KARANGANYAR (SUARABARU.ID) – Seratus tanaman wangi-wangian terhampar di Rumah Atsiri, sebuah eduwisata di bekas pabrik minyak wangi di kaki Gunung Lawu, Karanganyar. Meski sempat mati puluhan tahun, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo berharap pengelola bangunan bekas pabrik minyak yang diinisiasi oleh Bung Karno di tahun 1963 itu, mampu melakukan lompatan dengan menciptakan narasi yang kuat.
Ganjar tiba di Rumah Atsiri, di Desa Plumbon, Kecamatan Tawangmangu Karanganyar, Rabu (12/2/2020) sekitar pukul 14.15 WIB. Gerimis yang mengguyur dan disertai angin lembut di daerah kaki Gunung Lawu itu membuat Ganjar tergesa turun dari dari mobil. Namun baru berjalan beberapa meter dari mobil, Ganjar tiba-tiba berhenti sambil mengendus-endus.
“Ini aroma Rosemary, Pak. Dari sekian banyak tanaman Atsiri, Rosemary yang beraroma paling kuat. Ini aromanya semakin kenceng kalau digoyang-goyangkan,” kata Natasha Clairina, Direktur Rumah Atsiri Indonesia.
Tanaman Atsiri merupakan tanaman yang memberikan aroma yang khas dan bisa diolah menjadi minyak. Atsiri atau wangi-wangian itu dapat ditemukan di kulit, buah, bunga, daun, getah, rimpang, akar, biji, bahkan di batang tanaman.
Semua tanaman yang mengeluarkan aroma khas tersebut ada di Rumah Atsiri Indonesia yang terletak di Tawangmangu tersebut yang memiliki lima gedung. Museum, greenhouse, toko, produksi dan lobi. Seluruh bangunan yang saat dikembangkan sebagai salah satu objek wisata unggulan tersebut memang mempertahankan keasliannya dengan beberapa penyesuaian.
Ganjar yang memasuki satu persatu gedung itupun dibuat terkesima, terutama ketika memasuki greenhouse dan museum, yang baru saja dia resmikan. Pada masa silam, tempat wisata itu merupakan pabrik minyak Atsiri yang diprakarsai oleh Presiden Pertama RI, Ir. Soekarno yang bekerjasama dengan Bulgaria pada tahun 1963 silam. Setelah mati puluhan tahun, pada pertengahan 2018 tempat itu kembali difungsikan.
“Dari sini saja kita bisa tahu betapa kayanya negeri ini. Kita juga jadi punya alasan kenapa kita dulu dijajah,” katanya.
Rumah Atsiri Indonesia itu berdiri di atas 5 hektare lahan, yang terdiri dari 2,5 hektare untuk eduwisata dan sebagian yang lain untuk lahan tanam hasil bekerjasama dengan petani lokal, yang menanam sereh, akar wangi, palmarosa dan lainnya.
“Meskipun sulit, setidaknya kita mencoba kembali menghidupkan cita-cita itu (memiliki pabrik minyak Atsiri),” katanya.
Ganjar juga mengatakan, saat bertemu dengan Duta Besar Indonesia untuk Prancis, dirinya sempat menyinggung soal minyak Atsiri. Menurut Ganjar, sangat besar peluang Indonesia, Jawa Tengah khususnya untuk turut andil dalam pasar minyak Atsiri di sana.
“Saya pernah menemani penjualan minyak Atsiri, dan ternyata kita tidak bisa menjual. Dan penjual terbesar di Asia adalah Singapura. Tahu tanamannya dari mana? Indonesia. Mudah-mudahan pengelola bisa membuatkan narasi untuk Rumah Atsiri ini sehingga kita bisa melakukan lompatan,” katanya.
Hery Priyono-Wahyu