blank
Seorang buruh tani memanen kelapa sawit di Perkebunan PTPN VII Kebun Gedeh, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (3/12/2018). Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat hingga Oktober 2018, Indonesia telah mengekspor 4,9 juta ton Crude Palm Oil (CPO) atau 18 persen dari total ekspor serta 21,17 juta ton produk turunan atau olahan CPO atau 82 persen dari total ekspor. Foto: Antara

JAKARTA (SUARABARU.ID) – Pemerintah Indonesia melalui Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Jenewa, Swiss resmi mengajukan gugatan terhadap Uni Eropa (UE) di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO), pada 9 Desember 2019.

Gugatan diajukan terhadap kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) dan Delegated Regulation UE. Kebijakan-kebijakan tersebut dianggap mendiskriminasikan produk kelapa sawit Indonesia.

“Indonesia resmi mengirimkan Request for Consultation pada 9 Desember 2019 kepada Uni Eropa sebagai tahap inisiasi awal dalam gugatan,” ungkap Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto lewat keterangannya diterima di Jakarta, Minggu.

Keputusan ini, lanjut Mendag, dilakukan setelah melakukan pertemuan di dalam negeri dengan asosiasi/pelaku usaha produk kelapa sawit dan setelah melalui kajian ilmiah, serta konsultasi ke semua pemangku kepentingan sektor kelapa sawit dan turunannya.

Menurut Mendag, gugatan ini dilakukan sebagai keseriusan Pemerintah Indonesia dalam melawan diskriminasi yang dilakukan Uni Eropa melalui kebijakan RED II dan Delegated Regulation. Kebijakan-kebijakan tersebut dianggap mendiskriminasi produk kelapa sawit karena membatasi akses pasar minyak kelapa sawit dan biofuel berbasis minyak kelapa sawit. Diskriminasi dimaksud berdampak negatif terhadap ekspor produk kelapa sawit Indonesia di pasar Uni Eropa.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana menjelaskan melalui kebijakan RED II, Uni Eropa mewajibkan mulai tahun 2020 hingga tahun 2030 penggunaan bahan bakar di Uni Eropa berasal dari energi yang dapat diperbarui.

Selanjutnya, Delegated Regulation yang merupakan aturan pelaksana RED II mengategorikan minyak kelapa sawit ke dalam kategori komoditas yang memiliki Indirect Land Use Change (ILUC) berisiko tinggi. Akibatnya, biofuel berbahan baku minyak kelapa sawit tidak termasuk dalam target energi terbarukan di Uni Eropa, termasuk minyak kelapa sawit Indonesia.

“Pemerintah Indonesia keberatan dengan dihapuskannya penggunaan biofuel dari minyak kelapa sawit oleh Uni Eropa. Selain akan berdampak negatif pada ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke Uni Eropa, juga akan memberikan citra yang buruk untuk produk kelapa sawit di perdagangan global,” ujar Wisnu.

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Iman Pambagyo menambahkan inisiasi awal dalam gugatan ataupun proses konsultasi ke WTO merupakan langkah yang dapat diambil setiap negara anggota.

Gugatan dilakukan jika menganggap kebijakan yang diambil negara anggota lain melanggar prinsip-prinsip yang disepakati dalam WTO. Diharapkan melalui konsultasi ini dapat ditemukan jalan keluar terbaik bagi kedua pihak.

Antara-w

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini