WONOGIRI (SUARABARU.ID) – Warga masyarakat, kini dilarang mengunjungi kawasan Hutan Donoloyo di Kecamatan Slogohimo, Kabupaten Wonogiri. Juga dilarang melakukan kumpul-kumpul untuk ngabuburit, menyongsong datangnya waktu Mahgrib.
Larangan untuk mengunjungi Hutan Donoloyo (50 kilometer arah timur Kota Wonogiri), dibuat bersama oleh tiga Kepala Desa (Kades) di Kecamatan Slogohimo, yang membawahi kawasan hutan jati menomunetal yang legendaris tersebut.
Ketiga Kades yang membuat kesepakatan larangan itu, terdiri atas Kades Pandan, Paryono, Kades Sambirejo, Yahmanto, dan Kades Watusomo, Sumarno. Larangan yang mereka buat ini, mendapatkan respon legalitas dari jajaran Forkompincam Slogohimo yang terdiri atas Camat, Danramil dan Kapolsek.
Larangan itu, kemudian disosialisasikan melalui pengumuman tertulis dengan menyebutkan, demi untuk menciptakan suasana tenteram, tertib, aman dan nyaman, selama pandemi Covid-19 dilarang keras berkunjung dan berkumpul di kawasan Hutan Donoloyo.
Rumah Pundhen
Hutan Jati Donoloyo, seluas 9,2 Hektare (Ha), memiliki rumah punden Ki Ageng Donoloyo, yakni tokoh sakti yang dulu membangun hutan jati tersebut. Donoloyo dikenal sebagai hutan jati yang legendaris, karena kayunya terpilih oleh Para Wali untuk saka guru (tiang utama) Masjid Agung Demak.
Donoloyo juga dikenal sebagai hutan monumental, karena kayu jatinya dipilih untuk membangun Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Keraton Surakarta, didirikan oleh Susuhunan Pakubuwana (PB) Ke II pada Tahun 1744, sebagai pengganti Keraton Kartasura yang porak-poranda akibat Geger Pacinan Tahun 1743.
Kayu jati Hutan Donoloyo, juga dipakai untuk merenovasi Keraton Surakarta, yang dulu pernah ludes terbakar pada akhir Bulan Januari 1985. Hutan Donoloyo terkenal wingit (angker) oleh banyaknya hunian gaib. Utamanya di sekitar rumah pundhen atau di lokasi bekas tonggak Kiai Jati Cempurung. Yakni [ohon jati yang dulu ditebang untuk saka guru Masjid Agung Demak.
Serangkaian Ritual
Karena itu, tim penebang kayu dari Keraton Sukarta, lebih dulu melakukan serangkaian ritual ketika melaksanakan tugas penebangan pohon jati Donoloyo. Diantaranya diawali dengan titah dari Sinuhun Raja Surakarta, disertai menghadirkan ledhek (waranggana), dan juga selamatan yang menyertakan sesaji panggang ayam sayur kacang tholo, minuman tradisional dawet ayu.
Sebagai tempat petilasan pertapaan Ki Ageng Donoloyo, Hutan Donoloyo ada sejak zaman Majapahit tersebut, sampai sekarang masih dipakai untuk tirakatan guna memohon anugerah Tuhan. Utamanya pada malam tertentu, seperti Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon. Bagi yang kemudian terkabul permohonannya, kemudian menggelar selamatan nyadran dengan menyembelih kambing atau sapi, sebagai perwujudan syukur.
Tapi belakangan ini, kawasan Hutan Donoloyo sering dipakai rendezvous (tempat berkumpul) muda-mudi yang suka melakukan pelancongan rekreasi ke tempat-tempat sepi. Menyikapi kondisi saat ini tengah marak wabah virus corona, maka kemudian dikeluarkan larangan mengunjungi Hutan Donoloyo.
Alasan pelarangan, karena momentum berkumpul bertentangan dengan anjuran jaga jarak sebagaimana dibakukan pada acuan physical distancing, untuk kepentingan pencegahan penularan Corona Virus Disease (Covid)-19.
Bubarkan Ngabuburit
Sementara itu di sejumlah lokasi wilayah Kota Wonogiri dan sekitarnya yang sering dipakai ngabuburit, sekarang selalu dirondai oleh jajaran Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) pimpinan Kepala Satpol-PP Kabupaten Wonogiri, Waluyo.
Ketika dijumpai ada warga yang bergerombol melakukan ngabuburit, langsung diminta untuk membubarkan diri. Alasan Satpol-PP membubarkan orang yang ngabuburit, karena momentum kumpul-kumpul menunggu waktu Mahgrib tersebut, bertentangan dengan prtokol physical distancing dan anjuran stay at home (berdiman di rumah) sebagai langkah pencegahan wabah virus corona.
Di Kota Wonogiri, lokasi yang lazim dipakai ngabuburit adalah Alun-alun Giri Krida Bakti depan Kantor Bupati Wonogiri, Monuman Patung Bung Karno, kompleks Monumen Patrung Bedhol Desa di plaza ujung timur bendungan induk (maindam) Waduk Gajahmungkur, dan di Waduk Tandon di Krisak, Selogiri.
Bambang Pur