KUDUS (SUARABARU.ID)  – Dalam upaya merawat ekosistem sastra dan memperkuat skena puisi di wilayah Pantura, Rumah Perjumpaan  Anak Bangsa (RKBBR) Balai Budaya Rejosari dengan dukungan G&T Pro menggelar acara Tadarus Puisi: Membaca Skena Puisi Pantura. Acara ini akan berlangsung di Balai Budaya Rejosari (RKBBR) Dawe, Kudus, dengan menghadirkan sejumlah penyair yang aktif di wilayah pesisir utara Jawa.

Acara ini menghadirkan deretan penyair berbakat seperti Adel Laila Fatmawati, Afif Khoiruddin Sanjaya, Aloet Pathi, Arif Khilwa, Asa Jatmiko, Asyari Muhammad, Elang Ade Iswara, Imam Khanafi, Lilis Shofiyanti, dan Pipiek Isfianti. Melalui pembacaan puisi, diskusi, serta refleksi terhadap perkembangan puisi di daerah Pantura, acara ini diharapkan dapat menjadi ruang apresiasi dan dialektika bagi para pencinta sastra.

Menurut panitia penyelenggara, Tadarus Puisi ini tidak hanya bertujuan sebagai wadah ekspresi bagi para penyair, tetapi juga sebagai upaya membangun jejaring antara komunitas sastra dan memperkuat identitas kepenyairan di daerah pesisir. “Selain menjadi acara yang diselenggarakan tiap tahun, kami ingin memberikan ruang bagi para penyair untuk menampilkan karya-karya mereka serta mendiskusikan arah dan masa depan puisi di wilayah ini,” ujar Irianto Gunawan perwakilan dari RKBBR.

Elang Ade Iswara, panitia Tadarus Puisi: Membaca Skena Puisi Pantura

Ditambahkan oleh pihak G&T Pro, Cornel Innos, “acara ini terbuka untuk umum dan didukung oleh berbagai komunitas sastra dan budaya. Dengan diadakannya Tadarus Puisi ini, diharapkan semakin banyak generasi muda yang tertarik untuk mengembangkan dunia kepenyairan serta turut merawat tradisi sastra di Pantura.

Saatnya Meneguhkan Aliran Sastra Pesisir 

Kudus, Pati, Jepara atau Pantai Utara Jawa (Pantura) bukan sekadar jalur perdagangan dan perlintasan budaya, tetapi juga ladang subur bagi perkembangan sastra, khususnya puisi. Meski sering dipandang berada di pinggiran dibandingkan skena sastra di Yogyakarta, Bandung, atau Jakarta, puisi Pantura sejatinya memiliki karakteristik khas yang mampu menjadi identitas tersendiri dalam khazanah sastra Indonesia. Kini, sudah saatnya puisi Pantura meneguhkan dirinya sebagai aliran sastra yang mandiri dan berpengaruh.

Puisi Pantura memiliki akar yang kuat dalam kehidupan masyarakat pesisir yang dinamis. Dalam perspektif regionalisme sastra, setiap daerah memiliki estetika unik yang berkontribusi pada keberagaman sastra nasional. Sastra Pantura bukan sekadar bagian dari sastra Jawa atau sastra Indonesia secara umum, tetapi memiliki otoritas untuk membangun identitasnya sendiri.

Sementara itu, teori sastra pinggiran dari Pierre Bourdieu menunjukkan bahwa sering kali inovasi sastra justru lahir dari wilayah yang dianggap minor atau terpinggirkan. Puisi Pantura, dengan karakter khasnya, memiliki potensi besar untuk menjadi kekuatan baru dalam lanskap sastra nasional.

Untuk mengukuhkan posisi Pantura dalam peta sastra Indonesia, beberapa langkah konkret perlu dilakukan, salah satunya adalah membangun ruang dan komunitas sastra – mengadakan bentuk festival puisi, diskusi sastra, dan kolaborasi akademik guna memperluas jangkauan dan pengaruh puisi Pantura.

Dengan langkah-langkah ini, Pantura tidak lagi hanya menjadi latar dalam peta sastra nasional, tetapi menjadi arus utama dengan karakter “sastra pesisir” yang unik dan kuat.

Puisi Pantura adalah bentuk ekspresi sastra yang berkembang di kawasan Pantai Utara Jawa dengan karakter yang mencerminkan kehidupan pesisir, perpaduan budaya, serta nilai sosial dan mistis yang kuat. Dengan potensi besar yang dimilikinya, puisi Pantura kini tengah meneguhkan posisinya sebagai bagian penting dalam sastra Indonesia. Sedangkan  Koordinator acara adalah  Imam Khanafi – 0857-0122-8107

Hadepe