Ketua FKUB Jateng, Taslim Sahlan. (foto unwahas)

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Kota Semarang yang beberapa waktu lalu menerima penghargaan lantaran dinilai mampu menjaga toleransi antarumat beragama. Selanjutya sejumlah kalangan memberikan apresiasi terhadap pencapaian tersebut.

Salah satunya Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Tengah (Jateng), Taslim Sahlan, yang mengakui kalau Kota Semarang terus menunjukkan diri sebagai daerah di Indonesia dengan pemajuan toleransi.

Menurut Taslim, berbagai peristiwa-peristiwa yang dianggap intoleran di Kota Semarang makin berkurang sekarang ini. Bahkan upaya merawat toleransi antarumat beragama hingga antaretnis terus mencuat.

Lebih jauh dirinya menyatakan kalau Pemerintah Kota Semarang mampu dan dapat menjaga serta merawat dengan baik rasa toleransi di tengah – tengah warga masyarakat Kota Semarang yang heterogen sehingga dianugerahi penghargaan oleh Setara Institute.

“Khususnya Kota Semarang kami dorong beberapa kali, bukan kami melakukan show off force tetapi terus berlatih menguatkan toleransi antarumat beragama,” kata Taslim yang menjadi Dosen di Universitas Wahid Hasyim Semarang, Sabtu (3/2/2024).

Dia menyebut, Indeks Kota Toleran (IKT) yang diraih Ibu Kota Jateng tersebut berjalan sesuai niat dan tujuan awal menjaga toleransi. Pemerintah Kota (Pemkot) juga telah menunjukkan kerja baik dalam mengawal toleransi.

“Salah satu indikator moderasi beragama adalah penguatan toleransi, di samping komitmen kebangsaan, dan akomodatif terhadap local wisdom,” ujarnya.

Kota Semarang mendapatkan peringkat kelima pada 2023, setelah sebelumnya berada di urutan ketujuh. Pencapaian tersebut, dinilai signifikan pasalnya pada 2021 belum sepuluh besar, tepatnya di angka 12 dari 91 kota di Indonesia.

Dia menggambarkan suasana setiap Hari Raya Idul Fitri. Contohnya, di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Kota Semarang, para umat beragama datang memberikan ucapan selamat hari raya.

Begitu pula saat Perayaan Waisak, para pemuka agama muslim, pendeta, romo, biksu hingga penghayat kepercayaan melakukan hal yang sama.

“Kami masuk ke Vihara untuk mengucapkan selamat merayakan Waisak,” kata Taslim.

Kegiatan saling berkunjung inilah, menurut Taslim yang harus terus didorong ke depannya. Bahkan lebih jauh, dia menyatakan pemerintah kota telah menunjukkan upaya untuk mengarah Kota Semarang terbebas dari intoleran.

“Kami sebagai pegiat toleransi berharap bisa zero intoleran,” katanya.

Dia mengambil peristiwa lain ihwal intoleran yang pernah terjadi di Kota Semarang. Misalnya pendirian Gereja Baptis Indonesia (GBI) di Jalan Malangsari, Tlogosari, Pedurungan bisa dibangun setelah 20 tahun lebih adanya penolakan.

“Kami, kawan-kawan lintas iman dan agama juga mendampingi gereja itu dibangun dengan baik sampai sekarang bisa digunakan. Perhatian Pemkot Semarang sampai sekarang juga terus ada,” ujarnya.

Kemudian pula, ketika umat Syiah menyelenggarakan Asyura mendapat gangguan dalam perayaannya. Pihaknya bersama pemerintah juga melakukan pendampingan.

“Bahkan kawan-kawan lintas agama datang merayakan. Saya kira Setara Institute memotretnya seperti itu,” ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, Kota Semarang kembali melanjutkan tren positif dalam pemajuan toleransi. Ibu Kota Jawa Tengah (Jateng) tersebut menempati peringkat kelima Indeks Kota Toleran (IKT) 2023 dengan skor 6,230 yang digelar Setara Institute.

Angka tersebut menunjukkan peningkatan dibanding 2022 silam dengan skor 5,783 yang menempati posisi ketujuh. Pencapaian Kota Semarang terbilang progresif, sebab pada 2021 masih di angka 12 dari 91 kota di seluruh Indonesia.

Hery Priyono