SALATIGA – Sejumlah sekolah SMA/SMK/SLB negeri di Jawa Tengah terindikasi terpapar radikalisme. Setidaknya, ada tujuh kepala sekolah yang diduga kuat terindikasi masuk dalam jaringan radikalisme.
Hal tersebut seperti yang diungkapkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo saat menghadiri acara Halaqoh Kyai Santri Tentang Pencegahan Terorisme di Hotel Grand Syahid Salatiga, Sabtu (14/9). Menurutnya, ketujuh kepala sekolah itu saat ini sedang dibina untuk kembali ke jalan yang benar.
“Sekarang masih kami bina untuk kembali ke jalan yang benar. Kalau tidak mau, ya diambil tindakan tegas,” kata Ganjar.
Ganjar menerangkan bahwa sekolah memang menjadi tempat yang harus segera dibereskan mengenai idiologi. Ia sendiri mengakan sudah mendapat laporan dari banyak tokoh agama dan masyarakat mengenai penanaman paham radikalisme di sekolah yang dilakukan sangat massif.
Beberapa laporan yang masuk lanjut dia, isu radikalisme diberikan melalui mata pelajaran dan juga kegiatan ekstrakulikuler.
“Sekolah memang yang akan kami bereskan secepatnya. Setelah sekolah adalah pemerintahan. Dua hal ini yang menjadi fokus saya. Maka saya mengajak ayo semua organisasi keagamaan untuk bareng-bareng meluruskan idiologi bangsa ini,” tegasnya.
Ganjar pun meminta masyarakat untuk berpartisipasi aktif memantau radikalisme. Apabila ada hal yang mencurigakan atau penyebaran paham radikalisme, harus segera melaporkan.
“Silahkan laporkan ke kami, biar kami pemerintah yang urus. Partisipasi masyarakat dibutuhkan, karena itu bagian dari kepedulian pada bangsa dan negara,” tutupnya.
Selain Ganjar, dalam acara tersebut juga hadir Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. Sama dengan Ganjar, Khofifah pun menyoroti tentang masifnya penyebaran radikalisme di lingkungan sekolah.
“Bahkan ada survey dari UIN Syarief Hidayatullah Jakarta yang cukup mengerikan. Tidak sedikit anak yang disurvey sepakat bahwa orang murtad boleh dibunuh,” terangnya.
Tak hanya kalangan siswa, sejumlah guru dan dosen lanjut Khofifah juga menjadi objek survey. Dan hasilnya, banyak guru dan dosen yang memiliki paham radikal.
“Survey tersebut menunjukkan tingginya intoleransi di Indonesia. Untuk itu saya mengajak mas Ganjar agar Jateng dan Jatim sering bertemu dan duduk bersama menyelesaikan persoalan-persoalan intoleransi,” tutupnya. (suarabaru.id)