blank
Komisi C saat melakukan audiensi dengan Perusahaan Air Minum Cleo Kudus. Foto:Suarabaru.id

KUDUS (SUARABARU.ID) –Perusahaan Air Minum merk ‘Cleo’ Kudus yang bernaung di bawah naungan PT Sariguna Prima Tirta ternyata belum memiliki dokumen Analisis Dampak Lingkungan (Amdal). Kondisi tersebut cukup ironis mengingat pabrik tersebut sudah beroperasi di Kudus sejak 2006 dan melakukan eksploitasi air bawah tanah (ABT).

Belum adanya Amdal tersebut terungkap ketika Komisi C DPRD Kudus memanggil perwakilan perusahaan, Jumat (3/1). Dalam pertemuan tersebut,  Regional Manager perusahaan air minum Cleo Kudus, Yohanes Catur Arkiyono, mengaku hanya memiliki  UKL-UPL dalam operasional perusahaannya.

“Kami memiliki UKL-UPL beserta SIPA (Surat Izin Pengambilan Air Bawah Tanah) untuk empat sumur Air Bawah Tanah (ABT)  kami,”kata Catur.

Pernyataan Catur tersebut untuk menjawab terkait persoalan pemanfaatan ABT yang dipersoalkan Komisi C. Awalnya, Catur menyatakan kalau semua operasional perusahaannya sudah memenuhi prosedur yang ada.

Untuk eksploitasi air, kata Catur, empat sumur ABT yang dimilikinya sudah memiliki SIPA. Hanya saja, dua SIPA diantaranya masih dalam proses perpanjangan. Pun demikian dengan dokumen lainnya,  Kata Catur, perusahaannya juga sudah memiliki UKL-UPL. Sehingga, secara prosedur perizinan sudah terpenuhi.

Air bawah tanah tersebut, kata Catur digunakan untuk bahan baku produksi air minum Cleo. Setiap harinya, sekitar 100 kubik air tanah yang diambil untuk produksi air mineral Cleo.

Menanggapi pernyataan tersebut, Soleh Isman selaku pegiat lingkungan yang turut diundang dalam pertemuan tersebut langsung menyergah. Menurutnya, operasional perusahaanair minum Cleo tidak semestinya cukup hanya menggunakan UKL-UPL untuk mendapatkan izin lingkungan.

Desak Hentikan Operasional

Menurut Soleh, sesuai UU 32/2009, perusahaan air minum Cleo harusnya masuk kriteria perusahaan yang wajib memiliki Amdal. Sebab, dalam pasal 23 disebutkan kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting yang wajib dilengkapi dengan amdal diantaranya adalah perusahaan yang melakukan eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan.

Selain itu, Amdal juga diwajibkan jika dalam proses dan kegiatannya, secara potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya.

“Melihat kriteria dalam UU 32/2009, sudah semestinya pabrik air minum Cleo yang mengeksploitasi air bawah tanah ratusan kubik per hari harus memiliki Amdal,” tandasnya.

Atas persoalan tersebut, kata Soleh, sudah semestinya Pemkab Kudus harus melakukan langkah konkret. Bahkan kalau perlu, Pemkab harus berani menghentikan sementara operasional perusahaan hingga regulasi yang ada terpenuhi semua.

Baca juga : Komisi C Temukan Kejanggalan di Pabrik Air Mineral Cleo

Sementara, Ketua Komisi C DPRD Kudus Rinduwan mengatakan, untuk regulasi harus benar-benar diselesaikan dengan baik. Apalagi, perusahaan itu menggunakan air dari Kabupaten Kudus. Karenanya, baik dari bina lingkungan hingga perizinan harus sesuai dengan aturan.

“Tidak cukup hanya UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup) saja. Tetapi amdalnya belum punya. Karena penggunaan air di bawah 50 meter itu harus pakai amdal,” jelasnya.

Hanya saja, terkait apakah Komisi C merekomendasikan penghentian sementara operasional perusahaan, Rinduwan belum bersedia berkomentar lebih banyak. “Dua minggu lagi akan kami cek sambil kita kaji regulasinya,”katanya.

Sebelumnya, Komisi C DPRD Kudus juga melakukan sidak di perusahaan air minum Cleo. Awalnya Komisi C melakukan pengecekan atas keseluruhan perizinan terkait pemanfaatan sumur air bawah tanah (ABT).

Tm-SB/Ab