BLORA – Pengadilan Negeri (PN) Blora, Kamis (6/12), kembali menggelar sidang pemeriksaan perkara pidana Nomor 144/Pid.Sus/2018/PN Bla, dengan terdakwa Lie Kamadjaja, mantan Presiden Direktur PT Ghendis Multi Manis.
Sidang hari ini, pengacara Lie Kamadjaya, Heriyanto, mengajukan lima saksi. Tiga saksi ahli dari Badan Standarisasi Nasional (BSN), Akraditasi Nasional (AKN), Pergulaan dan Per-SNI-an gula (P3GI).
Saksi lainnya, dari pihak yang menyerahkan sertifikasi SNI kepada PT GMM Bulog saat akuisi dari PT Gendhis Manis (PT GMM) ke PT GMM Bulog
Satu saksi orang yang secara rutin mengecek website sertifikasi BBIA Bogor, dan mendapati pada 22 Mei 2017 sertifikasi Standar Nasional Indonesai (SNI) yang dicatanya masih aktif.
“Nama saksi, siang nanti bisa jenengan catat di persidangan,” jelas Heriyanto didampingi dua rekannya asal Jakarta.
Lie Kamadjaja dijerat lima pasal, kesatu (pasal 140 UU Nomor 18/2012) tentang pangan), kedua (pasal 113 UU Nomor 7/2014 tentang perdagangan), ketiga (pasal 120 ayat (1) dan/atau (2) UU Nomor 3/2014 tentang Perindustrian.
Banyak Janggal
Dakwaan keempat (pasal 65 UU Nomor 20/2014 tentang standardisasi dan penilaian kesesuaian), dan dakwaan kelima (pasal 62 ayat (1) UU Nomor 8/1999 tentang perlindungan konsumen.
Seperti sidang Rabu (5/12) kemarin, Dr. Mailinda Eka Yuniza, SH, LLM dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, menilaik soal surat pencabutan SPPT SNI dari BBIA Bogor ditandatangi oleh pejabat yang tidak berwenang.
Mailinda menyatakan, bahwa keputusan pencabutan hanya dapat dianggap sah apabila keputusan pencabutan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang, dibuat sesuai prosedur, dan substansi yang diatur sesuai dengan obyek keputusan.
Jadi, jelasnya, yang berhak untuk mencabut pun adalah hanya pejabat yang menerbitkan keputusan tersebut, atau pejabat yang lebih tinggi, atau malah melalui putusan pengadilan.
“Saya menilai, banyak kejanggalan dalam proses, dan prosedur munculnya surat pencabutan sertifikat SNI PT GMM,” beber Mailinda Eka Yuniza.
Saksi ahli dari UGM Yogyakarta juga membeber, surat pencabutan tersebut tidak diberikan oleh orang yang berwenang, dalam hal ini Ketua LSPro BBIA selaku lembaga yang menerbitkan sertifikat SNI PT GMM.
Sesuai aturan yang berlaku, lanjtunya, sebelum pencabutan seharusnya diberikan surat peringatan terlebih dahulu, dan harus ada pemberitahuan mengenai rencana pencabutan tersebut kepada pihak yang sertifikatnya mau dicabut.
“Sementara dalam kasus ini, semua prosedur tersebut tidak pernah dilaksanakan, dan pencabutan pun tidak pernah disampaikan kepada PT GMM, ungkap Mailinda.
Cacat Hukum
Saksi ahli itu menyimpulkan, bahwa menunjukkan pencabutan sertifikasi SNI PT GMM mengandung banyak cacat hukum, dan keputusan pencabutan tersebut menjadi batal demi hukum, dan dianggap tidak pernah ada.“Dengan demikian, sertifikat SNI PT GMM tetap berlaku,” tanmdasnya.
Untuk sidang ke-15 Kamis hari ini, masih sedang berlangsung di PN Blora dengan majelis hakim Dwi Ananda (ketua), Morindra Kresna dan Endang Dewi (anggota), Mailinda Eka Yuniza, JPU Kejari Blora Karyono dan Hary Riyadi.
Sedanagkan dalam sidang Kamis, 29 November 2018, tim penasihat hukum terdakwa Lie Kamadjaja menghadirkan ahli hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, SH, M.Hum.
Diberitakan sebelumnya, mantan Presiden Direktur (Presdir) PT GMM, Lie Kamadjaja melalui pengacaranya Heriyanto, membantah gula miliknya yang masih tersimpan di dua gudang di Blora, dan disegel polisi adalah gula non-SNI.
Selain itu, mantan Dirut Industri Gula Nusantara (IGN) Kendal menjelaskan, pihaknya menyimpan gula sebanyak 21.957 dan 2.312 karung (dua gudang) di Blora, karena saat itu dalam proses peralihan PG Blora ke PT GMM Bulog.(suarabaru.id/wahono)