BLORA – Krisis air melanda Blora. Bencana alam tahunan itu selalu mengancam warga di hampir 200 dari 295 desa dan kelurahan di kabupaten paling timur Provinsi Jawa tengah. Kesulitan air bersih massal terasa memberatkan warga.
Kekeringan dari dampak kritisnya cadangan air di sumur-sumur warga, embung, waduk, sungai dan sumber air di kabupaten penghasil kayu jati, adalah yang nyaris terjadi setiap tahun.
“Sempat turun hujan sekali, tapi hujan kemarin itu belum bisa menolong krisis air,” ungkap Sudarwanto, aktivis pemerhati lingkungan di Blora, Minggu (2/9).
Di Blora musim kemarau mundur 1,5 bulan. Jika tahun-tahun sebelumnya warga mulai “sambat” kurang air pada Juni. Tahun ini (2018), alam memberikan kemurahan, air baru terasa berat mulai awal Agustus 2014.
“Biasanya musim kemarau mulai terasa pada Juni, tahun ini baru terasa pada Pertengahan Juli 2018,” papar Suwarso (52), petani di Randublatung, Blora.
Meski kemarau mundur, cadangan air di desa-desa di 16 kecamatan di wilayah Kabupaten Blora, terasa cepat habis, tambah Suwarso.
“Iya benar, pertanian di Blora bersifat tadah hujan, struktur tanah di bumi Blora porous, tanah berpori dan air gampang hilang merembes,” tambah Sudarwanto lagi.
Pemkab memang sudah berusaha maksmimal membantu droping air ke rumah-rumah warga. Tentu cara konvensional dengan droring air menggunakan truk tangki bukan solusi.
Proyek Masa Depan
Menurutnya, derita kurang air yang dialami warga pedesaan di Blora, tidak bisa hanya didengar dan dibantu air yang rata-rata tiap desa hanya 3-4 kali saja sebulan, padahal kebutuhan air adalah sehari-hari.
Kemarau rata-rata berjalan 4-6 bulan. Maka Pemkab harus berani membuat proyek masa depan, rajin lobi pusat dengan membendung sungai Bengawan Solo, beber Suparji, alumni Fakultas Tehnik (FT) Universitas Indonesia (UI) Jakarta.
Saat ini, Blora dapat jatah proyek proyek pembangunan sistem penyediaan air minum (SPAM) senilai Rp 135 miliar dari pemerintah pusat. Kelak, proyek itu bisa menolong warga di lintasan pipa, tapi warga pedesaan belum terbantukan.
“Kami menerima banyak masukan dari warga, membendung Bengawan Solo jadi solusi yang baik mengatasi derita kemarau tahunan,” kata Anggota DPD RI, Dr. H. Bambang Sadono dan mantan Sekjen PWI Pusat itu.
Sementara itu Sekda Blora, Komang Gede Irawadi, menyampaikan terima kasih atas masukan dari para pihak yang sangat peduli daerahnya.
Menurutnya, setiap musim kemarau Pemkab selalu memperhatikan kondisi warganya, termasuk berusaha maksimal membantu kesulitan air, dan membangun embung-embung baru.(suarabaru.id/wahono)