blank
TERIMA SURAT LULUS : Drs Warsidin MH (kiri) menerima surat keterangan lulus seusai dinyatakan lulus dalam Ujian Promosi Doktor Fakultas Hukum Unissula pada 13 Maret 2020 di kampus FH Unissula. Muha

SEMARANG (SUARABARU.ID)– Drs Warsidin MH dinyatakan lulus dengan predikat Cumlaude dalam Ujian Promosi Doktor Fakultas Hukum Unissula di kampus Fakultas Hukum Unissula pada 13 Maret 2020.

Di hadapan para penguji yang diketuai Prof Dr Gunarto SH SE Akt MHum, dia berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul ”Rekonstruksi Pengaturan Gratifikasi dalam Tindak Pidana Korupsi Berbasis Nilai Keadilan yang Bermatabat”.

Warsidin mampu menjawab setiap pertanyaan penguji dengan sangat memuaskan. Dia meraih predikat sangat memuaskan dengan IPK 3,80.

Menurut Prof Dr Gunarto, Warsidin mempu mempertahankan disertasinya dengan sangat baik. Dia berharap, hasil penelitian Warsidin bisa menjadi rujukan dalam pengelolaan pemerintahan baik di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi.

Menurut Warsidin, tindak pidana korupsi merupakan fenomena kejahatan yang menggerogoti dan menghambat pelaksanaan pembangunan, sehingga penanggulangan dan pemberantasannya harus benar-benar diprioritaskan.

Secara konstitusional, gratifikasi, suap dan korupsi memang diakui sebagai kejahatan luar biasa. Namun dalam praktiknya kasus korupsi dan suap yang terungkap cenderung direduksi persoalan oknum dan bukan persoalan sistem atau kultur.

”Hal inilah yang sebenarnya belum mendasari dalam pasal pasal tentang tindak pidana gratifikasi,” ujarnya.

Gratifikasi dalam kategori korupsi yang masih sering terjadi, katanya, masih mengandung kelemahan-kelemahan yang disebabkan oleh dua faktor yakni pengetahuan yang kurang mendalam akan batas batas anjuran dan larangan terutama dari sisi undang-undang berkenaan dengan gratifikasi.

Kedua, dari aspek budaya, karena dugaan kuat terjadinya gratifikasi tidak terlepas dari kebiasan-kebiasaan masyarakat yang sudah membudaya, baik itu disadari atau tidak.

”Oleh karena itu luasnya ruang lingkup gratifikasi ini maka dalam penerapannya timbul banyak kesulitan untuk membuktikan bahwa pemberian itu termasuk dalam tindakan kotupsi,” ungkapnya.

Dia mengatakan, hal yang terpenting dalam pengaturan rekonstruksi gratifikasi dalam undang undang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah membedakan antara gratifikasi dan suap terletak pada ada atau tidak meeting of mind pada saat penerimaan.

”Dengan demikian Hakim sebagai penentu keputusan harus bijak dalam menyikapi masalah ini, karena biasanya gratifikasi diberikan atas inisiatif yang datang dari si pemberi hadiah sebagai balas budi dan tanda terima kasih atas bantuan yang diterimanya,” tandasnya.

Muha

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini