PURWOREJO (SUARABARU.ID)– Masa tanggap darurat pandemi Covid-19 di Kabupaten Purworejo yang diperpanjang 14 hari lagi, membuat sebagian anggota gugus tugas desa mengalami beberapa kendala. Salah satunya adalah biaya yang dikeluarkan semakin membengkak, petugas juga sudah mulai lelah dan bosan.
Kejenuhan itu diakui oleh Dwinanto, Kades Krandegan, Kecamatan Bayan yang menerima keluhan dari beberapa koleganya. Terutama terkait dengan penjagaan posko dan penutupan ruas jalan.
“Tapi tidak semua desa mengalami hal itu. Desa yang sedari awal mengonsep program kerja dan kegiatannya secara efektif dan efisien, relatif lebih bisa bertahan lama dalam mengatasi rasa jenuh dan pembengkakan anggaran,” kata Dwinanto.
Desa Krandegan memang sejak awal sudah mempersiapkan berbagai konsep program sosial untuk warganya yang terdampak pageblug ini.
“Jumlah relawan yang terlibat dalam gugus tugas Covid-19 Desa Krandegan sekitar 100 orang. Terdiri dari semua komponen lembaga desa. Akan tetapi yg bertugas menjaga posko selama 24 hanya perangkat desa. Sedang relawan lain, punya tugas lain sesuai job deskripsinya,” terang Dwinanto lagi.
Dalam sehari, petugas piket posko dibuat menjadi tiga shift, dua orang perangkat desa. Sejak awal di Desa Krandegan tidak pernah memasang portal untuk menutup akses masuk jalan. Jadi tugas relawan tidak untuk menjaga portal. Masing – masing perangkat masuk dua hari sekali sekaligus untuk piket, karena semua kegiatan administrasi dapat dilakukan secara online.
“Selain tidak menimbulkan kerumunan di posko serta efisiensi tenaga relawan, dari sisi anggaran juga bisa ditekan. Tiap hari kami hanya menganggarkan uang makan untuk 6 orang. Tidak membebani warga, juga tidak membebani anggaran desa,” jelas pria yang juga aktif di paguyuban Kades (Polosoro) ini.
Mengenai penutupan jalan seperti yang dilakukan oleh hampir semua desa dan kelurahan di Kabupaten Purworejo, Dwinanto merasa belum ada arahan yang jelas dan dasar hukumnya.
“Sejauh mana korelasi antara tingkat rendahnya penularan virus corona dengan penutupan jalan juga tidak ada hasil kajiannya. Alih alih membuat warga tenang, penutupan jalan justru akan merepotkan warga, makin menghambat aktivitas ekonomi, munculnya potensi konflik dan membuat anggaran tambah membengkak.”
Pemerintah Desa Krandegan lebih memilih memberikan edukasi ke warga, agar tidak menerima tamu sebelum mereka melapor ke posko, dibuktikan dengan surat yg ditandatangani petugas piket. Juga edukasi tentang standard operasional prosedur bagaimana menerima tamu secara aman sesuai protokol Covid-19.
“Perang melawan Corona ini ibarat marathon, jangka panjang dan menguras banyak sumber daya. Bukan sprint jangka pendek, dimana kita bisa mengerahkan dan menghabiskan semua sumber daya” kata Dwinanto memberikan perumpamaan.
Sampai saat ini, anggaran yang dikeluarkan oleh Posko Siaga Covid-19 Desa Krandegan baru sekitar Rp 40 juta untuk dua bulan kegiatan, termasuk pembagian masker, alat kesehatan, penyemprotan disinfektan dan banyak kegiatan lainnya.
TALETHA