REMBANG (SUARABARU.ID)- Kabupaten Rembang saat ini memiliki tiga museum sejarah. Satu museum berada di dalam kota, yakni museum RA Kartini, sedangkan dua museum lagi berada di luar pusat pemerintahan Kabupaten Rembang. Museum itu adalah Museum Kapal Kuno di Desa Punjulharjo, Kecamatan Rembang dan Laboratorium Arkeologi Rumah Peradaban Situs Prasejarah Plawangan, di Desa Plawangan Kecamatan Kragan.
Beda dengan Museum RA Kartini dan Museum Perahu Kuno yang dikelola Pemerintah Kabupaten Rembang, Rumah Peradaban Situs Prasejarah Plawangan atau biasa disebut Museum Plawangan, adalah milik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pengelolanya adalah Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
BACA JUGA : 226 Taruni/Taruna Tingkat III Akmil Sandang Brevet Latihan Hulubalang
Museum Plawangan sudah lama ada, bahkan lebih dulu dibanding keberadaan museum RA Kartini. Namun tempat ini ternyata belum begitu banyak dikenal masyarakat. Apalagi dijadikan tempat utama untuk berwisata sejarah, ataupun menjadi tempat pembelajaran.
Saat ditemui wartawan beberapa waktu lalu, juru kunci Museum Plawangan, Juned (60) mengungkapkan, tempat ini menyimpan banyak peninggalan bersejarah. Khususnya sejarah
peradaban manusia yang hidup di tempat ini, pada masa 1500 SM hingga 400 Masehi. Itu artinya, benda-benda bersejarah yang ada di museum ini sudah ada sejak 3.500 tahun yang lalu.
Namun sayangnya, belum begitu banyak masyarakat yang mengetahuinya. Bahkan masyarakat ataupun pelajar di Kabupaten Rembang sendiri, masih jarang yang tahu tempat ini. Hanya beberapa pelajar saja yang sesekali berkunjung ke museum ini, itupun jumlah pengunjungnya hanya beberapa orang saja.
”Malah pada hari-hari biasa sering tidak ada pengunjung sama sekali. Oleh karena itulah, saya berharap ada peran pemerintah setempat untuk turut mempromosikan museum ini, walaupun ini bukan milik Pemerintah Kabupaten Rembang,” ungkap Juned.
Diungkapkan juga. kurangnya kepedulian Pemerintah Kabupaten Rembang juga bisa dilihat pada situs Plawangan, yang menjadi tempat penemuan barang-barang dan tengkorak manusia yang menjadi koleksi Rumah Peradaban Situs Prasejarah Plawangan ini. Kini situs yang pernah beberapa kali digali untuk penelitian, justru telah berubah fungsi menjadi pusat layanan kesehatan.
Kini di tanah yang dulu digali untuk penelitian, telah berdiri bangunan Puskesmas Kragan. Padahal tempat itu bisa dijadikan museum galian, yakni galian situs bersejarah yang bisa langsung disaksikan masyarakat.
”Kalau cuma Puskesmas, dibangun sehari pun bisa jadi, tapi kalau tempat bersejarah butuh bertahun-tahun untuk mencarinya. Ongkos yang dikeluarkan juga tidak sedikit, dan tidak semua tempat ada,” ungkap Juned.
Ditambahkan dia, di tanah yang kini telah berdiri Puskesmas Kragan, dulunya adalah komplek pemakaman. Komplek ini memanjang sejauh 200 meter hingga jalan nelayan di depan madarasah. Jadi sangat wajar jika ada orang yang menggali tanah untuk pondasi bangunan di radius 200 meter, akan banyak ditemukan tengkorak manusia ataupun tempayan (gerabah) yang disertakan dalam pemakaman.
Bahkan saat hendak membuat septic tank untuk Puskesmas, para tukang penggali tanah tanpa sengaja juga menemukan 12 tempayan yang berisi 12 tengkorak manusia. Lantaran dianggap
tidak penting, akhirnya benda bersejarah itu dihancurkan. ”Cuma satu yang bisa saya selamatkan, barangnya ya ini,” jelas Juned, sambil menunjukkan gerabah berupa gentong besar yang tersimpan di Museum Plawangan.
Misteri Tempayan Kubur
Rumah Peradaban Situs Prasejarah Plawangan adalah komplek museum yang terdiri dari tiga ruang utama, yakni ruang pamer, ruang artefak dan ruang serbaguna untuk sosialisasi. Di tempat ini tersimpan barang-barang hasil penggalian dari situs Plawangan dan sekitarnya. Baik yang berasal dari komplek pemakanan ataupun lokasi yang diduga menjadi komplek perkampungan.
Berbagai barang peninggalan dari situs Plawangan sangat banyak macamnya. Di antaranya peralatan (artefak) dari benda tanah liat bakar seperti tempayan, periuk, kendi, cawan, bandul jala dan keramik asing. Sementara barang dari logan perunggu-besi juga banyak, di antaranya parang, pisau, mata tombak, sabit, nekara, mata kail dan uang kepeng.
Selain itu juga, dari situs Plawangan juga ditemukan aneka perhiasan seperti manik-manik dari batu, kaca, kulit kerang atau emas. Juga ada cincin dan gelang dari perunggu. Namun sebagian besar barang bersejarah yang tersimpan di museum ini adalah berupa tulang manusia, dan barang-barang yang disertakan pada proses pemakaman.
Di situs Plawangan memang ada dua model pemakaman, yakni pemakaman secara langsung (primer) dan tidak langsung (sekunder), yang disertai bekal kubur. Dari penggalian di situs Plawangan, bentuk pemakan primer juga ada beberapa perlakuan terhadap mayat yang dikubur. Ada yang membujur, terlentang, tengkurap, jongkok atau bahkan terlipat.
Perlu Jawaban
Sementara pada pemakaman sekunder, jasad yang telah menjadi tulang belulang dimasukkan dalam tempayan dari gerabah ataupun dalam nekara perunggu. Ini tergantung dari status sosial yang meninggal. Bahkan ada juga bekal kubur yang memiliki nilai kemewahan, di antaranya penutup mulut dan mata yang terbuat dari emas.
Meski telah dilakukan penelitian sejak 1978, situs Plawangan masih tetap menjadi misteri yang belum terungkap secara komplet. Temuan kerangka manusia dan berbagai bekal kubur merupakan jejak kehidupan masa lalu yang terus diteliti. Banyak pertanyan dari para peneliti yang belum bisa terjawab.
Di antaranya, siapa manusia pendukung budaya ini. juga tentang sistem sosial ekonomi, pengetahuan teknologi dan komsep kepercayaannya. Lalu ada pertanyaan juga, sejak kapan dan kenapa mereka bermukim di wilayah ini? Belum lagi jika kita melihat tulang manusia yang ditemukan itu, ternyata memiliki panjang antara 1,9 sampa 2 meter.
Sementara orang-orang Indonesia saat ini, sangat jarang yang memiliki ukuran hingga dua meter. Pertanyaan itu merupakan teka-teki yang memerlukan jawaban melalui serangkaian penelitian. Namun sayang, situs pendukung dan banyak peninggalan lain justru dirusak dan terkubur oleh bangunan baru.
Sanyoto/Riyan