blank
Sekretaris DPRD Kabupaten Wonogiri, Gatot Siswoyo, melambaikan tangan saat berlayar menuju Kampung Berau, Rammang-Rammang di bentang kawasan karst Maros Pangkep, Sulsel.(suarabaru.id/bp)

MAROS – Akbar Rasjid, adalah Kasubag Humas DPRD Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel). Tapi, dia begitu bersemangat menawarkan potensi keindahan di destinasi wisata bentang alam Kawasan Karst Maros Pangkep di Kabupaten Maros, Sulsel. ”Anda pasti takjub dan merasa seperti berada di negeri Antah Berantah layaknya di dunia dongeng,” tendasnya.

Pemandu wisata Dhario dan Pimpinan Pusat Nabilla Tour, Antok, juga berujar secara promotif tentang wisata alam bentang kars di Maros Pangkep, yang disebutkan memiliki keindahan alam yang menakjubkan. ”Hanya butuh perjalanan sekitar satu jam dari Kota Makasar,” jelas Dhario.

Ini menjadikan penasaran bagi rombongan Pimpinan DPRD Wonogiri yang melakukan studi banding ke Sulsel, untuk berminat mengunjungi bentang alam kawasan Karst Maros-Pangkep. Dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Wonogiri, Setyo Sukarno, rombongan dari Wonogiri ini, menyertakan pula Sekretaris Dewan (Sekwan) Gatot Siswoyo, Kabag Persidangan Sutopo, Kasubag Humas Amin Nugroho, Kasubag Risalah Takari, Kasubag TU Hati Mulyani dan awak media yang selama ini setia meliput kegiatan legislatif.

Lewat tengah hari, rombongan yang diangkut bus dengan sopir Umar ini, tiba di dermaga satu untuk memulai berlayar memakai perahu bermesin mengarungi Sungai Pute. Pelayarannya, melewati sela-sela gugusan batuan karst dengan beragam bentukan. Menyusup dua lorong batuan sempit, untuk menuju Kampung Berua di lokasi destinasi wisata Rammang-Rammang. ”Awas jangan mengeluarkan tangan, kita akan menyusup lorong sempit,” ujar Hasbi sebagai juru mudi perahu.

Rasa takjub pun segera muncul ketika menyaksikan dari dekat bentangan batuan tebing yang indah megah, yang berdiri sendiri dalam format vertikal layaknya menara atau yang berkelompok. Di sepanjang tepi Sungai Pute, berjajar hutan batu terbesar dan terindah kedua di dunia, setelah bentang alam karst di Taman South China Karst, Yunnan, China. Gemercik air Sungai Pute, kicauan aneka satwa burung di sela-sela rerimbunan hutan, bagai merenda nada irama alami.

Bentang alam Karst Maros-Pangkep ini, masuk daftar UNESCO sebagai World Heritage (warisan dunia) kategori natural, dan menjadi yang terbesar kedua di dunia setelah kawasan karst di Guangzhou, China. Membentang seluas sekitar 43.750 Ha, dan sekitar 21.631 Ha berada di dalam wilayah Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TN Babul). Selain barisan tebing-tebing, wilayah Kars Maros Pangkep juga berupa hutan lindung, pedesaan, dan persawahan.

UNESCO mencatat, wilayah Kars Maros Pangkep merupakan habitat alami dari flora dan fauna, yang diantaranya terancam punah. Seperti tumbuhan Bintangur, Beringin, Enau, Nyato, Kayu Hitam, dan Sappang. Sedangkan hewan unik yang berhabitat di wilayah ini misalnya, lebah gua, monyet hitam, kus-kus, aneka jenis kupu-kupu langka, kadal besar (biawak), udang gua, kalajengking gua, dan sejumlah jenis ikan.

”Di sini tidak ada harimau, tapi ular besar masih,” ujar Tina. Wanita Kampung Berau ini, sehari-hari membuka usaha warung kopi di rumahnya yang di kelilingi kolam ikan dan areal persawahan. Kampung Berau (Kampung Baru) di Dusun Rammang-Rammang, dihuni 12 keluarga. ”Anak-anak yang bersekolah, diantar dan dijemput dengan perahu,” timpal Hami. Rammang-Rammang adalah destinasi wisata yang menjadi ikon di gugusan pegunungan karst (kapur) Maros Pangkep. Letaknya di Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Sulsel, sekitar 40 Km di sebelah utara Kota Makassar.

Sebelum menuju ke Kampung Berau, perahu merapat di dermaga Kampung Batu. Pelancong diajak berjalan kaki melewati jalan setapak menuju lorong gua, dengan bentukan beragam batuan stalaktit dan stalakmit yang unik, yang keunikannya hanya ditemukan di Guanghzou, China atau di Teluk Halry, Vietnam. Kawasan Karst Maros Pangkep memiliki 268 gua, yang 89 diantaranya masuk kategori gua prasejarah, yang ada bekas tapak tangan dan lukisan buatan manusia purba. Gua terdalam 260 Meter di Leaputte Leang dan yang terpanjang 2.700 Meter di Salukkan Kallang. Gua-gua tersebut memiliki informasi-informasi yang sangat berguna untuk menggali sejarah tentang bumi. Seperti seni lukis dinding gua zaman pra sejarah, peralatan batu zaman prasejarah, dan perlengkapan dapur yang terbuat dari cangkang mollusca purba.(suarabaru.id/bp)