TEMANGGUNG-(SUARABARU.ID)– Selama ini banyak yang mengenal titik tengah Pulau Jawa berada di Gunung Tidar yang ada di Kota Magelang. Bahkan, banyak orang juga menyebut gunung yang ada di sisi timur kompleks Akademi Militer Magelang tersebut sebagai “Pakuning Tanah Jawi”.
Namun , hingga saat ini tidak banyak yang mengetahui bahwa titik nol Pulau Jawa tersebut berada di sebuah ladang seluas 25 meter persegi yang ada di Dusun Gunung Kekep, Desa Kupen, Kecamatan Pringsurat, Kabupaten Temanggung.
Keberadaan “Titik nol” Pulau Jawa di Dusun Gunung Kekep tersebut ditandai sebuah tugu yang mempunyai ketinggian sekitar 2 meter dan masyarakat setempat menyebutnya dengan istilah “Tugu Sepuser”.
“Dulunya, Tugu Sepuser ini hanyalah sebuah tugu yang mempunyai ketinggian sekitar 1 meter dan terbuat dari terbuat dari susunan batu bata berukuran besar. Dan di bagian atasnya terdapat cekungan mirip puser (pusar/wudel) manusia,” kata Sumarsono (50) salah satu warga Dusun Gunung Kekep.
Sumarsono mengatakan, keberadaan tugu titik nol Pulau Jawa yang terletak di sisi tenggara kompleks pemakaman “Sepujud” yang terdapat makam Kiai Hangga Patra (cikal bakal pendiri Desa Soropadan) tersebut, telah ada sejak zaman Kolonial Belanda,
Namun tidak ada bukti-bukti kuat yang menunjukkan bangunan tugu yang terletak di perbatasan Desa Soropadan dengan Desa Kupen, Kecamatan Pringsurat tersebut peninggalan Belanda, karena tidak ada bukti tertulis tahun pembuatannya.
“Sejak dulu, memang tidak ada tulisan apa pun tentang Tugu Sepuser ini. Dan hanyalah berupa tugu ini yang berupa tugu dari batu bata,” ujarnya.
Sumarsono menambahkan, bagi sebagian besar masyarakat Soropadan dan Gunung Kekep menyakini, Tugu Sepuser tersebut merupakan titik nol atau titik pusat Pulau Jawa, karena bila diukur dari Ujung Kulon (Jawa Barat) hingga Banyuwangi (Jawa Timur) titik tengahnya di Sepuser. Selain itu, bila diukur dari titik pantai utara Jawa hingga pantai selatan Jawa, juga tepat di tengah,
“Sebagai contoh ringannya, bila kita berpergian ke Semarang naik bus umum dari Soropadan dan pergi ke Yogyakarta, tarif angkutannya sama.Ini membuktikan juga Soropadan yang tidak jauh dari Sepuser, berada di tengah-tengah antara Semarang dan Yogyakarta,” imbuhnya.
Ia mengatakan, Tugu Sepuser yang secara administratif masuk wilayah Dusun Gunung Kekep, Desa Kupen tersebut ramai dikunjungi sejumlah orang untuk bersemedi di hari-hari tertentu. Yakni setiap malam Selasa Kliwon dan malam Jumat Kliwon.
Orang-orang yang bersemedi di Tugu Sepuser tersebut datang dari luar kota seperti dari Yogyakarta, Bandung, Semarang dan lainnya. Mereka yang bersemedi di Tugu Sepuser tersebut dengan berbagai macam permohonannya, seperti agar bisa menang dalam pemilihan kepala desa hingga menang dalam pemilihan umum daerah seperti pemilihan bupati
atau wali kota.
Bentuk Berubah
Menurutnya, perubahan bentuk Tugu Sepuser yang semula berupa tiang batu bata dengan ketinggian sekitar 1 meter menjadi bentuk seperti saat ini, menjadi lebih tinggi sekitar dua meter dan lantainya dilapisi dengan keramik, tidak lepas atas nazar dari seseorang warga Semarang yang terkabul doanya setelah bersemadi di Sepuser.
“Bangunan tugu ini dirubah tahun 1995 silam, karena ada seseorang dari Semarang yang doanya terkabul setelah bersemadi di Sepuser ini,” ujarnya.
Sumarsono menambahkan, sekitar tahun 2005 silam atau di era pemerintahan Bupati Temanggung Totok Ari Prabowo, sekitar Tugu Sepuser sudah ada perencanaan akan dikembangkan sebagai kawasan wisata religi. Yakni, Pemerintah Kabupaten Temanggung berencana akan membeli tanah pekarangan yang ada di sekitar kawasana tersebut.
Namun, rencana tersebut tinggallah rencana, karena Bupati Temanggung (kala itu) Totok Ary Prabowo digulingkan dari kursi jabatannya.
Keberadaan Tugu Sepuser ini juga kurang perawatan. Di berbagai sisi lantai keramik tugu tersebut banyak yang sudah retak. Selain itu, tanah sekitanya juga banyak ditumbuhi rerumputan.
“Tanah tempat berdirinya Tugu Sepuser ini masih milik pribadi dari ahli waris Keluarga Mbah Darmo,” katanya.
Yon-trs