blank
Menata batu menjadi seperti ini membtuhkan ilmu keseimbangan. rock balancing, atau seni menyusun batu ini bisa dipraktikkan di Desa Sirahan, Cluwak, Pati. Foto:amir Machmud)

PATI– Ingin berekreasi dengankegiatan “menumpuk batu” atau rock balancing? Datanglah ke Kali Gelis di Desa Sirahan. Ya. Inilah dia: batu-batu, Kali Gelis, dan ilmu keseimbangan.

Tiga suku kata ini berkerumun di pikiran Masruri, warga Desa Sirahan, Cluwak, Pati yang sehari-hari dikenal sebagai konsultan metafisika dan hipnoterapis. Lewat keberhasilannya menaklukkan bebatuan, dia mempraktikkan inspirasinya, dan di Kali Gelis dia menemukan “rumus keseimbangan”.

Anda mungkin pernah menyaksikan sebuah karya seni instalasi: batu-batu yang ditumpuk dengan bersusun-susuntidak beraturan tetapi bisa tegak tanpa goyah. Posisi dan ukuran tiap batu itu terlihat “di luar nalar”. Ada yang diletakkan dalam posisi miring. Ada batu berukuran besar yang menindih batu kecil, dan seterusnya. Susunannya mirip dengan ornamen pelengkap di kompleks candi-candi. Orang awam mungkin akan takjub, “Bagaimana mungkin batu-batu bisa disusun seperti itu dan tidak jatuh…”

blank
MEnyusun batu harus dengan perasaan, makahasilnya pun menakjubkan. Foto: Amir MAchmud.

Masruri mengajak kaum muda di desanya untuk bermain-main dengan rock balancing. Dan, jadilah ekspresi seni yang kini mewarnai aktivitas rekreatif di Sirahan. Dia menuturkan, tumpukan batu itu bisa berdiri aman tanpa menggunakan perekat apa pun. Kuncinya adalah “ilmu keseimbangan”. Dia mendapatkan seni “ilmu” itu dari “rumus ketelatenan” dalam mencoba, mencoba, dan terus mencoba, dan akhirnya menemukan feeling.

Ide rock balancingitu didapatkan Masruri yang terinspirasi oleh berita berbagai media pada 2018 tentang batu-batu yang bersusun secara “nyeni” di Sungai Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat. “Temuan” itu membuat banyak warga yang berspekulasi menyikapinya: antara keterampilan seni,atau produk kekuatan magis. Batu-batu bersusun itu sempat dibubarkan oleh aparat pemerintah setempat karena dikhawatirkan menimbulkan syirik.Waktu itu Masruri sudah menduga ada orang yang dengan taste seninya mampu menyusun batu-batu tersebut.

blank
Tak ada unsur magis apalagi syikir dalam batu yang tersusun ini. Ini sebuah seni, keindahan. Foto: amir MAchmud NS

Maka terpikirlah untuk mencoba mempraktikkan inspirasi itu. Bukankah desanya, Sirahan punya Kali Gelis yang kaya batu? Dia pun mencoba melihat-lihat dan menimbang-nimbang jenis bebatuan di sungai yang terletak di sebelah selatan desa, di lembah Damarwulan yang masuk wilayah Kabupaten Jepara itu. Kebetulan, dia memang punya kebiasaan rutin jalan pagi sekaligus refreshing ke kawasan Kali Gelis.

Masruri kemudian mencoba. Beberapa kali batu-batu yang dia susun selalu roboh berjatuhan.Dia merasa belum menemukan kuncinya. Makin sering roboh, dia makin tertantang untuk terus mencoba. Maka dengan penuh rasa penasaran, selama hampir satu bulan penuh dia mencoba-coba,dan baru menemukan “rumus” yang dibutuhkan untuk mencapai keseimbangan dalam menyusun batu-batu itu.

Masa-masa itu, setiap pulang dari Kali Gelis dia selalu membawa sejumlah batu di dalam tas pinggangnya untuk dijadikan berlatih di rumah. Dan, akhirnya, “rumus”itu pun ditemukan, bagaimana menemukan titik agar batu bersusun itu tidak runtuh dan berjatuhan.Dia mengeksplorasi “perasaan” untuk mampu menjaga agar batu-batu itu tetap dalam keseimbangannya.

“Dan, ini bedanya. Orang yang sudah profesional akan menyusunnya dengan memilih ukuran batu terbesar yang ditempatkan di paling atas. Yang sudah ahli pasti akan menyusun dengan struktur batu-batu kecil di lapisan bawah, dan makin ke atas ukurannya makin besar,” kata penulis buku-buku masalah metafisika itu.

Praktik rock balancing Masruri akhirnya terpublikasi setelah dia memosting foto-foto hasilnya di akun facebook. Sambutan masyarakat ternyata luar biasa. Tak sedikit warga yang menanyakan. Ada pula yang sengaja belajar dengan datang kerumah. Banyak pula yang “belajar jarak jauh” dengan meng-inbox hasil-hasil penyusunan batunya,lalu meminta masukan, konsultasi dengan mengontak langsung.

blank

Peminat luar negeri

Tak sedikit pula peminat dari luar negeri seperti Arab Saudi, Hong Kong, dan Korea Selatanyang menghubungi Masruri. Para tenaga kerja Indonesia (TKI) dan anak-anak majikan mereka tertarik belajar menyusun batu. Para TKI bahkan sampai iuran mengumpulkan uang untuk meminta kiriman batu dari Sirahan yang digunakan berlatih bersama.

“Jadi ini kan sebenarnya kegiatan refreshing yang asyik, mengotak-atik susunan batu di waktu senggang. Akhirnya saya juga menemukan kesibukan tambahan, yakni mengirim batu-batu Kali Gelis, lalu mereka mentransfer harga batu dan ongkos kirimnya. Inilah mungkin pertama kali dalam sejarah, bebatuan Kali Gelis menembus pasar ekspor,” selorohnya.

Masruri rata-rata mengirim bebatuan dengan berat 10 kg, dan itu dihargai Rp 1,5 juta dengan ongkos kirim — misalnya — ke Saudi Rp 2.800.000-an.

blank

Lomba Susun Batu

Permainan menyusun batu itu, menurut Masruri, secara global juga banyak dilakukan oleh orang-orang Eropa. Dia mendapat informasi, banyak di antara mereka yang belajar pencak silat dari Indonesia mendalami ilmu keseimbangan ini. Seni menyusun batu itu diyakini bisa mengasah dan meningkatkan “rasa” keseimbangan mereka.

Masruri sudah pernah menyelenggarakan lomba menyusun batu yang diikuti oleh anak-anak muda Sirahan dan sekitarnya di Kali Gelis. Dia merencanakan, dalam peringatan HUT Kemerdekaan RI 17 Agustus tahun ini akan mengadakan lomba yang juga terbuka untuk orang-orang di luar desanya.

Aktivitas rock balancing kini betul-betul mulai memasyarakat di desa yang berbatasan dengan Kabupaten Jepara dan Kudus itu. Anak-anak banyak yang berlatih dan menikmati. Bahkan sejumlah sekolah dan pondok pesantren juga mengirim wakil-wakilnya, meminta kepada Masruri untuk dilatih seni menyusun batu.

Secara ilmiah, menurutnya ada manfaat lebih besar dari aktivitas ini. “Saya baca dari analisis dr Frandy Susiata SapS dari RS Siloam Kebon Jeruk lewat detik.com, bahwa rock balancing bisa membantu mencegah pikun, mencegah tremor, melatih konsentrasi, melatih kesabaran, dan melatih rasa percaya diri,” tuturnya.

Setidak-tidaknya, “wabah” seni menyusun bebatuan itu pun akhirnya memberi tambahan warna kegiatan di wilayah asri yang disebut-sebut sebagai “desa pendidikan” di wilayah Kabupaten Pati itu.

suarabaru.id/ Amir Machmud NS