blank
Kepala Bidang Pengembangan Kurikulum, Bahasa dan Sastra Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Purworejo, Dwi Handayani. Foto: Vashti

PURWOREJO (SUARABARU.ID) — Pemkab Purworejo, melalui Dindikbud  berkomitmen untuk melindungi dan memastikan bahwa hak anak-anak di daerah ini terpenuhi, baik dalam pendidikan formal maupun nonformal.

“Putus sekolah merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), karena setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan,” kata Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kabupaten Purworejo, melalui Kepala Bidang Pengembangan Kurikulum, Bahasa dan Sastra, Dwi Handayani di kantornya, Jumat (21/02/2025).

Sebagai upaya mendukung hal tersebut, kata Dwi Handayani, Dindikbud mengacu pada Peraturan Bupati Nomor 52 Tahun 2024, yang mewajibkan anak-anak untuk melanjutkan pendidikan dasar hingga tuntas.

“Dengan adanya peraturan ini merupakan salah satu langkah pemerintah untuk mewujudkan Hak Asasi Anak, semoga hal ini bisa mengangkat Purworejo sebagai Kota Kabupaten Peduli HAM,” kata Dwi.

Salah satu langkah penting dalam memenuhi hak pendidikan anak adalah pembentukan Perbup Unit Layanan Disabilitas (ULD) yang dituangkan dalam Keputusan Bupati Purworejo Nomor: 100.3.3.2/209/2024.

Unit ini bertujuan untuk mempermudah akses pendidikan bagi anak-anak penyandang disabilitas, memastikan mereka mendapatkan pendidikan yang bermutu, baik di sekolah inklusif maupun khusus.

Selain itu, Dinas Pendidikan juga bekerja sama dengan Soerojo Hospital  Magelang untuk membantu anak-anak yang kesulitan belajar dan membutuhkan pendampingan khusus dalam proses pendidikan.

Dengan adanya sistem inklusi, semua sekolah di Purworejo diharapkan untuk menerima semua murid, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus.

“Pendidikan inklusi adalah pendekatan yang memungkinkan semua siswa, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus, belajar bersama di lingkungan yang sama. Pendekatan ini bertujuan untuk mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap anak-anak berkebutuhan khusus,” kata Dwi.

Terkait data pendidikan inklusif, Dwi Handayani mengungkapkan bahwa, jumlah sekolah yang telah menerapkan pendidikan inklusi saat ini adalah PAUD sebanyak 5 sekolah, SD negeri 10, SD swasta 1. Kemudian SMP negeri 2 sekolah, SMP swasta 3 sekolah.

“Jumlah siswa yang mengalami kesulitan dalam menerima pembelajaran di tiap tingkat pendidikan juga tercatat, antara lain, PAUD 29 siswa, SD Negeri 70 siswa, SD Swasta 9 siswa, SMP Negeri 10 siswa, dan SMP Swasta 14 siswa,” jelasnya.

Untuk mengatasi masalah anak-anak yang putus sekolah, Dinas Pendidikan Purworejo juga menyediakan program beasiswa Retifal. Beasiswa ini diperuntukkan bagi anak yang kembali melanjutkan pendidikan setelah putus sekolah.

“Beasiswa Retrieval diberikan dalam bentuk uang yang langsung ditransfer ke rekening anak, dengan jumlah sebesar Rp900.000 untuk siswa SD,  Rp1.000.000 untuk siswa SMP dan anak yang belajar di PKBM atau UPTSPNF (nonformal). Beasiswa ini diberikan setiap tahun hingga siswa lulus di sekolah tempatnya belajar,” papar Dwi.

Pada tahun 2024, sebanyak 88 siswa telah menerima beasiswa Retrieval, dengan rincian 39 siswa SD, 14 siswa SMP, dan 35 anak untuk pendidikan non-formal seperti PKBM atau UPT SPNF (Unit Pelaksana Teknik Satuan Pendidikan Non Formal).

Tahun 2023, terdapat 17 anak yang mendapatkan beasiswa ini.  Dwi Handayani berharap lebih banyak siswa yang putus sekolah dapat menerima bantuan ini.

Selain itu, Dinas Pendidikan juga terus mencari anak-anak putus sekolah agar mau kembali mengenyam ke bangku belajar dengan memberikan beasiswa retrifal.

“Bantuan ini keperluan sekolah atau peralatan sekolah. Namun, kami mengimbau agar siswa menggunakan dana tersebut secara bijak dengan pengambilan secukupnya dan dalam rentang waktu tertentu,” imbaunya.

Dengan program ini, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan berharap dapat mewujudkan HAM dalam sektor pendidikan dan memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh anak di Purworejo untuk melanjutkan pendidikan mereka.

Vashti