SEMARANG (SUARABARU.ID) – Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengajak seluruh pihak harus siap memitigasi dengan memahami potensi bencana yang ada di wilayah masing-masing dan meningkatkan latihan.
Sehingga, apabila terjadi bencana, penyelamatan korban jadi tindakan pertama dan utama.
“Desember 2019 hingga Maret 2020 ini kan diprediksi menjadi puncak musim hujan. Seiring dengan meningkatnya intensitas hujan, maka perlu diwaspadai bahaya banjir, longsor dan angin puting beliung. Penyelamatan korban harus jadi yang pertama,” kata Ganjar, Selasa (17/12).
Data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jateng, bencana angin puting beliung melanda 12 Kabupaten di Jawa Tengah.
Pemprov Jateng pun menyiapkan Rp 23 miliar untuk membantu korban angin puting beliung. Tidak semua dibantu, hanya yang roboh dan juga rusak berat.
Untuk rumah roboh, mendapatkan bantuan Rp 15 juta per rumah, sementara rusak berat dibantu Rp 10 juta per rumah.
Kepala BPBD Provinsi Jawa Tengah, Sudaryanto menambahkan, hingga Desember ini sudah ada 20 kabupaten/kota yang terkena bencana.
Dampaknya, 4.000 rumah warga mengalami kerusakan dari ringan hingga berat. Di samping itu ada kerusakan fasilitas umum lain.
Sementara itu, pada kegiatan Sosialisasi dan Sinkronisasi Kesiapan Penanganan Bencana Banjir, Longsor dan Angin Puting Beliung, Senin (16/12/2019), Pj Sekda Jateng Herru Setiadhie pun mengingatkan soal kevalidan data bencana.
Pihaknya khawatir, jika data tidak klop, mengakibatkan skenario penanganan yang kurang pas. Begitu skenario tidak pas dengan data, maka langkah yang diambil juga akan keliru.
“Intinya, data yang ada disinkronisasi, maka skenario akan tepat. Kalau skenario tepat, maka langkah penanganan bencana yang diambil akan match,” katanya.
Herru juga menyampaikan pesan dari Gubernur Ganjar Pranowo agar Kepala BPBD provinsi dan kabupaten/kota berkonsolidasi untuk memberikan peta rawan bencana banjir, longsor dan angin puting beliung, utamanya di wilayah selatan Jawa Tengah. Data diberikan kepala desa/ lurah dan para relawan.
“Ini bentuk kesiapsiagaan. Jangan karena tidak pernah terjadi, kemudian lengah. Seperti kantor di Kabupaten Semarang yang rusak karena angin ribut. Maka jangan terlalu PD. Tidak pernah, tapi nyatanya kejadian,” ujarnya.
Kesiapsiagaan yang dilakukan termasuk langkah penanganan bencana yang dilakukan, lanjut Herru, diupload di berbagai media sosial.
Cara itu juga sekaligus untuk membangun dialog antara Pusat Komando dan Pengendalian (Puskodal) kabupaten/kota dan provinsi, sehingga fungsinya berjalan.