JAKARTA (SUARABARU.ID) – Anggota Komisi IV DPR-RI, Drs Hamid Noor Yasin MM, menyatakan, antara instruksi untuk mengantisipasi dampak kekeringan di musim kemarau dengan ketercukupan anggarannya, ternyata tidak nyambung.
Dalam menghadapi musim kemaru dan peringatan Food and Agriculture Organization (FAO), Presiden menginstruksikan perlunya langkah antisipasi menghadapi krisis pangan di Tanah Air. Bahkan Menko Perekonomian, minta agar dilakukan ekstensifikasi pertanian. ”Tapi kebijakan anggarannya kok gak nyambung,” tanya Hamid.
Hamid, lesgislator dari Daerah Pemilihan (Dapil) IV Jateng (Wonogiri, Karanganyar, Sragen) ini, mneyatakan, anggaran di Kementerian tadinya dialokasikan sekitar Rp 21 triliun. Tapi ironisnya, kini menyusut tinggal menjadi Rp 14 triliun.
Nol Rupiah
Alokasi anggaran untuk cetak sawah baru, sebagai langkah melakukan ekstensifikasi pertanian di Tanah Air, yang tadinya sebesar Rp 209 miliar, berubah menjadi Rp 10 miliar dan terakhir hilang dari mata anggaran. ”Alias nol rupiah. Bukahkan ini menjadi sesuatu yang bertolak belakang dengan apa yang telah diinstruksikan ?,” ujar Hamid.
Sebagai politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hamid Noor Yasin, mengatakan, niatan pemerintah mempercepat musim tanam untuk mengantisipasi dampak kekeringan, merupakan ide yang sangat baik. Langkah percepatan itu, diperlukan agar tidak terganggu oleh datangnya musim kemarau. Karena, perubahan iklim yang dirasa semakin tidak menentu, dapat berpengaruh besar terhadap ketersediaan air untuk lahan pertanian.
Sebagai Anggota Fraksi PKS DPR-RI, Hamid, mencermati ada tiga perintah Presiden dalam upaya mengantisipasi dampak kekeringan akibat perubahan iklim. Ini penting, karena 30 persen wilayah Indonesia akan mengalami iklim lebih kering dari sebelumnya. ”Mestinya, ini harus didukung dengan pengawasan berbagai pihak,” jelasnya.
Dana Stimulus
Kata Hamid, diperlukan dukungan regulasi yang sejalan. Yakni seperti anggaran di semua sektor pendukung, termasuk dana stimulus kepada petani yang tepat sasaran, tepat jumlah, dan tepat waktu. Semua kebijakan harus dikedepankan dengan mengaitkannya dengan ketersediaan air yang cukup, percepatan musim tanam, dan manajemen pengelolaan stok pangan. Tiga hal Itu merupakan perintah Presiden, yang konsekuensinya butuh dukungan biaya dan tenaga Sumber Daya Manusia (SDM).
”Manakala salah satu dari tiga instruksi itu sampai terabaikan atau tidak dipenuhi, itu sama halnya sebagai perintah hanya asbun (asal bunyi),” tandas Hamid bernada kritis.
Menyikapi hal ini, Hamid, sebagai Anggota Komisi IV DPR-RI, menyarankan kepada pemerintah, agar dilakukan pula koordinasi secara intensif dengan kepala daerah. Utamanya sebagai antisipasi untuk mencegah terjadinya puso atau gagal panen di masa yang akan datang.
Stabilisasi Pangan
Berkaitan ini, Hamid, berharap, ada ruang penguatan anggaran di sektor pertanian dan pangan. Penguatan anggaran yang dimaksud, adalah benar-benar untuk penguatan stabilisasi pangan baik pertanian, peternakan, maupun perikanan. ”Bukan penguatan anggaran untuk mempermudah impor pangan,” tegasnya.
Hamid, sangat mendukung upaya pemerintah untuk memperkuat SDM pertanian, terutama pada masa pandemi Corona Virus Disease (Covid)-19, dan sebentar lagi berbarengan dengan menghadapi datangnya musim kemarau. ”Ini akan menjadi ujian dua kali lipat,” tandasnya.
Hamid, berharap, pemerintah menjalankan kesepakatan dan berkomitmen mengeksekusi Bantuan Langsung Tunai (BLT) masing-masing sebesar Rp 600 rupiah untuk sebanyak 2,4 juta petani, dan merealisasi bantuan sarana prasarana (Sapras) pertanian di Tanah Air.
Tidak Dikorup
”Selama anggarannya tepat sasaran dan jumlahnya tidak dikorup, saya yakin ada keseimbangan antara harapan dan kenyataan,” ujar Hamid. Terkait kondisi kekeringan, diperlukan upaya keseriusan pemerintah untuk mengurangi impor, sebagai kiat menjaga rantai pasokan dan memperkuat Satgas pangan.
Menurut Hamid, selama ini masih ada pihak-pihak yang mempermainkan harga, memanipulasi stok pangan dengan cara menahan atau menimbun. Yang itu merupakan perilaku oknum pedagang nakal dalam skala besar, kalau tidak boleh disebut sebagai kartel.
Mereka memanfaatkan kondisi sulit, misalnya ketika datang bencana kekeringan, kemudian tega mengkondisikan ketersediaan pangan di pasar menjadi langka, sehingga ada alasan untuk impor. Di masa mendatang, Hamid Noor Yasin, minta agar pemerintah melakukan penguatan kinerja Satgas pangan, selain melakukan upaya antisipasi dampak kekeringan.
”Karena bila impor dalam jumlah besar tetap dilakukan, itu sama saja menyakiti petani dan keluarganya,” tandas Hamid Noor Yasin.
Bambang Pur