JAKARTA (SUARABARU.ID)– Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, menyebutkan, Presiden pertama RI sekaligus proklamator kemerdekaan, Soekarno memiliki kedekatan dengan kelompok Islam, seperti Muhammadiyah karena adanya kesamaan pandangan mengenai kesejahteraan masyarakat.
“Saya kira Muhammadiyah dan PDIP ini dipertemukan dalam satu concern yang sama pembelaan kepada kaum dhuafa,” kata Mu’ti saat menjadi narasumber pada webinar atau pertemuan virtual ‘Pancasila dan Keadilan Sosial’ yang diselenggarakan DPP PDI Perjuangan (PDIP) dalam rangka peringatan Bulan Bung Karno, di Jakarta, Selasa.
Atau dalam bahasa PDIP (kaum dhuafa) adalah kaum marhaen.
“Dan kita dipertemukan oleh sosok yang sama yaitu Bung Karno sebagai seorang kader yang sangat berkelanjutan dalam pemikiran-pemikiran ke- Islamannya dan seorang pejuang bangsa yang tidak pernah kita ragukan sebagaimana kecintaannya kepada Tanah Air kita Indonesia,” ujarnya.
Menurut Mu’ti, kedekatan itu rupanya mewarisi kepada anak-anak Bung Karno. Megawati Soekarnoputri yang juga Presiden RI kelima, dianggap tidak hanya anak kandung biologis Soekarno, tapi mewarisi apa yang diturunkan Soekarno dalam bentuk ideologi.
Bahkan, lanjut Mu’ti, istri Bung Karno yang tak lain ibunda dari Megawati, Fatmawati, merupakan warga tulen Muhammadiyah.
“Sebenarnya ada banyak chemistry bisa menjadi titik masuk untuk PDIP bisa lebih bekerja sama dan bersinergi dengan Muhammadiyah. Saya tadi malam, mengikuti acara Haul Pak Taufiq Kiemas yang juga menghadirkan Pak Haedar Nashir, Ketua Umum PP Muhammadiyah. Dan karena itu kami berterima kasih kepada panitia khususnya kepada Pak Djarot dan Mas Hasto. Saya sering menyebut pak Djarot sebagai pak Gubernur, karena selama masa beliau Muhammadiyah yang berkantor di Menteng Raya bisa terus berkembang,” tuturnya.
Di kesempatan yang sama, Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, menyatakan sejak awal ideologi bangsa ini digali sebagai ideologi keberpihakan. Yang diartikan bahwasanya supaya manusia Indonesia merdeka dan membebaskan dari belenggu penjajahan.
Salah satu tujuan utama Pancasila yakni keadilan sosial dalam bidang ekonomi yang dianggap belum terwujud sepenuhnya. Dan itu kemudian diturunkan agar adil secara politik, adil di bidang hukum, dan adil di bidang ekonomi.
“Praktis Pancasila dalam kehidupan berbangsa, instrumen terminalnya adalah keadilan itu. Suatu pijakan yang visioner, namun menyentuh hal yang paling hakiki setiap manusia terjajah yakni rasa keadilan,” tutur Hasto.
Ant/Muha