blank
Para pemateri ketika menyampaikan paparanya dalam "Dialog Kebangsaan, Mewujudkan Islam Ramah dan Bermaslahah, Refleksi Hirah Nabi", yang digelar Jamaah Yasinan Nusantara (Jaya Nusa), di Pendopo Bupati Wonosobo, Sabtu (14/9). (Foto: SuaraBaru.id/Muharno Zarka)

WONOSOBO-Direktur Hukum Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol Eddy Hartono SIK meminta warga ikut memerangi gerakan terorisme dan radikalisme yang belakangan ini sering terjadi. Terorisme dan radikalisme harus menjadi musuh bersama.

“Dalam menangkal aksi terorisme dan radikaslisme tidak cukup mengandalkan aparat keamanan, TNI dan Polri. Warga juga harus ikut aktif menanggulangi tindakan kekerasan yang kerap mengatasnamakan agama dengan semangat jihad,” katanya.

Brigjen Pol Eddy Hartono SIK mengatakan hal tersebut ketika menjadi pemateri “Dialog Kebangsaan, Mewujudkan Islam Ramah dan Bermaslahah, Refleksi Hirah Nabi”, yang digelar Jamaah Yasinan Nusantara (Jaya Nusa), di Pendopo Bupati Wonosobo, Sabtu (14/9).

Pembicara lain dalam dialog kebangsaan antara lain ; Dr Hj Siti Nur Azizah Ma’ruf M Hum (putri Prof KH Ma’ruf Amin MA/Wakil Presiden terpilih) dan Haddad Alwi (pelantun lagu religi). Dialog diikuti berbagai elemen masyarakat lintas agama di Wonosobo.

Dikatakan mantan Komandan Densus 88/Antiteror Polri, berdasarkan hasil survey ada sejumlah 18 persen kelompok religius oriented (berorientasi agama murni) di Indonesia yang menyebarkan paham Islam kanan dengan pemahaman Islam tekstual.

“Sisanya adalah kelompok nasionalis (39,43 persen) dan nasionalis religius (42,47 persen). Kelompok nasionalis-religius punya prosentase terbesar di negeri ini dan berada di tengah antara kelompok nasionalis dan religius,” katanya.

Meski jumlahnya cukup kecil, imbuhnya, kelompok Islam kanan (religius oriented) dikuasai oleh kalangan muda intelektual dan banyak berkembang di kampus-kampus maupun kelompok kajian ke-Islaman di masyarakat. Kelompok ini cenderung radikal (garis keras).

“Munculnya aksi terorisme dan radikalisme di berbagai tempat ini disemai dari kelompok Islam garis keras. Mereka cenderung ingin mendirikan negara Islam, semacam DI/TII di masa lalu dan kini ada HTI, Isis, Ikhwanul Muslimin dan sejenisnya,” papar dia.

blank
Usai menandatangani ikrar damai, para pembicara dan jajaran Forkompimda Wonosobo foto bersama. (Foto : SuaraBaru.id/Muharno Zarka)

Islam Ramah

Dari pengakuan pelaku terorisme, ujar Eddy, mereka melakukan aksi bom bunuh diri karena aqidah, tauhid, jihad dan ijtihad mati syahid. Pemahaman kelompok teroris cenderung tekstual, sehingga ketika melakukan terorisme sama saja berjuang di jalan agama.

“Aksi kelompok radikal yang menginginkan negara Islam di Indonesia harus terus diperangi. Keterlibatan tokoh masyarakat dan tokoh agama dalam mencegah secara dini gerakan terorisme dan fundamentalis sangat penting dilakukan,” pintanya.

Hj Siti Nur Azizah Ma’ruf lebih menyoroti perihal kebhinekaan yang ada di Indonesia. Negeri ini sejak dulu sudah terdiri dari berbagai suku, ras, agama dan antar golongan (SARA). Meski berbeda tapi harus tetap bersatu dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika.

“Empat pilar bangsa yang terdiri dari Pancasila, UUD 45, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI menjadi pondasi berdirinya negara Indonesia. Sampai kapan pun tidak ada pihak yang dapat menggoyahkan persatuan dan kesatuan negeri ini,” sebutnya.

Kearifan lokal yang ada diberbagai daerah, imbuhnya, harus dikolaborasikan dengan nilai Islam yang universal. Tindakan inteloransi, radikalisme, terorisme, hoak, ujaran kebencian dan fitnah, bukan merupakan jati diri bangsa Indonesia yang baik.

“Nilai-nilai Islamiyah, basyariyah dan wathoniyah musti menjadi ruh dalam hidup bernegara, berbangsa, beragama dan bermasyarakat. Islam yang benar adalah Islam yang rahmatan lil alamin. Bukan Islam yang marah tapi Islam yang ramah,” katanya.

Senada dengan Hj Siti Nur Azizah Ma’ruf, Haddad Alwi mengaku heran belakangan ini banyak orang yang mengaku Islam tapi menampilkan agamanya dengan cara yang keras dan menakutkan. Padahal Islam itu penuh kasih sayang dan cinta damai.

“Jika Islam ditampilkan secara keras tanpa keramahan maka yang terjadi adalah pertikaian yang mengatasnamakan agama. Jangan sedikit-sedikit, karena tidak sepaham atau seiman, pihak lain dikafir-kafirkan. Marilah ber-Islam dengan penuh kasih dan sayang,” ajaknya.

Acara dialog kebangsaan dipungkasi penandatangan ikrar perdamaian oleh Dr Hj Nur Azizah Ma’ruf, Brigjen Pol Eddy Hartono SIK, Bupati Eko Purnomo SE MM, Kapolres AKBP Abdul Waras SIK, Dandim 0707 Letkol Czi Wiwid Wahyu Hidayat dan Ketua Umum Jaya Nusa H Idham Cholid.

SuaraBaru.id/Muharno Zarka