Oleh : Indria Mustika
Menarik menyimak apa yang disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim dalam sambutan tertulisnya pada upacara bendera peringatan Hari Guru Nasional. Upacara ini dilakukan serentak tanggal 25 November 2019 di semua sekolah dan bukan hanya diikuti oleh para guru, tetapi juga siswa. Sementara pesan Nadiem seluruhnya ditujukan kepada guru. Sambutan Nadiem juga viral di media sosial setelah ia mengunggah sambutannya melalui laman resminya 23 November 2019. Mungkin Nadiem berharap, semua guru segera terpacu untuk melakukan perubahan, sebab itu pula yang ditunggu oleh para siswa dan masyarakat..
Menurut Nadiem, perubahan tidak dimulai dari atas, tetapi harus berawal dan berakhir dari guru. Bahkan ia minta kepada para guru untuk tidak menunggu perintah dari atas, tetapi segera melakukan langkah pertama. Walaupun perubahan kecil, jika semua guru melakukan serentak, kapal besar bernama Indonesia itu menurut Nadiem pasti akan bergerak. Perubahan kecil di kelas oleh guru itu menurut Nadiem meliputi mengajak kelas berdiskusi, memberikan kesempatan murid untuk mengajar, kegiatan sosial, menemukan bakat pada anak yang kurang percaya diri dan menawarkan bantuan untuk teman guru yang mengalami kesulitan.
Saya membaca pidato Nadiem itu sebagai inspirasi kemerdekaan belajar di Indonesia. Bukan hanya pada cara ia menyampaikan sambutannya, tetapi pada cara Nadiem mendekati dan mengurai persoalan pendidikan, utamanya yang dihadapi oleh para guru yang disebutnya memiliki tugas termulia sekaligus yang tersulit. Sebab sebagai pembentuk masa depan bangsa, guru justru banyak dibelenggu aturan dibandingkan pertolongan. Menurut Nadiem ada enam beban yang membelenggu guru saat ini, yaitu :
Pertama; tugas administratif tanpa manfaat yang jelas.
Kedua; sistem penilaian sebagai pengukur potensi siswa yang kurang tepat
Ketiga; beban kurikulum yang sangat padat.
Keempat; kemampuan menghafal yang tidak menentukan kesuksesan anak
Kelima; keseragaman mengabaikan kebutuhan anak yang beragam
Keenam; belenggu terhadap inovasi guru dalam mengajar
Membaca arah kebijakan
Seperti yang dinyatakan oleh Nadiem seusai pelantikan, ia akan menggunakan 100 hari pertama untuk lebih banyak mendengar dan melihat sebelum melakukan perubahan pendidikan di Indonesia. Karena itu ia banyak melakukan diskusi dengan para pakar dan juga praktisi pendidikan, termasuk organisasi guru. Waktu 100 hari pula yang diminta “mas menteri“ kepada presiden untuk mempersiapkan sistem atau aplikasi berbasis teknologi yang memudahkan guru dan murid untuk belajar. Juga agar kualitas pendidikan Indonesia lebih merata dan efesien. Presiden memang berharap, perubahan dunia pendidikan agar dilakukan dengan cepat untuk merespon pasar tenaga kerja yang bergerak dinamis. Karena itu pengembangan sumber daya manusia menjadi prioritas utama presiden. Disamping kurikulum, presiden juga minta Nadiem untuk meningkatkan kualitas guru melalui sebuah aplikasi sistem hingga murid dapat segera merasakan manfaatnya. Kini banyak spekulasi tentang apa yang akan dilakukan oleh Nadiem. Banyak orang menduga-duga arah kebijakan Nadiem dalam mengimplementasikan visi presiden.
Namun dari apa yang dilakukan Nadiem saat memberikan sambutan pada peringatan hari guru nasional, rekam jejak, kompetensi dan arahan presiden dalam pengembangan sumber daya manusia, nampaknya kita bisa menduga arah kebijakan Nadiem utamanya yang terkait dengan guru dan sistem pembelajaran yang akan diterapkan.
Pertama; perubahan kurikulum sebuah keniscayaan. Perubahan bukan saja menyangkut konten, tetapi juga cara penyampaian. Tujuannya agar mampu memotivasi siswa untuk secara aktif mengkonstruksi dan mengembangkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan.yang dimiliknya. Oleh sebab itu guru harus diberdayakan agar mampu melakukan pengelolaan kelas secara kreatif dengan mengembangkan pembelajaran yang menyenangkan. Tujuannya agar siswa yang sejak balita telah terpapar teknologi tidak merasa “tersiksa” dalam proses belajar mengajar. Beban kurikulum yang sangat padat juga akan lebih disederhanakan agar ada waktu bagi siswa untuk melakukan interaksi dengan lingkungannya termasuk mengenal potensi daerah sendiri. Dengan demikian bahan ajar tidak hanya fokus pada ranah kognitif tetapi juga memperhatikan secara seimbang aspek afektif dan psikomotor siswa.
Kedua; penyederhanaan beban administrasi guru. Senyatanya kurikulum 2013 memang memberikan beban administrasi yang sangat berat bagi guru, sehingga justru mengganggu konsentrasi dan waktu guru untuk dapat mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, siswa yang memiliki persoalan yang sangat beragam. Disamping juga menilai dan melakukan evaluasi. Ada 20 lebih beban administrasi yang harus dilakukan oleh guru mulai dari penyiapan bahan ajar, penilaian autentik yang sangat rumit hingga pengisian data kepegawaian yang terus diulang-ulang.
Ketiga; perbaikan dan penyederhanaan sistem penilaian. Perlu pengkajian ulang terhadap diberlakukannya pendekatan penilaian yang menggunakan penilaian acuan kriteria yang didasarkan pada standar kriteria ketuntasan minimal, baik untuk menilai pengetahuan, ketrampilan maupun sikap siswa. Sebab perbedaan kemampuan dan bakat anak tidak dapat diukur hanya dengan angka yang sama. Disamping itu instrumen penilaian yang harus digunakan oleh guru juga sangat rumit.
Keempat; pengembangan metode pembelajaran kreatif dan inovatif. Desain pembelajaran yang dilakukan oleh guru akan lebih diarahkan untuk menumbuhkan kreatifitas dan inovasi siswa. Sebab menghafal yang selama ini merupakan bagian utama proses belajar kurang mampu merangsang siswa untuk secara kreatif menyelesaikan persoalannya secara mandiri. Pembelajaran kreatif dan inovatif dinilai lebih memberikan peluang kepada siswa untuk mengkonstruksi ilmu pengetahuan secara mandiri serta mentransformasikan dalam bentuk ide-ide dan gagasan baru.
Presiden Joko Widodo memang menaruh harapan besar pada Nadiem Anwar Makarim untuk melakukan perubahan dan bahkan lompatan pendidikan di Indonesia. Harapannya bangsa besar ini segera memiliki daya saing. Namun Nadiem sendiri mengakui, perubahan adalah hal yang sulit dan penuh ketidaknyamanan. Oleh sebab itu melibatkan guru dalam kerja besar ini adalah sebuah keniscayaan yang patut dipertimbangkan.
(*) Indria Mustika S.Pd., M.Pd, adalah guru SMKN 2 Jepara dan Ketua MGMP Tata Busana Provinsi Jawa Tengah.