WONOSOBO(SUARABARU.ID)-Sebuah kritikan dari warga untuk Pemkab Wonosobo beredar melalui media sosial. Dalam tulisannya, warga dunia maya itu menuding, alokasi anggaran belanja daerah kurang berpihak pada rakyat karena lebih banyak ditujukan bagi kepentingan Aparatur Sipil Negara (ASN).
Tidak main-main, dalam kritikannya, mereka menyebut belanja untuk kepentingan ASN dan pejabat publik di lingkup Pemkab Wonosobo mencapai 75 persen dari APBD yang ada.
Sementara untuk pihak ketiga/rekanan 20 persen dan anggaran yang dialokasikan untuk masyarakat hanya mencapai 5 persen saja.
Menjawab kritikan tersebut, 2 OPD terkait pengelolaan anggaran daerah, yaitu Bappeda dan BPKAD mengurai penjelasan secara gamblang.
Kepala Bappeda Tarjo menyebut kritik dari warga tersebut tidak benar dan tidak didukung data yang akurat serta perhitungan yang tidak berdasarkan fakta yang ada.
“Realisasi APBD Wonosobo tahun 2019 adalah sejumlah Rp 1,939.948.615.409, bersumber dari Dana Perimbangan, meliputi Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan bagi hasil pajak, Pendapatan Asli Daerah seperti dari Retribusi dan pengelolaan kekayaan daerah lainnya,” terangnya.
Kekayaan Daerah
Selain itu, Kepala Bappeda juga menyebut sumber pendapatan daerah juga berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, pendapatan lain-lain yang sah seperti pendapatan hibah, bagi hasil pajak, bantuan keuangan provinsi serta alokasi dana desa dan Dana Insentif Desa (DID).
Dari dana APBD sebesar itu, lebih dari 60 persen digunakan untuk kepentingan publik atau masyarakat luas, dalam bentuk belanja modal, hibah dan bantuan keuangan kepada pemerintah desa.
Kegunaan belanja tersebut digunakan antara lain untuk pembangunan ruang belajar siswa, pembangunan jalan kabupaten, pembangunan Pasar Induk, pembangunan wilayah jecamatan, saluran Irigasi, hibah kepada organisasi kemasyarakatan, bantuan sosial ke masyarakat, bantuan keuangan kepada pemerintah desa serta sejumlah kegiatan lainnya.
“Sedangkan kurang dari 40 persen, alokasi diarahkan menjadi belanja/gaji pegawai, tunjangan serta hak lainnya dan itu berasal dari DAU yang bersumber dari APBN,” lanjutnya.
Alokasi untuk belanja pegawai tersebut, menurutnya penting agar dipahami masyarakat mengingat belanja aparatur juga untuk menggerakan perekonomian masyarakat karena dipakai untuk konsumsi barang kebutuhan sehari-hari.
Mengenai pihak rekanan yang juga dituding menikmati langsung anggaran negara, menurutnya, tidaklah sepenuhnya benar, karena pemerintah dalam melaksanakan kegiatannya diperlukan mitra kerja yang biasa disebut rekanan.
Jaga Akuntabel
Hal tersebut diatur dalam perundangan dengan norma dan standar yang telah ditentukan. Jikapun mendapatkan keuntungan maka sudah merupakan konsekuensi logis terhadap pekerjaan yang telah dilaksanakan.
Singkatnya, Pemkab Wonosobo dalam membangun juga berkewajiban menjaga prinsip pengadaan barang dan jasa yang akuntabel.
Sementara, Kepala BPKAD, Junaedi melalui rilis tertulis membenarkan bahwa realisasi anggaran sebesar Rp 1.939.948.615.409 dalam APBD 2019 dibagi untuk 2 jenis belanja, yaitu belanja tidak langsung sebesar Rp 1.060.751.562.219 atau 54.6 persen, dan Belanja langsung sebesar Rp 879.197.053.190 atau 45,32 persen.
“Belanja tidak langsung adalah belanja yang tidak terkait langsung dengan pelaksanaan program kegiatan. Sementara belanja pegawai yang terkait dengan gaji dan komponennya termasuk dalam kelompok Belanja tidak langsung, dengan prosentase alokasinya adalah sebesar Rp. 706.706.959.719,- atau 36,45 persen dari total APBD dan itupun merupakan Anggaran dari DAU yang bersumber dari APBN,” bebernya.
Dalam kelompok belanja tidak langsung APBD 2019 juga terdapat komponen belanja yang secara substansi berorientasi publik antara lain belanja hibah, belanja bantuan sosial dan belanja bantuan keuangan.
Prosentase belanja publik pada belanja tidak langsung sebesar Rp. 17,67 persen atau sebesar Rp. 342.782.773.500,-. Dari anggaran tersebut adalah sebagian besar merupakan bantuan keuangan desa.
Belanja Langsung
Sedangkan pemerintah desa saat ini sudah memiliki sistem penganggaran dan perencanaan yang jauh lebih baik dari tahun tahun sebelumnya.
Semakin partisipatif dan transparannya pemerintah desa saat ini tentu akan semakin berorientasi pada kepentingan publik.
Pemerintah daerah sesuai ketentuan perundang-undangan, disebutnya, juga diperbolehkan untuk memberikan hibah dan bantuan kepada masyarakat, kelompok masyarakat maupun organisasi kemasyarakatan dalam kerangka mencapai tujuan pembangunan daerah.
Formulasi belanja daerah dalam belanja hibah, bantuan sosial dan bantuan keuangan dimaksudkan untuk dapat memberikan nilai manfaat bagi pemerintah daerah dalam mendukung terselenggaranya fungsi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
Sementara belanja langsung, dijelaskan Junaedi adalah belanja yang terkait langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.
“Maka belanja publik tidak benar jika disebutkan hanya 20 persen saja, dalam APBD tahun 2019 adalah Rp 1.221.979.826.690 atau sebesar 62,90 persen,” pungkasnya.
Muharno Zarka-Wahyu