blank
RAKOR - Bupati Tegal Umi Azizah memimpin rapat koordinasi (Rakor) upaya penyelesaian penanganan hutan lindung pasca perambahan oleh masyarakat. (Foto: Sutrisno)

SLAWI (SUARABARU.ID) – Kondisi kawasan hutan lindung di kaki Gunung Slamet kian mengkhawatirkan. Sebagian besar hutan tersebut rusak akibat perambahan untuk aktivitas pertanian. Gerakan penghijauan dengan penanaman pohon disertai penegakan hukum yang tegas diharapkan jadi solusi. Hal ini mengemuka saat berlangsung rapat koordinasi upaya penyelesaian penanganan hutan lindung pasca perambahan oleh masyarakat yang digelar di Ruang Rapat Bupati Tegal,  Rabu (01/11/2023).

Kerusakan kawasan hutan lindung berketinggian 1.900-2.200 meter di atas permukaan laut yang masuk wilayah administrasi Kabupaten Tegal luasnya mencapai 48 hektare. Sedangkan di wilayah administrasi Kabupaten Brebes luasnya 106 hektare. Sebelumnya, penyerobotan lahan hutan oleh warga desa untuk ditanami kentang juga dilakukan di kawasan hutan produksi yang luasnya ratusan hektare. Informasi ini disampaikan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tegal Muchtar Mawardi.

Dari tampilan citra satelit tahun 2018, kerusakan hutan di Dukuh Sawangan, Desa Sigedong, Kecamatan Bumijawa sudah mencapai ketinggian 2.200 meter di atas permukaan laut atau sekitar 5,5 kilometer jaraknya dari puncak Gunung Slamet.

Bupati Tegal Umi Azizah mengaku prihatin melihat kondisi lahan kritis di kawasan hutan ini. Selain berpotensi mengakibatkan bencana banjir bandang seperti yang pernah terjadi di Pancuran 13 objek wisata Guci dan di Dukuh Kalipedes, Desa Sigedong beberapa waktu lalu, dampaknya terhadap kehidupan masyarakat luas juga nyata adanya.

Ini tidak terlepas dari fungsi kawasan tersebut sebagai area tangkapan air air hujan sekaligus penyaring emisi gas karbon untuk meredam dampak pemanasan global. Saat ini, debit sejumlah mata air yang terdekat dengan kawasan permukiman warga Dukuh Sawangan mulai menurun, sehingga mereka pun mencari sumber mata air lainnya yang berbatasan dengan hutan lindung yang berjarak 6,5 kilometer dari permukiman warga.

“Debit mata air di Sawangan mulai berkurang. Sementara kebutuhannya terus meningkat seiring pertambahan jumlah penduduk. Sehingga mereka harus mencari alternatif sumber mata air lain yang jaraknya 6,5 kilometer jauhnya dari permukiman,” kata Umi.

Jika situasi ini tidak segera ditanggulangi, fungsi ekologi hutan dapat terganggu, termasuk ancaman penurunan debit sejumlah mata air di wilayah Bumijawa selama ini dikelola pemerintah daerah melalui BUMD PT Tirta Utama Jawa Tengah untuk memasok kebutuhan air minum warga Kabupaten Tegal dan Kota Tegal.

Di sini diperlukan sinergi peran seluruh pemangku kepentingan untuk menghentikan laju deforestasi dan memulihkan lahan hutan. Menurutnya akar permasalahan konflik warga desa dengan hutan harus segera ditanggulangi, baik melalui pendekatan jangka pendek, menengah, maupun panjang.

Umi mengatakan, tekanan warga terhadap hutan untuk perluasan lahan pertanian akan semakin meningkat seiring pertambahan jumlah penduduk desa. Sehingga peningkatan literasi pendidikan lingkungan harus ditanamkan sejak dini melalui pendekatan kurikulum sekolah. Tujuan jangka panjangnya adalah mencegah lahirnya generasi petani baru menyerobot lahan hutan karena tidak kebagian lahan untuk bertani.

“Kerusakan hutan adalah ancaman serius. Butuh sinergi peran seluruh pemangku kepentingan untuk menghentikan laju deforestasi ini dan memulihkan lahan hutan lindung maupun hutan produksi,” tandasnya.

Dirinya pun berharap, pemuda setempat mampu berperan menjadi katalisator bagi lingkungan sosialnya untuk menjaga dan melestarikan kawasan hutan. Menurutnya, ada peluang ekonomi dari kegiatan wisata pendakian ke Gunung Slamet melalui jalur Sawangan yang dapat dikelola pemuda setempat selain peluang ekonomi lainnya yang tidak merusak hutan.

Law enforcement oleh aparat kepolisian dan polisi hutan terhadap aksi penjarahan hutan menjadi aspek penting yang harus diterapkan. “Saya mendukung upaya penegakan hukum setelah pendekatan kepada pemeritah desa, tokoh agama, tokoh masyarakat dilakukan,” katanya.

Sementara itu, Perwakilan Cabang Dinas Kehutanan Wilayah V Sohirin menuturkan penegakan hukum oleh aparat kepolisian sudah lebih dulu ditegaskan oleh Kapolres Brebes untuk penanganan kawasan hutan lindung di wilayah Kabupaten Brebes. “Harapan kami, kita bisa sama-sama bergerak, baik yang di Brebes maupun Kabupaten Tegal,” lanjutnya.

Pada langkah awal ini, pihaknya bersama stakeholders telah melakukan penutupan lahan hutan dengan memasang patok batas dan banner larangan bercocok tanam di kawasan hutan lindung. Terhitung akhir November 2023 ini sudah tidak ada petani yang menanam sayuran di lahan hutan lindung. Dirinya pun meminta masyarakat aktif menyampaikan laporannya ke Polsek terdekat ataupun Perhutani jika masih menemukan pelanggaran.

Sedangkan untuk menekan risiko kegagalan penanaman pohon karena ulah warga yang tidak bertanggungjawab, pihaknya akan melakukan sosialisasi terlebih dahulu ke masyarakat desa.

Kegiatan penanaman pohon akan dilakukan pada areal lahan hutan lindung seluas 10 hektare di wilayah Kabupaten Tegal dan 20 hektare di Kabupaten Brebes. Pembiayaan kegiatan ini akan difasilitasi PT Tirta Utama Jawa Tengah, Perumda Air Minum Tirta Baribis Kabupaten Brebes, Perumda Air Minum Tirta Ayu Kabupaten Tegal dan Perumda Air Minum Tirta Bahari Kota Tegal senilai Rp 120 juta.

Sutrisno