blank
H Muhtamat. foto:dok

KUDUS (SUARABARU.ID) – Ketentuan penggunaan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) bagi warga miskin eks peserta BPJS PBI APBD yang berobat ke RS, mulai menuai keluhan dari masyarakat.  Warga merasa kebijakan tersebut memberatkan karena pengurusan SKTM harus dilakukan sampai di tingkat Kecamatan.

Keluhan tersebut terutama muncul dari warga dari desa-desa di wilayah kecamatan pinggiran.  Sebab, secara geografis banyak desa yang lokasinya berjauhan dari kantor kecamatan.

“Sangat memberatkan. Kami menemui beberapa warga di Kecamatan Undaan yang mengeluh karena harus bolak balik ke kecamatan guna mendapatkan SKTM untuk berobat rawat inap di RSUD,”kata Anas Wahyudi, salah seorang warga.

Dan yang lebih parah lagi, tak hanya harus memperoleh persetujuan dari Kecamatan, pasien juga harus kembali melegalisir salinan dokumen SKTM yang diminta oleh RSUD. Hal ini membuat pasien harus bolak balik ke kantor kecamatan.

“Yang terjadi  seperti itu. Apa tidak bisa sebelumnya pasien sudah diminta melengkapi dokumen persyaratan. Jadi, tidak perlu bolak balik seperti saat ini,”katanya.

Sebagaimana diketahui, persyaratan penyertaan SKTM bagi warga miskin untuk berobat di RSUD memang mulai diberlakukan lagi per 1 Januari 2020. Kebijakan tersebut diambil lantaran seluruh kepesertaan BPJS PBI APBD bagi warga miskin di Kudus sementara dinonaktifkan.

Penonaktifan tersebut menyusul belum selesainya proses verifikasi data penerima PBI APBD, terkait minimnya anggaran yang dikucurkan Pemkab Kudus. Sementara BPJS nonaktif, Pemkab tetap memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi warga miskin meski namun dengan syarat melampirkan SKTM.

Perwakilan RSUD Kudus, Saiful Anas mengungkapkan, persyaratan SKTM bagi warga yang ingin mendapatkan pelayanan kesehatan gratis memang untuk sementara mulai diberlakukan. SKTM tersebut juga menjadi masukan untuk proses verifikasi data bagi calon peserta BPJS PBI APBD.

“Setahu saya, kebijakannya SKTM tersebut memang harus persetujuan Kecamatan,”katanya.

Filter Data

Terkait kewajiban harus ada legalisir atas SKTM tersebut, kata Saiful, justru itu akan mempermudah bagi pasien. Sebab, selain sebagai persyaratan mendapat layanan gratis, SKTM tersebut juga harus dilampirkan dalam rekam medik, maupun saat pasien harus kontrol.

“Jadi kalau SKTM sudah dilegalisir, itu justru meringankan pasien agar tidak bolak balik ke desa lagi,”tandasnya.

Sementara, Sekretaris Komisi D DPRD Kudus, Muhtamat mengatakan secara pribadi dirinya menilai persyaratan SKTM dengan persetujuan kecamatan sebenarnya tidak masalah. “Toh itu kan bisa diurus keluarga pasien yang tidak sakit,”katanya.

Menurutnya, SKTM tersebut bisa menjadi filter untuk mendorong yg keluarga mampu ikut BPJS Mandiri. Sehingga, pemerintah nantinya hanya fokus mengkover keluarga miskin saat ini kena pengurangan akibat kebijakan PBI APBN.

“Dan yang harus jadi catatan, pengurangan jumlah peserta PBI ABPD tersebut bukan sebuah kesengajaan, tapi memang konsekuensi dari terbatasnya kemampuan keuangan daerah,”katanya.

Oleh karena itu, kata Muhtamat, pihaknya mendorong OPD terkait untuk bisa secepatnya menyelesaikan menverifikasi data. Diharapkan, Februari mendatang, kepesertaan BPJS PBI APBD bisa diaktifkan lagi.

Tm-Tm/Ab