USM menggelar FGD dengan tema 'Kenali, Tangani, dan Cegah Kekerasan Seksual terhadap Penyandang Disabilitas di Lingkungan Keluarga dan Masyarakat', yang dilangsungkan di Ruang Seminar Modern, Lantai 9 Gedung Menara USM, Rabu (11/9/2024). Foto: dok/usm

SEMARANG (SUARABARU.ID)– Rektor Universitas Semarang (USM), Dr Supari ST MT mengatakan, lingkungan pendidikannya merupakan kampus inklusif, yang mengusung pendidikan untuk semua orang. USM tidak melihat gender, keterbatasan, sehingga semua orang bisa bergabung di USM, selama dapat mengikuti proses perkuliahan.

Penegasan itu disampaikannya, saat membuka kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema ‘Kenali, Tangani, dan Cegah Kekerasan Seksual terhadap Penyandang Disabilitas di Lingkungan Keluarga dan Masyarakat’, yang berlangsung di Ruang Seminar Modern, Lantai 9 Gedung Menara USM, Rabu (11/9/2024).

Kegiatan yang diselenggarakan kerja sama antara USM, Satgas Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual (PPKS) USM, serta Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Jawa Tengah itu, diikuti sebanyak 30 peserta dari organisasi disabilitas se-Jateng, dan perwakilan organisasi mahasiswa USM.

BACA JUGA: Pembayaran Tagihan Gas Bumi Jargas Bisa Lewat Aplikasi MyPertamina

FGD yang mengundang narasumber dari Sammi Institut Fatkhurozi itu, dihadiri oleh Bidang Kesetaraan Gender dan Perlindungan Perempuan DP3AP2KB Provinsi Jateng, Asteria Dewi Rusrinawati SPsi MPf, Ketua Satgas PPKS USM Helen Intania SH MH, dan Wakil Rektor III USM Dr Muhammad Junaidi SHI MH.

Dalam kesempatan itu Supari mengungkapkan, gedung-gedung di USM didesain dengan pemudahan akses bagi komunitas disabilitas. Dia juga menyampaikan apresiasinya pada DP3AP2KB Provinsi Jateng, yang memilih USM sebagai tempat untuk acara diskusi.

”Jateng menduduki peringkat ketiga kasus kekerasan terbanyak di Indonesia. Semoga perjuangan teman-teman dalam melindungi perempuan dan anak, terhadap kekerasan seksual berhasil. Sehingga bisa muncul lingkungan yang aman, nyaman, dan tentram, baik di Jateng khususnya di USM,” ucapnya.

BACA JUGA: Kelompok Tani dan Nelayan Curhat Tingginya Pajak, Begini Respons Yoyok Sukawi

Hal senada diungkapkan Asteria Dewi Rusrinawati, yang menyebutkan, pada 2023 kasus kekerasan terbanyak di Indonesia adalah Jateng, dengan menduduki peringkat ketiga. Data itu berdasarkan dari kasus yang terungkap dan speak up (pengakuan). Kebanyakan yang terkena kekerasan adalah, perempuan dan anak, terkhusus perempuan penyandang disabilitas.

”Kebanyakan mereka tidak paham, kalau mereka terkena tindakan kekerasan, baik secara lisan, fisik, sampai seksual. Kita perlu speak up, jangan sampai tidak berani speak up, karena pelaku bisa saja mencari orang lain lagi untuk menjadi korban,” ungkapnya.

Sementara itu, Helen Intania berharap, dengan digelarnya kegiatan itu, peserta dapat menyebarkan informasi secara lebih luas, terkait mengenali, menangani, hingga mencegah kekerasan seksual.

”Saya berharap, informasi yang didapatkannya ini, oleh peserta bisa disebarkan ke organisasinya maupun teman-temannya. Jadi ‘gethok tular’-nya cepat,” tandasnya.

Riyan