SEMARANG (SUARABARU.ID) – Bukan hanya dipraktikkan oleh orang Islam, kenduri dan memberi bingkisan makanan kepada tamu juga telah jadi tradisi bagi orang Tionghoa. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan, proses akulturasi dengan budaya bisa dilakukan oleh agama mana pun sebagai bibit-bibit toleransi.
Pada Jumat (24/1/2020) Ganjar Pranowo menghadiri jamuan makan siang yang digelar Perkoempoelan Sosial Rasa Dharma atau Boen Hian Tong di Jalan Gang Pinggir Pecinan Semarang. Berbagai olahan daging ayam jadi menu utama, selain tumpeng nasi kuning. Kudapan khas Tionghoa jadi hidangan pelengkap.
BACA JUGA:
Ganjar Ucapkan ‘Sin Chun Kiong Hi!’ di Pecinan Semarang
“Orang Tionghoa juga melakukan kenduren (kenduri). Makan bersama keluarga, tetangga atau teman,” kata Haryanto Halim, Ketua Komunitas Pecinan Semarang untuk Wisata (Kopisemawis).
Hidangan utama berupa olahan daging ayam tersebut bukan karena ada Ganjar. Meski sebagai kelompok sosial yang berbasis di Pecinan, ada tiga muslimah yang jadi bagian dari kepengurusan kelompok yang telah berdiri sejak 1876 itu. Jadi olahan daging babi sangat jarang ada di meja makan.
Bukan hanya di meja makan, olahan daging babi juga tidak bakal ditemukan di altar gedung yang dikelola kelompok tersebut. Hal itu lantaran sejak tahun 2013 terdapat sinchi atau papan nama leluhur, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
BACA JUGA Tradisi Tutup dan Buka Pintu Kelenteng, Tandai Malam Tahun Baru Imlek
“Sajian daging babi kita ganti dengan daging kambing. Ini penghormatan kami kepada Gus Dur, satu-satunya muslim yang berada di altar ini,” katanya.
Ganjar tiba di gedung bernama Rasa Dharma itu setelah melaksanakan ibadah salat Jumat di Masjid An Nur Diponegoro, yang menjadi satu-satunya masjid di kawasan Pecinan. Begitu tiba, Ganjar langsung diajak Haryanto Halim untuk menengok altar, sinchi, prasasti doa untuk Gus Dur dan berbagai hidangan yang tersedia di depan altar.
Setelah keliling dan berfoto di dalam gedung Rasa Dharma tersebut, Ganjar lantas dipersilakan santap siang. Meski sempat beralasan sudah kenyang, Ganjar justru dengan lahap makan berbagai hidangan olahan daging ayam, dari sop hingga agama bakar.
Bahkan ketika hendak pamitan, beberapa ibu-ibu memanggil, menghentikan langkah gubernur berambut putih itu untuk memberi Tenong, bingkisan berisi makanan. Ibu-ibu itu menjelaskan masing-masing dari kudapan dalam Tenong itu memiliki makna.
“Di dalam ini semuanya bermakna. Jajanan manis biar hidupnya manis, kue lapis biar rezekinya berlapis, kue keranjang biar rezekinya masuk ke keranjang,” kata ibu-ibu pengurus Rasa Dharma itu.
Mendengar penjelasan itu, Ganjar pun langsung nyeletuk. “Yang jelas ini membikin kenyang. Inilah cara yang sebenarnya bertoleransi, ternyata bukan hanya Jawa atau Islam, Tionghoa juga ada kenduri, pulang membawa berkat,” kata Ganjar.
Hery Priyono-Wahyu