WONOSOBO(SUARABARU.ID)-DPR RI telah mengesahkan UU No 2 tahun 2020 tentang Penetapan Perpu No 1 tahun 2020 yang berisi kebijakan keuangan dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi covid-19.
Pasal krusial yang menjadi sorotan masyarakat adalah terkait dengan penghapusan dana desa sebagaimana tertuang dalam Pasal 28 ayat (8) UU No 2 tahun 2020.
Pasal tersebut berbunyi: Pada saat Peraturan Pemerintah Pengganti UU ini mulai berlaku maka Pasal 72 ayat (2) beserta penjelasannya UU No 6 tahun 2020 Tentang Desa dinyatakan tidak berlaku lagi sepanjang berkaitan dengan kebijakan keuangan negara untuk penanganan penyebaran covid-19 dan atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan berdasarkan PP pengganti UU ini.
Ketua Komisi A DPRD Wonosobo, Suwondo Yudhistiro, Kamis (9/7), secara tegas menolak substansi yang menghapus dana desa, karena munculnya dana desa ini sudah melalui pembahasan sangat panjang di DPR RI. Sampai membutuhkan waktu 9 kali masa persidangan karena saking alotnya pembahasan.
“Di samping itu, juga karena adanya desakan politik dari Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) dan Persatuan Kepala Desa Se-Indonesia yang tergabung dalam Parade Nusantara,” katanya.
Jadi prosesnya membutuhkan perjuangan panjang, karena itu tidak bisa tiba-tiba dipangkas karena untuk penanganan covid-19.
Menurut Suwondo yang juga politisi muda PKB itu, dana desa merupakan wujud keberbihakan negara kepada desa sebagai entitas politik dan kultural yang sudah ada terlebih dahulu sebelum berdirinya NKRI.
“Adanya dana desa dimaksudkan agar terjadi percepatan dan pemerataan pembangunan. Karena selama ini desa lebih banyak dijadikan sebagai obyek pembangunan saja sehingga sangat timpang dengan daerah perkotaan,” tandasnya.
Nawa Cita
Dengan adanya dana desa, sambungnya, otomatis desa menjadi subyek pembangunan sehingga bisa lebih terpacu untuk membangun sesuai dengan ruang lingkup yang diatur dalam UU No 6 tahun 2014 Tentang Desa.
UU tersebut, katanya, memiliki ruang lingkup pemerintahan desa, pembangunan desa, pemberdayaan masyarakat desa dan pembangunan kemasyarakatan desa.
“Semangat pemberian dana desa juga selaras dengan salah satu isi Nawa Cita Presiden Joko Widodo yaitu membangun dari daerah pinggiran, terdepan dan terluar agar segera terjadi pemerataan pembangunan,” cetusnya.
Kalau dana desa ini dicabut kembali, pandangnya, ini adalah langkah kemunduran karena desa akan kembali sangat bergantung dari program Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi atau Pemerintah Kabupaten.
“Jadinya sentraliatik lagi seperti zaman orde baru. Kalau seperti itu yang terjadi ada desa yang dapat banyak dan ada desa yang tidak dapat program atau anggaran sama sekali. Tergantung kreatifitas kemampuan lobi kepala desanya. Hal ini akan menimbulkan ketimpangan pembangunan antar desa,” tegasnya.
Suwondo meminta kepada pemerintah untuk tidak mencabut dana desa kalau hanya alasan penanganan Covid-19 atau stabilitas keungan negara. Karena dengan dana desa pula Pemerintah Desa bisa melakukan pencegahan penularan Covid-19 dan sekaligus memberikan JPS yang diambilkan dari dana desa.
“Kalau dana desa tidak ada, lalu dalam situasi seperti ini pemerintah desa mau menggunakan dana apa untuk mengatasi pandemi Covid 19 ini. Kan ndak ada sumber dana lain yang bisa digunakan untuk penangan Covid-19 di desa kecuali diambilkan dari dana desa,” katanya.
Menurut Suwondo, kaberadaan dana desa sungguh sangat diperlukan, karenanya mohon agar jangan dicabut. Kalau penanganan Covid-19 sudah selesai maka UU No 2 tahun 2020 agar dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi sehingga dana desa kembali bisa dianggarkan.
“Saya yakin bahwa Kementerian Keuangan masih punya cara lain untuk mengatasi defisit APBN karena Pandemi Covid-19 ini dengan menggali dari sumber pendapatan lain, tidak harus memangkas dana desa,” ungkapnya.
Muharno Zarka/mm