SEMARANG-Hunian dan objek wisata Semarang masa depan, yang seperti apa?Pesisir pantai Kota Semarang terus diuruk. Ruangnya dimanfaatkan sebagai area pengembangan permukiman dan wisata pantai seperti kawasan Marina dan Maron. Kemudian sudah mulai bergulir wacana reklamasi dengan membuat pulau-pulau yang terpisah dengan garis pantai Kota Semarang, sebagai hunian, objek wisata bagi warga Semarang masa depan maupun pengembangan kawasan industri. Akan demikiankah adanya?
Pesisir merupakan kawasan peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh interaksi dan perubahan di darat dan laut. Wilayah pesisir di Kota Semarang mempunyai luas 5.039,17 hHa atau atau sekitar 0.02 persen dari luas total Kota Semarang (37.366.838 ha). Panjang pantainya kurang lebih 25 kilometer, antara lain di Kecamatan Tugu sepanjang 3,5 km, Semarang Utara 5,56 km, Semarang Barat 8,94 km dan Genuk 7 km. Wilayahnya meliputi 17 kelurahan di enam kecamatan; yaitu Kelurahan Kemijen, Tambakrejo, Tanjungmas, Bandarhardjo, Panggung Lor, Tawangsari, Tambakhardjo, Terboyo Kulon, Terboyo Wetan, Trimulyo, Mangkang Kulon, Mangunhardjo, Mangkang Wetan, Randugarut, Karanganyar, Tuguredjo, dan Jrakah.
Wilayah ini sangat kaya sumber daya hayati, non-hayati, buatan, dan jasa kelautan. Sumber daya hayati meliputi ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove dan biota laut lain; sumber daya nonhayati meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut; sumber daya buatan meliputi infrastruktur laut yang terkait dengan kelautan dan perikanan, dan jasa-jasa lingkungan berupa keindahan alam, permukaan dasar laut tempat instalasi bawah air yang terkait dengan kelautan dan perikanan serta energi gelombang laut yang terdapat di wilayah pesisir.
Tidak mengherankan jika banyak pemangku kepentingan yang memanfaatkan wilayah ini dengan berbagai kepentingan dan kegiatan. Semakin banyak aktivitas yang bermunculan di wilayah pesisir seperti kegiatan usaha perikanan, perindustrian, permukiman, reklamasi pantai, obyek wisata dan kegiatan ekonomi lainnya. Masalah lain adalah terjadinya konflik kepentingan di kawasan Tambaklorok antara permukiman nelayan dan aktivitasnya dengan pengembangan Pelabuhan Tanjung Emas. Belum lagi adanya pencemaran pada area permukiman dan perikanan tambak sebagai akibat kecerobohan kawasan industri karena kurang terkontrolnya water treatment yang ada. Selain itu, reklamasi pantai utara Kota Semarang menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya banjir rob di Kota Semarang. Terjadinya banjir ini muncul dari masuknya air laut menuju daratan yang biasa dikenal dengan banjir rob.
Tampaknya,di hampir seluruh wilayah pesisir Kota Semarang akan terjadi perubahan dan pengembangan fungsi ruang yang cenderung direklamasi. Pengembangan ruang kawasan pesisir pantai dengan berbagai kepentingan, tujuan, target, dan rencana sendiri-sendiri, mengeksploitasi sumberdaya pesisir dan pantai, tanpa memperhatikan ekologi secara menyeluruh (comprehensive). Hal ini tentu berpotensi memunculkan berbagai konflik dan dampak negatif di kemudian hari.
Permasalahannya, sudahkah pengembangan ruang kawasan pesisir pantai dengan reklamasi memperhatikan kaidah-kaidah penataan ruang? Apabila wilayah pesisir pantai dikembangkan dan dimanfaatkan tanpa memperhatikan kaidah-kaidah penataan ruang dan rencana zonasi (RZ) yang benar, tentu wilayah ini rentan berbagai konflik.
Pembangunan di wilayah pesisir dan laut harus berdasarkan rencana tata ruang dan RZ) yang terpadu dan berkelanjutan. Perpaduan itu merupakan satu kesatuan rencana tata ruang wilayah yang diharapkan dapat ditetapkan dalam satu peraturan daerah, baik level provinsi maupun kabupaten/kota. Hal ini, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, RZ disusun meliputi wilayah dengan batasan wilayah pesisir dari batas kecamatan pesisir sampai perairan sejauh 12 mil laut.
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu pengoordinasian perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah, antarsektor, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Karenanya, Pemerintah Kota Semarang hendaknya konsisten mengatur reklamasi, berupa peraturan daerah yang aspiratif, akuntabel dan memenuhi harapan masyarakat. Perda reklamasi tersebut harus mempertimbangkan tata ruang secara menyeluruh, penataan wilayah pesisir, mitigasi bencana, dan sinergi dengan rencana pembangunan yang berkelanjutan.
Perda ini akan menjadi landasan hukum, sebagai payung hukum dan kepastian hukum dalam mengatur semuanya, baik wilayah pesisir yang dimiliki oleh BUMN, maupun swasta, sehingga tidak ada lagi pelanggaran dalam pemanfatkan lahan pesisir.
Jika dalam realisasi pembangunan ditemukan pelanggaran terhadap RTRW/Rencana Zonasi, maka akan membawa konsekuensi hukum, tidak hanya bagi pihak yang memanfaatkan, tetapi juga bagi aparatur yang memberikan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan RTRW/RZ.
Harapannya, wilayah pesisir pantai hendaknya dikembangkan dan dimanfaatkan dengan memperhatikan kaidah-kaidah penataan ruang dan rencana zonasi (RZ), guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat (generasi sekarang), terwujudnya ruang hunian dan objek wisata Semarang masa depan tanpa mengorbankan kebutuhan generasi yang akan datang.(suarabaru.id/Mohammad Agung Ridlo, dosen Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota– Planologi – Fakultas Teknik Unissula)