JAKARTA,(SUARABARU.ID) – Kota-kota di lndonesia menghadapi persoalan lalulintas yang semakin serius dan kompleks yang mendesak untuk segera diselesaikan.
Kompleksitas persoalan bermuara pada semakin banyaknya orang yang memiliki dan menggunakan kendaraan serta infrastruktur lalu lintas yang harus terus disediakan. Namun kesadaran untuk menjaga keteraturan dan menaati aturan perlu terus di didengungkan.
Jakarta sebagai kota metropolitan juga tidak lepas dari persoalan tersebut. Beragam perilaku berkendaraan terlihat dalam keseharian di ibu kota.
Di banyak ruas jalan masih terlihat pengendara motor berlawanan arus atau memotong jalur. Bahkan perilaku seperti itu masih terjadi di jalan-jalan utama, padahal petugas tak henti-hentinya mengimbau dan melakukan penindakan.
Perilaku melanggar itu mungkin karena terburu-buru dan ingin sesegera mungkin sampai lokasi yang ingin dituju. Mungkin karena ingin hemat waktu sehingga menerobos jalur.
Sampai akhir Januari 2020, masih sering terlihat pengendara sepeda motor memotong jalur di “traffic light” (lampu pengatur lalulintas) di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat. Ada saja pengendara motor yang akan menuju Kebon Sirih dan Senen berputar dan memotong lampu pengatur lalulintas.
Padahal semestinya berputar di Patung Arjuna Wiwaha atau Patung Kuda di kawasan Monas. Kalaupun berputar, ada saja pengendara yang memotong jalur di Patung Kuda kalau arah belok kanan lampu merah menyala.
Hal seperti itu juga sering terjadi di lampu pengatur lalulintas di Cikini. Ada saja pengendara motor memotong jalur dari arah Stasiun Gondangdia langsung ke kanan.
Di Jalan Matraman Raya dari arah Jatinegara ke Salemba dan Senen. Pengendara sepeda motor banyak yang mengambil jalur lawan arus (contraflow) dengan berkendara ke arah Jatinegara sisi kiri.
Itu hanya beberapa kenyataan yang sering terjadi hingga akhir Januari ini. Di banyak lokasi masih sering terjadi sehingga menambah gambaran situasi lalulintas diwarnai pengendara yang nekat melanggar aturan.
Belum lama ini publik mendapatkan informasi dari beragam media mengenai sekumpulan pengendara sepeda motor yang menerobos jalur busway. Saat dicegat di ujung jalur, petugas pun kewalahan menghentikan karena saking banyaknya.
Kerja keras petugas dihadapkan pada banyaknya pengendara yang melanggar aturan. Selain itu, lokasi pelanggaran juga banyak sekali sehingga ketidakteraturan seolah merata di berbagai ruas jalan.
Itu menunjukkan bahwa jumlah petugas tak sebanding dengan jumlah dan lokasi pelanggaran terjadi. Karena itu, penindakan dan penegakan aturan harus dilakukan dengan cara, paradigma dan strategi yang perlahan berubah.
Dalam situasi seperti harus diakui bahwa upaya selama ini dirasa masih kurang efektif dan efisien. Bahkan operasi-operasi penindakan rutin dilakukan, tetapi karena cakupan lokasi pelanggaran demikian luas, maka belum sepenuhnya menumbuhkan kesadaran dan menimbulkan efek jera.
Penegakan dan penindakan atas berbagai pelanggaran harus dilakukan secara represif, tepat sasaran, efektif dan efisien. Cara, strategi dan paradigmanya adalah dengan penggunaan teknologi.
Teknologi
Itulah sebabnya Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya dalam beberapa pekan terakhir mempersiapkan infrastruktur teknologi untuk penindakan bagi pelanggar aturan lalulintas. Dengan sebuah sistem yang tidak memungkinkan lagi pelanggar aturan lalulintas lolos dari jerat hukum.
Sistem dengan dukungan teknologi itu segera diterapkan oleh Polda Metro Jaya melalui tilang elektronik. Di kalangan masyarakat Jakarta, “Electronic Traffic Law Enforcement” (ETLE) bukan istilah baru karena sudah diterapkan sejak Oktober 2018 tetapi khusus untuk pengendara mobil.
Ruasnya pun baru di Jalan Jenderal Sudirman hingga Jalan MH Thamrin hingga kawasan Monas di Jakarta Pusat. Meski baru di ruas itu, Kepolisian menilai sangat efektif dan efisien untuk menekan pelanggaran lalulintas.
Pelanggar tidak mengelak lagi karena adanya bukti kuat berupa gambar di layar monitor yang terhubung dengan kamera-kamera di lapangan. Dengan sistem yang berteknologi ini, polisi tinggal memonitor situasi lalulintas dari kantor.
Setiap pelanggaran terpantau jelas nomor kendaraan, lokasi pelanggaran, dan jenis pelanggaran. Penerapan teknologi itu selama beberapa bukan terakhir telah efektif dan efisien untuk mengidentifikasi pelanggaran pengemudi mobil.
Sistem itulah yang tidak hanya segera diterapkan untuk pengemudi kendaraan roda empat atau lebih, tetapi juga terhadap pengemudi sepeda motor. Tilang elektronik untuk sepeda motor diberlakukan mulai 1 Februari 2020.
“Rencana mulai tanggal 1 Februari 2020 dari jajaran Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya akan melaksanakan penindakan E-TLE terhadap pengemudi sepeda motor,” kata Direktur Lalulintas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Yusuf di Polda Metro Jaya, awal pekan ini.
Penindakan terhadap kendaraan roda dua menggunakan sistem E-TLE akan dilakukan di ruas jalan yang sudah terpasang rambu-rambu E-TLE. Utamanya di Jalan Sudirman-Thamrin Jakarta.
Untuk menerapkan penindakan terhadap pengemudi sepeda motor yang melanggar aturan di jalur tersebut telah dilakukan penambahan kamera pengawas (cctv) di lapangan. Kamera baru yang dipasang 45 buah, sedangkan yang sudah dipasang untuk mobil sebanyak 12 buah sehingga total 57 kamera.
Saat ini sosialisasi E-TLE untuk roda dua sudah berjalan. Bahkan sudah merekam sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh pengendara motor.
Penindakan dalam bentuk tilang mulai diberikan per 1 Februari. Untuk saat ini pelanggar tetap mendapatkan surat berisi bukti pelanggaran yang dilakukan, hanya saja surat tersebut masih sebatas peringatan.
“Kita kirim pemberitahuan ke alamat pelanggar bahwa pada tanggal sekian saudara melaksanakan pelanggaran, jenis pelanggarannya seperti ini. Kita belum tindak secara tilang, masih pemberitahuan,” katanya.
Tilang elektronik untuk kendaraan roda dua dan roda empat mempunyai prosedur yang sama. Mulai dari “tertangkap” kamera dan penindakannya hingga pemblokiran STNK.
“Prosedurnya sama dengan kita melaksanakan E-TLE untuk roda empat kemarin, mulai dari ter’capture”, konfirmasi, kemudian dia (pelanggar) harus merespons. Kalau tidak ada respons, ya kita lakukan blokir terhadap STNK,” ujarnya.
Kendaraan yang terkena pemblokiran STNK tidak akan bisa melakukan pembayaran pajak, pindah alamat, dan sebagainya. Pelanggar harus membayar denda tilang dulu sesuai pelanggaran yang dibuat.
Pada akhirnya, tujuan penerapan E-TLE untuk sepeda motor ini adalah untuk menekan angka pelanggaran lalulintas. Kecelakaan lalulintas dan kemacetan berawal dari pelanggaran lalulintas.
“Supaya masyarakat tertib, kenapa terjadi kemacetan, kecelakaan itu melalui pelanggaran. Bagaimana supaya tidak melanggar? Tertib. Bagaimana supaya tertib? Ada kamera,” katanya.
Dengan sistem berteknologi ini, polisi hanya beberapa waktu tertentu, sedangkan kamera 24 jam. “Sehingga nanti muncul pola pikir (mindset) masyarakat akan tertib karena di sana ada kamera, ‘oh saya harus tertib.’ Itu tujuannya,” kata Yusuf.
Ke depan, cara baru itupun tidak hanya akan berlaku di Jakarta tetapi juga di berbagai daerah. Itu karena efektivitas dan efisiensinya.
Konvensional
Kepala Korps Lalulintas Polri Irjen Polisi Istiono mengemukakan, tilang elektronik efektif untuk menegakkan hukum terhadap pelanggar aturan lalulintas. “Harus disadari penegakan hukum secara konvensional sudah tidak dapat berjalan efektif di lapangan,” kata Istiono.
Penegakan hukum konvensional terhadap pengendara terkendala jumlah personel yang kurang sehingga tidak terawasi secara efektif.
Selain itu, dari aspek penegakan hukum juga lemah dalam pembuktian sehingga terjadi perdebatan dan berpotensi terjadi penyimpangan yang dilakukan petugas Kepolisian.
Dia menyebutkan pemberlakuan tilang elektronik sudah berjalan efektif di wilayah DKI Jakarta. Awalnya dengan dua kamera menjadi 12 kamera berteknologi tinggi untuk mengawasi pengendara mobil sejak tahun lalu.
Saat ini, Istiono menyatakan, pengembangan berbagai inovasi unggulan seperti tilang elektronik mulai diberlakukan di daerah Surabaya, Jawa Timur. Direktorat Lalu Lintas Polda Jawa Timur telah menempatkan 20 kamera pengawas dan lima kamera pemantau kecepatan kendaraan.
Kamera teknologi canggih itu mampu menangkap perilaku pelanggaran. Seperti mengemudi sambil menggunakan telepon seluler, pengemudi tidak menggunakan sabuk pengaman, melebihi batas kecepatan, melanggar marka jalan dan pelanggaran lampu perempatan.
“Sistem yang dapat menangkap dan merekam pelanggaran secara otomatis menggunakan
‘artificial intelligence’,” ujar Istiono.
Sistem tersebut mampu menekan angka kecelakaan lalulintas hingga 30 persen dan menyumbang keuangan kepada negara sebesar Rp3,6 miliar dari denda bukti pelanggaran (tilang) lalulintas.
Istiono berharap pemberlakuan tilang elektronik tersebut mendapat dukungan dari pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat.
Jadi, pengendara motor berhati-hatilah dan berpikir ulanglah untuk melakukan pelanggaran (terutama di jalur tilang elektronik) karena gambar perilaku selama berkendara terlihat dengan jelas di kantor polisi.
Ant/Wahyu