SEMARANG (SUARABARU.ID) – Normal baru adalah sebuah kondisi yang tidak akan pernah lagi sama, kondisi ke depan yang tidak dapat diketahui kapan berakhirnya. Untuk itu menuntut kita semua, termasuk media dan wartawan beradaptasi.
Hal itu disampaikan Ketua PWI Jateng Amir Machmud NS dalam Webinar bertajuk “Wartawan dan Media dalam Normal Baru” yang diselenggarakan PWI Jateng bekerja sama dengan Mugas Center dan SMSI Jateng, Selasa siang (16/6) melalui jaringan zoom meeting dan live streaming Youtube.
Menurut Amir, yang mungkin terjadi, kita akan tetap harus berdialektika dan beradaptasi, meskipun kondisi itu tidak iita sukai. Tentang media dalam normal baru ini, menurutnya, harus menyesuaikan diri dalam hal konten dan dan dari sisi kesegaran perusahaan. “Apa pun tantangan yang dihadapi, nilai-nilai jurnalisme tetap akan abadi. Karena, nilai-nilai jurnalisme adlah sebuah ruang untuk memeprjuangkan nilai-nilai kebenaran,” kata Pemimpin Umum SUARABARU.ID ini.
Dalam kondisi normal baru itu, tambahnya, apakah wartawan nanti akan meliput dengan cara biasa seperti sebelumnya, atau harus menyesuaikan dengan kondisi normal baru itu. Bisa saja wartawan akan mengurangi kerjanya di lapangan, dan lebih banyak bekerja dari rumah atau dari kantor.
Dari sisi kesegaran perusahaan, ujarnya, dalam kondisi pandemi covid-19 ini jelas sangatmemukul, terutama media cetak dengan harga kertas yang sangat tinggi. MakaSMSI, SPS yang didukung Dewan Pers memperjaungan adanya relaksasi finansial. “Misalnya untuk media cetak ada subsidi harga kertas, untuk media online misalnya keringanan pembayaran listrik,” katanya.
Ada yang Hilang
Sementara itu pembicara lain pakar komunikasi Universitas diponegoro, Dr Turnomo Raharjo mengatakan, ada sesuatu yang hilang dengan adanya kuliah online yang harus dilaksanakan pada masa pandemi. “Sebagai dosen saya merasa bahwa waktu menjadi sangat terbatas, tiak bisa berdiskusi secara baik dengan para mahasiswa. Saya mengajar, terkesan hanya sekadar memenuhi kewajiban sebagai dosen,” katanya.
Turnomo juga merasa miris, karena kondisi pandemi sekarang ini benar-benar memberikan dampk ke semua bidang kehidupan, termasuk dalam bidang pendidikan tinggi. “Perguruan tinggi kecil sudah mulai kesulitan membayar gaji dosen dan tenaga kependidikan. Ini benar-benar miris,” katanya.
Terkait dengan normal baru wartawan dan media, menurutnya, agak susah mengubah standar liputan yang selama ini dilakukan oleh wartawan. Wartawan tiak bisa bertemu secara fisik dengan narasumber, bisa menjadikan berita yang disampaikan berkurang kualitasnya. “Wartawan saat melakukan liputan tentu tidak sekadar berdasarkan teks, tetapi juga konteksnya. Saya merasa bahwa wartawan benar-benar harus datang ke lapangan untuk bisa mendapatkan teks dan konteksnya,” kata Turnomo.
Tentang eksistensi media, katanya, berkaitan dengan pembiayaan juga dialami oleh perguruan tinggi. “Semuanya terkena dampak pandemi ini,” ujarnya.
Sementara Chandra AN, reporter Kedaulatan Rakyat menguraikan pengalamannya terkait dengan keberadaannya sebagai wartawan dalam masa pandemi. Dia mencontohkan saat ada pesawat heli jatuh di Kendal beberapa hari lalu. “Prosedur normal baru itu agaknya sudah diterapkan. Kami merasa kesulitan untuk mengakses langsung berita tersebut dengan alasan untuk menghindari covid-19.
“Alasan yang diberikan adalah untuk menghindari kerumunan. Sementara narasumbernya dari Jakarta semua. Kalau ada konferensi pers, apalagi narasumbernya berasal dari zona merah bisa menimbulkan persoalan,” katany.
Maka yang dilakukan adalah memanfaatkan “kecerdikan” sebagai wartawan, yaitu mengubungi “orang dalam” yang diharapkan bisa memberikan informasi atau menghubungkan dengan pihak berwenang untuk memberikan infromasi tersebut.
Dia khawatir, apabila kemudian, normal baru itu dijadikan alasan untuk menolak kehadiran wartawan, dengan alasan physical distancing, social distancing, dan sebagainya. “Kasus-kasus covid-19 pun kami tidak bsia mendapatkan data secara angsung, harus tunduk dan takluk pada rilis yang dikirim. Ini berakibat pada produk jurnalistik, yang isinya bisa jadi hanya copy paste,” ujar fotografer andal ini.
Pembicara lain, Setiawan Hendra Kelana, Ketua SMSI Jateng mengatakan, selama masa pandemi ini berlangsung, masyarakat kini cenderung percaya pada media online atau radio lebih dipercaya “kebersihannya” dari virus karena tidak dipegang atau disinggung oleh orang banyak.
“Untuk itu diarapkan media online ini bisa menjadi garda depan bagi masyarakat untuk mendapatkan berita secara aman. Mereka hanya mendapatkan berita dari ponsel, komputer yang aman dari virus corona. Selain itu, media ini dikelola secara profesional,” katanya.
Peserta dalam web seminar itu dari berbagai kalangan. Dari kampus ada Made Adnjani (Unissula), Wilsa Budhi Astuti (UKSW), pengelola media Sri Mulyadi, Dewan Kehormatan PWI jateng Sosiawan yang juga Ketua Komisi Informasi Jateng, Kepala Humas dan Protokol Setda Provinsi Jateng Lilik Hnery Ristanto, dan dimoderatori oleh Intan Hidayat.
Widiyartono R