blank
Marselino Ferdinan (tengah) bersama rekan-rekan setimnya, merayakan gol kemenangan Timnas Indonesia atas Arab Saudi. Foto: dok/pssi

blankOleh: Amir Machmud NS

// jalan terjal masih mengadang/ dalam pergulatan/ yang belum usai/ sayap perkasa mesti terus dikepakkan/ di tengah perjuangan/ membuka sejarah//
(Sajak “Piala Dunia 2026”, 2024)

IMPIAN adalah hak setiap manusia. Karena mimpi, kita punya ekspektasi. Dan, karena ekspektasi, aneka reaksi bisa tergambar sebagai ekspresi.

Hari-hari ini, suasana itu tampak dari berbagai komentar yang terkait dengan perjuangan tim nasional Indonesia dalam pergulatan babak ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026 Grup C Zona Asia.

Semua pemangku kepentingan sepak bola kita seperti tidak sabar menunggu hadirnya saat-saat bersejarah: Indonesia lolos ke Piala Dunia. Entah langsung dari Grup C sebagai satu di antara delapan wakil AFC, atau lolos ke babak keempat sebagai urutan ketiga atau keempat Grup C, yang masih harus bergebrak dengan tim-tim Asia lainnya, atau mungkin lewat play-off di babak kelima.

Kondisi ini terkadang menciptakan sikap yang faksional: ada kubu optimistis, ada pula kubu pesimistis.

PSSI, lewat Ketua Umum Erick Thohir memberi target lolos dari Grup C dari urutan ketiga atau keempat. Artinya, PSSI tetap bersikap realistis dengan konstelasi persaingan di grup tersebut.

Dengan sisa empat laga pada 2025, yakni dua di kandang lawan versus Australia dan Jepang, serta pertandingan kandang menghadapi Bahrain dan Cina, kita bisa berancang-ancang untuk menambah poin dalam mencoba mewujudkan impian.

Tidak Instan
Memang seharusnya kita tidak berpikir instan, walaupun sikap pragmatis harus diakui menuansai langkah PSSI lewat proyek naturalisasi pemain.

Arah naturalisasi — atau lebih tepatnya mengeksplorasi pemain diaspora — tentu adalah memacu perbaikan kualitas kompetisi liga, agar lebih efektif dalam melahirkan pemain-pemain unggulan untuk timnas, juga memacu penguatan akademi-akademi dalam membangun pemain kelompok umur di berbagai klub.

Untuk sementara, pragmatisme menjadi warna utama. Skema pelatih Shin Tae-yong di laga-laga Grup C memperlihatkan slot untuk pemain produksi liga tersisa hanya sedikit dibandingkan dengan kesempatan sebagai starter untuk para pemain diaspora.

Yang membanggakan, dalam laga melawan Arab Saudi, 19 November lalu, dua gol kemenangan — yang sangat berkelas — dicetak oleh Marselino Ferdinan. Aksi Marselino itu seperti memaklumatkan pesan: mengikis kesan dominasi naturalisasi dalam skema STY.

Sikap pragmatis dalam pembangunan timnas saat ini, bagaimanapun ikut menghinggapi harapan publik untuk memperoleh hasil berkualitas lebih cepat. Itu pun terbukti tidak mudah, karena bagaimanapun pelatih butuh waktu untuk memadukan racikan tim menjadi lebih matang.

Jadi pada sisi lain, pertanyaan tentang ekspektasi juga menjadi usikan: patut atau kurang patutkah ekspektasi terhadap prestasi timnas yang sejauh ini menggelombang?

Lolos ke 2026?
Kelolosan ke Piala Dunia banyak diperkirakan tidak mudah, meskipun Jay Idzes dkk memiliki peluang.

Seandainya kita melaju dari Grup C sebagai tim urutan ketiga atau keempat, jalan terjal juga terbentang.

Skenarionya, urutan ketiga dan keempat akan bertarung dengan tim posisi yang sama dari Grup A dan Grup B. Enam tim akan dibagi dalam dua grup dengan laga home and away. Di babak ini, kita mungkin akan bertemu dengan tim-tim yang kuat Asia Barat seperti Qatar, UEA, Oman, dan Yordania.

Juara grup di putaran keempat akan mendapat tiket ke Piala Dunia 2026, sedangkan runner up dari kedua grup tersebut akan masuk ke babak kelima kualifikasi dengan sistem semacam turnamen play-off, melawan tim-tim dari zona lainnya.

Artinya, ada enam tim yang bertarung di babak ini untuk berebut dua tiket terakhir ke 2026.

Harapan mengukir sejarah lolos ke putaran final Piala Dunia tetap masih ada, meskipun dengan gambaran lika-liku jalan seperti itu.

Fans bola Indonesia bisa berharap, berbasis progres revitalisasi timnas lewat proyek naturalisasi. Pertama, secara pragmatis kita berhak berpikir: ketika kebutuhan kualitas pemain sudah terpenuhi, kini tinggal “bergantung” pada bagaimana coach STY meraciknya sebagai adonan tim yang berkualitas.

Kedua, publik sepak bola tentu akan melihat, inilah kesempatan terbaik untuk membuat sejarah lolos ke Piala Dunia dibandingkan dengan pada masa sebelumnya. Sangat disayangkan apabila peluang itu tidak termanfaatkan secara optimal.

Ketiga, jika Indonesia bisa melewati jalan terjal ini, bisa dipastikan bakal menciptakan euforia pengembangan pembinaan dengan gairah revitalisasi luar biasa. Ya kepercayaan diri, ya mekanisme eksplorasi pemain diaspora, ya penguatan kompetisi liga sebagai sumber utama materi tim nasional.

Akan ada efek berantai yang punya makna positif bagi pengembangan sepak bola nasional.

Mari merawat impian mendampingi perjuangan Marselino Ferdinan dkk di Grup C, juga mungkin pergulatan jalan selanjutnya…

Amir Machmud NS; wartawan suarabaru.id dan Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah