blank
Gunung Kunir, Bener, Purworejo, salah satu kawasan pegunungan di Kabupaten Purworejo. Foto: Viapendaki

Oleh  Hermawan Wahyu Utomo

blankKABUPATEN Purworejo merupakan daerah yang subur dan kaya akan hasil bumi. Pertanian sangat bagus dan hasil kebun juga sangat menguntungkan seperti buah durian, manggis, cengkeh, cabe dan lain-lain. Tetapi di balik itu semua wilayah Purworejo juga menyimpan potensi-potensi bencana alam. Kabupaten Purworejo merupakan daerah yang sering terkena bencana banjir, longsor, tanah bergerak (subsidence), kekeringan, abrasi dan  berpotensi dampak tsunami.

Dari Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) tahun 2018 Kabupaten Purworejo menempati ranking nomor 4 setelah Kabupaten Maluku Barat Daya, Kabupaten Majene dan Kota Gunung Sitoli Provinsi Sumatera Utara (Sumber : Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB). Hal ini yang menyebabkan Kabupaten Purworejo secepatnya sangat diperlukan adanya konservasi tanah dan air.

Sebelum membahas lebih jauh potensi bencana, lebih dahulu kita melihat kondisi wilayah Kabupaten Purworejo dari sisi geologi dan geografinya terlebih dahulu karena bencana-bencana tersebut berkaitan erat dengan gejala-gejala geologi. Seperti diketahui Wilayah Kabupaten Purworejo terdiri dari tiga bentang alam, yaitu Pegunungan Kulon Progo (Menoreh Hill) yang meliputi Kecamatan Bagelen, Kaligesing, Loano dan sebagian Kecamatan Bener, kemudian Pegunungan Serayu Selatan meliputi Kecamatan Bener, Kecamatan Gebang, Bruno Kemiri dan Pituruh. Daerah pegunungan tersebut mempunyai variasi ketinggian antara 200- 900 DPL (Di atas Permukaan Laut) dengan kemiringan (Elevasi) 8° – 45 °.

Bentang alam ke-3 adalah Dataran rendah  Kipas Alluvial ) yang meliputi Kecamatan Butuh, Grabag, Kutoarjo, Ngombol, Purwodadi, Bayan, Banyuurip dan Purworejo. Pegunungan Menoreh/Kulon Progo dan Pegunungan Serayu Selatan maupun dataran Purworejo adalah hasil lapukan/rombakan Formasi Andesit Tua (Van Bemmelen 1949) yang berumur Kala Oligosen Tersier (36 juta tahun yang lalu) yang terdiri batuan beku andesit, breksi vulkanik, dan Tuff. Serta hasil dari endapan Quarter (1.8 sd 0,7 Jt Th yang lalu) dari  Gunung Api Sumbing yang terletak di sebelah utara Kabupaten Purworejo.

Karena tanah penyusun wilayah perbukitan dan dataran di daerah Purworejo merupakan batuan lapukan sehingga apabila tejadi hujan deras 1 atau 2 jam tanah tersebut akan lunak dan sangat lembek sehingga mudah sekali longsor.

Selain itu wilayah Kabupaten Purworejo merupakan daerah pertemuan lempeng (subduction Area)  Indo Australia dan lempeng  Eurasia yang bergerak terus sekitar 7 sentimeter per tahun. Saat terjadi gerakan patahan lempeng (tektonik) yang berpotensi tsunami maka daerah selatan Purworejo sangat besar kemungkinan terkena dampak.

Kabupaten Purworejo dikelilingi oleh 2 sesar atau patahan besar yaitu Sesar Kulon Progo dan Sesar Serayu. Sesar Kulon Progo terletak di daerah Timur Purworejo yaitu dimulai dari muara Bogowonto ke Utara – Timur Laut memotong sumbu pegunungan Kulon Progo (Pegungan Menoreh)  menerus sampai di daerah Semarang Barat bahkan sampai ke Laut Jawa. Sesar kedua adalah Sesar Serayu yang berada di sebelah Barat dan Utara Kabupaten Purworejo.

Sesar Serayu yang berarah Barat Daya – Timur Laut, dimulai dari Sungai Serayu memotong pegunungan Dieng dengan Gunung Sindoro menerus ke Timur Laut yang diperkirakan menyatu dengan Sesar Lasem di sebelah Selatan Gunung Api Muria. Struktur Geologi tersebut menyebabkan wilayah Kabupaten Purworejo sangat sering terjadi gerakan tanah (Subsidence) di beberapa wilayahnya.

Dari data tersebut dapat di simpulkan dari sisi geologi dan geografis Kabupaten Purworejo kurang menguntungkan, selain itu diperparah lagi di daerah Perbukitan Purworejo bagian utara  dan bagian Timur telah banyak terjadi alih fungsi lahan, padahal daerah tersebut merupakan darah tangkapan air hujan (catchment area), banyak perubahan dari tanaman – tanaman keras sebagai pengikat air dan tanah berubah menjadi tanaman industri seperti albasia, sengon, pinus dan lahan pertanian padahal tanaman tersebut justru mengambil air dan tidak mampu mengikat tanah yang berasal dari lapukan andesit  (soil) menyebabkan ketidak normalan siklus hidrogeologi.

Pertumbuhan perumahan-perumahan dan pembangunan jalan desa (rabat beton) di desa-desa yang menghambat meresapnya air ke cekungan air (aquifer) ikut merusak siklus tersebut. Air hujan hanya akan menjadi air larian (run off) langsung mengalir ke laut dengan membawa lumpur (sedimentasi) yang akan menumpuk di muara-muara sungai yang nantinya akan menghambat lajunya aliran sungai ke laut.

Bencana banjir akan berpotensi sangat besar terjadi  di daerah Purworejo bagian selatan. Akibat yang lain adalan terus berkurangnya  cadangan – cadangan air yang berada di cekungan air (aquifer) di Purworejo yang semakin tahun terus berkurang (data-data Sumur dalam di Wilayah Purworejo)

Pada bagian lain pantai-pantai di bagian selatan Purworejo yang terbentuk dari kipas lumpur (Alluvial) sangat mudah terkikis karena geganasan abrasi dari gelombang pasang Samudera Indonesia. Sehingga tingkat abrasi sangat tinggi , semakin lama pantai terkikis gelombang laut. Abrasi yang terjadi mampu menenggelamkan daratan antara 2 hingga 10 meter per tahun. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan. Padahal lokasi tersebut juga berpotensi bahaya tsunami karena sepanjang pantai di pesisir Purworejo termasuk daerah terdampak tumbukan lempeng (subduction area)

Dengan melihat hal demikian diharapkan timbul pemahaman untuk sedini mungkin untuk mengantisipasi potensi bencana tersebut dengan memberi pengetahuan kondisi alam Kabupaten Purworejo ke semua lapisan masyarakat dan stake holder, dari kesadaran tersebut diharapkan akan  timbul gerakkan yang secara  terus-menerus untuk melakukan kegiatan-kegiatan konservasi alam.

Selalu menggalakkan  edukasi mitigasi bencana ke semua elemen masyarakat sangat diperlukan termasuk  memasukkan kurikulum mitigasi bencana ke siswa melalui sekolah-sekolah dan perguruan tinggi di Purworejo, sehingga masyarakat Purworejo  akan sadar akan bahaya bencana alam dan antisipasinya.

Melakukan tindakan konservasi alam dengan  mengganti tanaman industri menjadi pohon–pohon pengikat tanah dan air seperti   pohon trembesi (Samanea saman), Pohon mahoni  (Swietenia sp), Angsana (Pterocarpus indicus), Beringin yang bernama Latin Ficus benyaamia , pohon Aren, Gayam, Kedawung, Trembesi, Beringin, , Randu, Jambu Air, Jambu Alas, Bambu, dan Picung sangat diperlukan walaupun hasilnya bisa dinikmati 5 sampai 10 tahun yang akan datang.

Menjaga dan memulihkan fungsi sungai sehingga berfungsi normal (normalisasi sungai) sangat diperlukan supaya sungai tidak tertutup sampah dan sedimentasi lumpur, yang menyebabkan banjir dan rusaknya sungai.

Selain itu untuk mengamankan daerah pesisir perlu diadakan konservasi pesisir dengan menanam mangrove dan bakau sehingga bisa mengamankan bahaya abrasi dan bisa mengurangi dampak dari kekuatan energi tsunami. Kegiatan-kegiatan tersebut akan bisa menjaga dan mengamankan wilayah kabupaten Purworejo dari dampak bencana alam sehingga Kabupaten Purworejo akan bisa memenuhi harapannya sebagai Purworejo Mulyo, gemah ripah Loh Jinawi..Aaamiinn. ***

Hermawan Wahyu Utomo Direktur PDAM KAB Purworejo