SEMARANG (SUARABARU.ID) – Dua pengusaha pendukung Bupati M.Tamzil dan Wakil Bupati Hartopo dalam Pilkada Kabupaten Kudus 2018 menagih uang yang telah mereka keluarkan setelah pasangan tersebut menang dan dilantik.
Hal tersebut diungkapkan pengusaha bus asal Kudus, Hariyanto, dan pengusaha jasa konstruksi asal Demak, Noer Halim, saat diperiksa sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan suap terhadap Bupati Nonaktif Kudus M.Tamzil di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (10/2).
Hariyanto dalam kesaksiannya mengaku iklas uang yang telah dikeluarkannya tidak dikembalikan jika pasangan Tamzil-Hartopo kalah dalam pilkada.
“Tapi kalau menang tolong dikembalikan,” kata pemilik P.O.Hariyanto itu tanpa menyebut adanya perjanjian hitam di atas putih atas sumbangan uang itu.
Hariyanto mengaku mengeluarkan uang lebih dari Rp8,7 miliar untuk pasangan Tamzil-Hartopo.
Jumlah itu, lanjut dia, belum termasuk untuk membayar sejumlah kebutuhan yang belum dibayar lunas saat proses pilkada.
Ia mengungkapkan tentang adanya tagihan Rp1 miliar untuk pembelian sarung yang dibagikan ke masyarakat.
Atas tagihan itu, Hariyanto membayar Rp250 juta yang berasal dari uang pribadinya. Sementara sisanya dimintakan kepada Tamzil setelah menjabat sebagai bupati.
Ia juga menyebut tentang adanya tagihan pembuatan kaus dan spanduk sebesar Rp500 juta.
Baca juga: Halim Habiskan Rp 10 M untuk ‘Serangan Fajar’ Tamzil
Sementara Noer Halim mengatakan tidak mempermasalahkan uang yang disumbangkan ke pasangan Tamzil-Hartopo, asal jika nantinya terpilih harus melaksanakan permintaannya untuk memperhatikan nasib MTs di Kabupaten Kudus.
Halim mengaku menyumbang Rp10 miliar untuk pasangan Tamzil-Hartopo.
Meski demikian, kata dia, setelah Tamzil-Hartopo terpilih, dirinya pernah meminta agar uang yang telah dikeluarkannya itu dikembalikan.
“Saya sampaikan, kalau sudah longgar tolong uangnya dikembalikan ‘alon-alon’ (pelan-pelan),” katanya dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Sulistyono itu.
Halim sendiri mengaku sempat ditawari oleh Tamzil agar ikut mengerjakan proyek di Kudus.
“Sempat dijanjikan, katanya nanti biar dibantu ‘teman-teman’. Tetapi tetap tidak bisa,” katanya.
Menurut dia, proses pengerjaan proyek tetap harus melalui prosedur lelang.
Bahkan, dirinya juga pernah ditawari untuk mengerjakan sekitar enam sampai tujuh proyek senilai Rp40 miliar oleh mantan Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Kudus Heru Subiyantoko. Namun karena harus melalui proses lelang, ia menyebut hal tersebut sulit teralisasi.
Antara/ab