. Akibatnya air dari TPA mengalir ke lahan kami,” katanya.

Akibat tercemar air limbah TPA, Wartono mengaku ratusan tanaman tebu miliknya mati. Tanaman tebu juga tidak bisa diolah menjadi gula tumbu. Jika dipaksakan jadinya encer, air tebunya hitam.  “Lahan yang ditanami ketela juga tidak bisa menghasilkan apa-apa. Kondisi ini sudah bertahun-tahun lamanya,” katanya.

Akibat pencemaran itu, Wartono pun kesulitan mencari pekerja penggarap lahan. Saat musim hujan, air dari TPA berwarna hitam dan beruap. Air itu mengalir ke lahan kami. “Melihat itu para pekerja takut dan tidak mau menggarap lahan,” katanya.

Kondisi itu, lanjut Wartono, pernah disampaikan ke pengelola TPA. Namun, pengelola TPA juga bingung karena lahan yang ada sudah overload. “Kami berharap segera ada solusinya. Salah satunya mungkin lahan kami bisa dibeli untuk perluasan TPA,” katanya.

Luas TPA Tanjungrejo yang mencapai 5,6 hektare kini sudah overload. TPA itu menerima kiriman sekitar 120-130 ton sampah setiap hari. Sampah kiriman hanya dipadatkan dan diratakan dengan dua alat berat jenis ekskavator dan bulldozer.

Tm-Ab