Puluhan gangster di Semarang sepakat membubarkan diri dan minta maaf pada warga Kota Semarang, 1 Oktober 2024. foto : Bidhumas Polda Jateng

“Netizen: Semarang Sedang Tidak Baik-Baik Saja”

SEMARANG – Warga Semarang digegerkan dengan kemunculan berita seorang korban “salah sasaran” pembacokan pada Selasa 17 September 2024. Korban bernama Muhammad Tirza Nugroho Hermawan (21) merupakan seorang mahasiswa tingkat akhir di Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang. Tirza tewas dibacok oleh segerombolan pengendara sepeda motor yang diduga merupakan gangster.

Kemunculan berita tersebut mengundang banyak atensi dari masyarakat, khususnya warga Kota Semarang, dikarenakan kemunculan gangster ini sudah tidak pernah lagi terdengar di telinga mereka sejak tahun 2020.

Keberadaan atau aksi dari gangster-gangster ini bagaikan bom waktu yang tidak pernah diketahui kapan akan meledak. Kasus gangster tersebut membuat banyak masyarakat memberikan perhatian khusus pada istilah ‘Kreak’.

Mengetahui istilah ‘Kreak’ Semarang dan Faktanya

Warga Semarang tentu familiar dengan istilah ‘kreak’ yang saat ini tengah menjadi perbincangan hangat. Istilah ini berasal dari dua kata Bahasa Jawa yaitu ‘kere’ yang berarti miskin dan ‘mayak’ yang berarti banyak tingkah, belagu, sok-sokan.

Sehingga, istilah ‘kreak’ merujuk kepada seseorang yang miskin, namun banyak tingkah atau belagu. Seiring dengan perkembangan zaman, julukan atau sebutan ini ditujukan kepada sekelompok pemuda yang kerapkali membuat keonaran di lingkungan masyarakat, seperti tawuran, pengeroyokan, dan bahkan pembacokan.

Sejak dulu sudah ada istilah ‘kreak’ di Semarang, yang dimana pada saat itu lebih dikenal dengan sebutan ‘korea’, merujuk pada seseorang yang lemah secara ekonomi dan gemar membuat onar.

Namun, keberadaan dan perilakunya tidak menyebabkan kerugian maupun menimbulkan keresahan bagi warga. Berbeda dengan saat ini, pemuda yang terlibat dalam gangster tidak segan-segan untuk melakukan aksi-aksi onar yang mengkhawatirkan, dengan penggunaan senjata tajam sebagai alat untuk beraksi.

Selain itu, berdasarkan penyelidikan dari kepolisian, ditemukan beberapa senjata tajam dengan berbagai jenis dan ukuran yang berbeda, seperti celurit panjang, parang, gobang, dan pedang bergerigi dengan ukuran 60-70cm.

Berbagai senjata tajam tersebut dapat diperoleh dari beberapa sumber, seperti custom atau membuat sendiri dari plat bordes pada bis yang kemudian dipipihkan dan dibentuk menyerupai celurit panjang, serta  dengan memesan kepada pandhe besi lewat toko online maupun offline.

Saat melakukan penyelidikan dan pengusutan gangster Semarang, pihak kepolisian menyebutkan bahwa para gangster tersebut rata-rata masih berusia 14-16 tahun atau masih di bawah umur. Padahal, rentang usia tersebut termasuk kategori usia produktif, dimana seseorang bisa melakukan kegiatan sehari-hari secara efektif dan efisien.

Namun, para pelaku gangster tersebut justru mengesampingkan hal-hal yang lebih bermanfaat, seperti belajar dan bekerja, dan lebih memilih untuk melakukan tindakan yang tidak bermanfaat dan merugikan banyak orang.

Polrestabes Semarang memfasilitasi pembubaran diri puluhan gangster di Semarang. Kapolrestabes meminta kelompok yang belum bubar untuk segera ikut membubarkan diri, 1 Oktober 2024. foto : Bidhumas Polda Jateng

Penyebab Munculnya ‘Kreak’

Banyak ditemukan pelaku yang berusia 14-18 tahun, dimana usia tersebut merupakan masa peralihan remaja menuju dewasa dimana seseorang masih sibuk mencari jati diri dan pengakuan dari orang lain.

Salah satu faktor lain yang sering melatarbelakangi seseorang menjadi ‘kreak’ adalah karena kurangnya pengawasan dari orang tua. Selain itu, kondisi keluarga yang hancur juga menjadi faktor utama seorang anak tergabung ke dalam gangster.

Beberapa pelaku mengaku bahwa dengan tergabung ke dalam gangster membuat mereka dapat melampiaskan emosi yang mereka rasakan. Mereka melampiaskan emosi tersebut dengan mabuk-mabukan, meminum obat-obatan terlarang, serta ‘angin-angin/ mencari angin’.

Istilah mencari angin disini adalah merujuk pada tindakan para pemuda gangster untuk menghilangkan kejenuhan dengan melakukan aksi tawuran melawan geng lain atau bahkan melakukan pembunuhan dengan cara pembacokan. Faktor lingkungan pertemanan juga dapat mempengaruhi seseorang untuk tergabung ke dalam gangster.

Dampak Adanya ‘Kreak’

Peristiwa atau fenomena ini membawa pengaruh yang sangat besar, baik bagi individu, masyarakat, dan pemerintah. Bagi individu, pemuda yang tergabung dalam ‘kreak’ akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan atau pekerjaan, sanksi sosial, dan hukuman penjara.

Bagi masyarakat, fenomena ini akan meninggalkan trauma yang mendalam, meninggalkan perasaan cemas dan gelisah, serta terganggunya aktivitas masyarakat sehari-sehari, terutama pada malam hari.

Bagi pemerintah, dengan adanya ‘kreak’ membuat masyarakat menilai kinerja pemerintah dalam menjaga keamanan kurang maksimal, sehingga menurunkan citra baik pemerintah, serta menimbulkan kerugian ekonomi dalam jumlah besar.

Solusi Pencegahan Penyebaran ‘Kreak’

  1. Pengawasan Orang Tua

Orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan edukasi terkait etika dan norma kepada anak-anaknya, melakukan pengawasan, serta memberikan perhatian dan kasih sayang yang cukup.

  1. Pengawasan Lembaga Pendidikan

Sekolah maupun perguruan tinggi perlu menumbuhkan kesadaran siswa dan mahasiswa untuk memiliki karakter yang baik melalui program pendidikan karakter

  1. Pengawasan Ketat dari Aparat Keamanan dan Penegakan Hukum

Aparat Keamanan perlu melakukan pengawasan atau patroli secara berkelanjutan di lokasi-lokasi rawan ‘kreak’, menerapkan hukum yang berlaku secara adil, dengan memberi hukum kepada pelaku gangster sesuai dengan kejahatan yang dilakukan, melakukan penyitaan senjata tajam secara tuntas untuk mecegah tindak kriminal yang dapat membahayakan nyawa orang lain.

 

Adeline Yannis

Mahasiswa FKM Undip