blank
Kuasa Hukum PWSPP Arif Sahudi SH MH (Kanan) bersama rekan tengah menunjukkan permohonan uji materi pasal 201 A Perppu RI no 2 Tahun 2020 ke MK. Foto: Bagus Adji.   

SOLO (SUARABARU.ID)-Paguyuban Warga Solo Peduli Pemilu (PSWPP) mengkritisi rencana  pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2020  yang bakal digelar pada Desember mendatang. Mereka mengajukan judicial review terkait Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu)  Republik Indonesia  tahun 2020 khususnya pasal 201 A ayat  (1 dan (2) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Uji materi terhadap peraturan pengganti undang undang mengenai penundaan Pilkada serentak tahun 2020 didasari alasan belum adanya pencabutan  Keppres No 12 tahun 2020 Tentang Penetapan Bencana Nonalam  Penyebaran covid-19.

“PWSPP meminta MK untuk menyatakan pasal 201 A ayat (1) dan (2)  mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai tahapan Pilkada serentak dapat dilaksanakan setelah Keppres no 12  tahun 2020 dicabut,” kata Kuasa Hukum PWSPP Arif Sahudi SH MH di Solo, Selasa (9/6).

Ditambahkan  permohonan uji materi ke MK telah diajukan secara on line pada sehari sebelumnya dan sudah diterima pihak berwenang. Pasal 201 A  ayat (1) dan (2) Perppu Republik Indonesia no 2 tahun 2020, lanjut kuasa hukum Arif Sahudi, menyebutkan bahwasanya  Pilkada serentak  tahun 2020 yang ditunda karena bencana nonalam akan dilaksanakan Desember 2020.

Tahapannya akan dimulai Juni 2020. Disisi lain  Presiden RI menerbitkan Keppres no 21 tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Covid 19  pada 13 April 2020. Keppres disebut terakhir hingga kini belum dicabut. Sehingga secara hukum Perppu Penundaan Pilkada tersebut tidak dapat dilaksanakan selama Keppres 12 Tahun 2020 tidak dicabut.

Bilamana Pilkada 2020 tetap dilaksanakan  berpotensi berbiaya mahal. Terbukti KPU mengajukan tambahan anggaran Rp 535,981 miliar untuk pengadaan Alat Pelindung Diri (APD). Artinya pemaksaan ini berdampak pembengkaan uang. Pertanyaannya apa pemerintah daerah punya anggaran.

Tahapan Pilkada seperti penetapan calon, kampanye, pemungutan suara, penghitungan suara, dan rekapitulasi berpotensi menarik perhatian dan memicu pengumpulan masa. Selain risiko keamanan dan kesehatan juga dapat membahayakan rakyat.

Dalam kondisi darurat hampir seluruh tahapan Pilkada tidak dapat dilaksanakan secara optimal. Begitu pula dengan tingkat  partisipasi, legitimasi hasil Pilkada pun akan banyak yang mempertanyakan. “Secara hukum Perppu Penundaan Pilkada tidak bisa dilaksanakan selama Keppres No 12 tahun 2020 tidak dicabut,” terangnya.

Bagus Adji-trs