SOLO-Sebanyak 269 keturunan Jawa yang tinggal di tujuh negara di luar Indonesia menghadiri acara bertema “Ngumpulke Balung Pisah yang digelar Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta bersama Paguyuban Javanese Diaspora Network (JPN) dan Pemerintah Kota Surakarta.
Kegiatan dihadiri Duta Besar Suriname untuk Indonesia Benz K Abbas dibuka Rektor UNS Prof Dr Jamal Wiwoho di kampus setempat dan akan berlangsung selama tiga hari sejak, Kamis (20/6)
Rektor Prof Jamal Wiwoho dalam sambutannya menyatakan, UNS sangat mendukung kegiatan “Ngumpulke balung pisah “ yang digelar. Budaya Jawa merupakan budaya luhur dan terkenal mengandung kautaman.
Budaya Jawa menjadi sumber ilmu dan falsafah kebijaksanaan yang memayu hayuning bawana. Sejarah telah mencatat bahwasanya budaya Jawa selalu bisa menarik perhatian ilmuwan, filsuf dan sedulur yang meneliti kebudayaan agung dari mancanegara .
Sementara itu Duta Besar Suriname untuk Indonesia Bens K Abas dalam sambutannya menyatakan sangat gembira bertemu keturunan Jawa yang sudah terpencar di berbagai negara. Pihaknya sangat berterimakasih adanya inisiatif Javanologi menggelar acara Ngumpulke balung pisah.
Pada 9 Agustus 2020 mendatang Wong Jowo sudah tinggal di Suriname selama 130 tahun. Pemerintah Suriname dan Indonesia selain bekerjasama di bidang kebudayaan juga melakukan kerjasama bidang ekonomi. Karena itu di tahun ini sudah ada grup dari Indonesia yang melakukan investasi di Suriname. Bahkan Agustus mendatang juga aka nada investor Indonesia yang datang ke Suriname, jelasnya.
Tingkeban.
Ketua Javanologi UNS Dr Setyabudi melaporakan, mereka yang hadir dalam Diaspora Jawa tercatat enam orang dari Suriname, 123 orang dari Malaysia, 38 orang dari Belanda , 51 aorang dari New Caledonia, 26 orang dari Singapura serta dua orang dari Cina. Hal menarik dari acara berskala dunia ini yakni, seluruh pembicaraan ataupun sambutan pidato menggunakan menggunakan bahasa Jawa Ngoko.
Pada kesempatan berbeda Elisabet Sri keturunan Jawa Suriname yang kini bermukim di Belanda saat ditemui menuturkan, pihaknya bersama suami Pahang Dipokromo sangat memanfaatkan kunjungan ke Indonesia.
Meski saat ini dirinya tak bisa menemukan arang yang merupakan saudara dari kakek suami yang orang Solo. Dari penutusan suami yang bekerja di Endovhen, Kakek dan neneknya dibawa Belanda ke Suriname tahun 1928. Orang Jawa Suriname itu masih melaksanakan tradisi adat Jawa semisal Tingkeban, Siraman dalam acara Mantenan O(rang Jawa di Suriname juga memiliki gamelan.
suarabartu.id/Adji W